UBB Dirikan Museum Melayu

Penulis: Editor | Ditulis pada 28 November 2017 09:22 WIB | Diupdate pada 28 November 2017 09:24 WIB


LESTARIKAN BUDAYA MELAYU – Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc (Warek II UBB) tampil sebagai pembicara dalam acara ‘talkshow’ bertema ‘Budaya Bangka Belitung dalam Konteks Kekinian’ di Festival Seni Budaya Islam dan Melayu  Bangka Belitung di Kemuje,   Senin (27/11/2017) malam.   Profesor Agus menegaskan UBB  telah melestarikan dan mengembangkan budaya Melayu Bangka Belitung

KEMUJE, UBB --   Universitas Bangka Belitung (UBB) terlibat aktif  melestarikan dan mengembangkan budaya Melayu yang hidup di Bangka Belitung. Dalam kaitan ini, banyak hal yang telah dilakukan UBB,  di antaranya  mendirikan sanggar seni, mengoleksi pakaian tari dan alat musik Melayu.

“Tak cuma sampai di situ, tahun depan, 2018,  UBB  akan membangun rumah panggung tradisi daerah ini   di Kampus Terpadu UBB, Balunijuk. Rumah panggung itu nantinya  sekaligus berfungsi sebagai  museum budaya,”  ujar Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc, Wakil Rektor II UBB dalam talkshow budaya bertema ‘Budaya Bangka Belitung dalam Konteks Kekinian’,  Senin (27/11/2017) malam.

Prof Agus  yang malam itu  mengenakan telok belanga (pekaian adat resam Melayu) warna kuning, tampil  dalam sesi talkshow  -- disiarkan  secara langsung oleh sebuah radio siaran --  bersama Yan Sancin (novelis) dan Ahmadi Sofyan (penulis buku) dalam  Festival Seni Budaya Islam dan Melayu Babel di lapangan sepakbola Desa Kemuje, Mendo Barat, Bangka.

Menurut Agus Hartoko,  UBB memiliki moto  ‘Unggul Membangun Peradaban’ ini, melalui sivitas akademikanya   terus berupaya   menggali dan melestarikan budaya Melayu yang hidup di Kepulauan Bangka Belitung.  Baik dalam bentuk budaya benda maupun budaya tak benda.

“Budaya Melayu Bangka Belitung sarat dengan nilai-nilai luhur.  Budaya ini tak lepas dan ‘tersimpai’ dari dan dalam  seni budaya Islam.  Suatu khasanah yang mengandung nilai-nilai edukasi dan tunjuk ajar   yang tinggi bagi semua generasi.  Semua itu   mestilah  kita lestarikan dan kembangkan meski di  era kekinian ini,” tukas Agus Hartoko.

Bentuk kongkret UBB di dalam melestarikan dan mengembangkan  budaya Melayu Bangka Belitung, lanjut Agus  sudah dilakukan oleh kalangan mahasiswa dan lembaga UBB itu sendiri.  Tiap pekan seni atau acara formal, baik yang di adakan di  fakultas  maupun  universitas,   selalu menampilkan  keelokan dan keanggunan  dari  tari Melayu Bangka Belitung itu sendiri.

“Mahasiswa UBB memiliki  kelompok tari. Mereka senantiasa tampil pada acara seni dan formal di kampus UBB.  Bahkan pada  setiap acara wisuda UBB,  kami menampilkan tari sambut Melayu Bangka Belitung,”  ujar Agus Hartoko. 

Dalam acara ‘talkshow’ yang diselang-selingi penampilan rudat (juara 1 rudat), rebana (juara 1 rebana) dan ensembel ‘Lawang Budaya’ serta Grup Dambus Kemas Kenanga, Yan Sancin sang novelis menilai budaya Melayu Bangka Belitung sebagai sesuatu yang luar  biasa.

“Begitu beragam; apakah itu dalam wujud  tari, tradisi,  adat istiadat ataupun dalam sisi jenis atau bentuk   permainan tradisionalnya.  Keragaman yang luar biasa itu pula yang menyebabkan saya kembali lagi ke Bangka Belitung, setelah sebelumnya selama  tujuh tahun merantau,” aku Yan Sancin.

Senada dengan Prof Agus, Yan mengemukakan budaya Melayu Bangka Belitung kental dengan seni dan budaya Islam.  Dalam konteks kekinian, menurut Yan banyak cara untuk melestarikan dan mengembangkannya, di antaranya --  seperti yang digelar malam itu (Senin) --  melalui Festival Seni Budaya Islam dan Melayu.

Sementara itu Ahmadi Sofyan menilai  budaya Melayu Bangka Belitung yang tidak lepas dari Islam, dapat disampaikan kepada generasi muda zaman ‘now’ (sekarang) lewat media yang akrab dengan mereka. 

“Contoh lagu Melayu,  mainkan dengan  alat musik modern.  Saya kira,  melalui strategi itu,  lagu Melayu kita pun disukai generasi ‘now’,” ujar Ahmadi.

Festival Seni Budaya Islam dan Melayu di lapangan sepakbola Kemuje malam itu padat dan  dibanjiri ribuan penonton.  Mereka sengaja  datang dari berbagai penjuru Pulau Bangka untuk melihat juara rudat dan rebana, ensembel Melayu dan atraksi permainan Sasando (NTT) serta Sampe (alat musik Suku Dayak, Kalimantan Utara)  tampil  di panggung seni.

Ganzerlan, musisi Sasando lewat petikan jarinya malam itu memainkan sejumlah lagu pop dan kebangsaan.  Dia  sukses memukau penonton  dan  menyanyikan  bersama lagu kebangsaan Indonesia.   Lewat petikan dawai Sasando,  Gazerlan  berhasil menarik   puluhan pemuda di seputar panggung  untuk maju lebih dekat  ke depan panggung -- yang sengaja ditata lebih tinggi.

Penonton dari kalangan remaja terkesima manakala  ia memainkan (meng-cover)  lagu ‘Fix You’ dari  kugiran (kelompok musik) Coldplay.  Dari  kemah  festival terdengar koor syair-syair ‘Fix You’ yang dinyanyikan penonton.

“When you try your best but you don’t succed”

“When  you get what you want but not you need”

When you feel so tired but you can’t sleep, stuck in reverse” 

Tak kalah hebohnya ketika Iyu Moris mementing alat musik Sampe.  Pemuda mengenakan pakaian tradisi Dayak ini  memainkan lagu ‘Surat Cinta untuk Starla’.   Lagu  Virgoun yang sangat populer  hingga ke negara jiran (tetangga) itu spontan  membuat  kalangan muda merekam lewat posel masing-masing.  Penonton pun ‘terhipnotis’ dan  bernyanyi bersama-sama  di depan panggung.  Mirip konser saja (Eddy Jajang Jaya Atmaja)


Topik

Kampus_Terpadu_UBB
. ayar