UBB Press
LESTARIKAN BUDAYA MELAYU – Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc (Warek II UBB) tampil sebagai pembicara dalam acara ‘talkshow’ bertema ‘Budaya Bangka Belitung dalam Konteks Kekinian’ di Festival Seni Budaya Islam dan Melayu Bangka Belitung di Kemuje, Senin (27/11/2017) malam. Profesor Agus menegaskan UBB telah melestarikan dan mengembangkan budaya Melayu Bangka Belitung
KEMUJE, UBB -- Universitas Bangka Belitung (UBB) terlibat aktif melestarikan dan mengembangkan budaya Melayu yang hidup di Bangka Belitung. Dalam kaitan ini, banyak hal yang telah dilakukan UBB, di antaranya mendirikan sanggar seni, mengoleksi pakaian tari dan alat musik Melayu.
“Tak cuma sampai di situ, tahun depan, 2018, UBB akan membangun rumah panggung tradisi daerah ini di Kampus Terpadu UBB, Balunijuk. Rumah panggung itu nantinya sekaligus berfungsi sebagai museum budaya,” ujar Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc, Wakil Rektor II UBB dalam talkshow budaya bertema ‘Budaya Bangka Belitung dalam Konteks Kekinian’, Senin (27/11/2017) malam.
Prof Agus yang malam itu mengenakan telok belanga (pekaian adat resam Melayu) warna kuning, tampil dalam sesi talkshow -- disiarkan secara langsung oleh sebuah radio siaran -- bersama Yan Sancin (novelis) dan Ahmadi Sofyan (penulis buku) dalam Festival Seni Budaya Islam dan Melayu Babel di lapangan sepakbola Desa Kemuje, Mendo Barat, Bangka.
Menurut Agus Hartoko, UBB memiliki moto ‘Unggul Membangun Peradaban’ ini, melalui sivitas akademikanya terus berupaya menggali dan melestarikan budaya Melayu yang hidup di Kepulauan Bangka Belitung. Baik dalam bentuk budaya benda maupun budaya tak benda.
“Budaya Melayu Bangka Belitung sarat dengan nilai-nilai luhur. Budaya ini tak lepas dan ‘tersimpai’ dari dan dalam seni budaya Islam. Suatu khasanah yang mengandung nilai-nilai edukasi dan tunjuk ajar yang tinggi bagi semua generasi. Semua itu mestilah kita lestarikan dan kembangkan meski di era kekinian ini,” tukas Agus Hartoko.
Bentuk kongkret UBB di dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Melayu Bangka Belitung, lanjut Agus sudah dilakukan oleh kalangan mahasiswa dan lembaga UBB itu sendiri. Tiap pekan seni atau acara formal, baik yang di adakan di fakultas maupun universitas, selalu menampilkan keelokan dan keanggunan dari tari Melayu Bangka Belitung itu sendiri.
“Mahasiswa UBB memiliki kelompok tari. Mereka senantiasa tampil pada acara seni dan formal di kampus UBB. Bahkan pada setiap acara wisuda UBB, kami menampilkan tari sambut Melayu Bangka Belitung,” ujar Agus Hartoko.
Dalam acara ‘talkshow’ yang diselang-selingi penampilan rudat (juara 1 rudat), rebana (juara 1 rebana) dan ensembel ‘Lawang Budaya’ serta Grup Dambus Kemas Kenanga, Yan Sancin sang novelis menilai budaya Melayu Bangka Belitung sebagai sesuatu yang luar biasa.
“Begitu beragam; apakah itu dalam wujud tari, tradisi, adat istiadat ataupun dalam sisi jenis atau bentuk permainan tradisionalnya. Keragaman yang luar biasa itu pula yang menyebabkan saya kembali lagi ke Bangka Belitung, setelah sebelumnya selama tujuh tahun merantau,” aku Yan Sancin.
Senada dengan Prof Agus, Yan mengemukakan budaya Melayu Bangka Belitung kental dengan seni dan budaya Islam. Dalam konteks kekinian, menurut Yan banyak cara untuk melestarikan dan mengembangkannya, di antaranya -- seperti yang digelar malam itu (Senin) -- melalui Festival Seni Budaya Islam dan Melayu.
Sementara itu Ahmadi Sofyan menilai budaya Melayu Bangka Belitung yang tidak lepas dari Islam, dapat disampaikan kepada generasi muda zaman ‘now’ (sekarang) lewat media yang akrab dengan mereka.
“Contoh lagu Melayu, mainkan dengan alat musik modern. Saya kira, melalui strategi itu, lagu Melayu kita pun disukai generasi ‘now’,” ujar Ahmadi.
Festival Seni Budaya Islam dan Melayu di lapangan sepakbola Kemuje malam itu padat dan dibanjiri ribuan penonton. Mereka sengaja datang dari berbagai penjuru Pulau Bangka untuk melihat juara rudat dan rebana, ensembel Melayu dan atraksi permainan Sasando (NTT) serta Sampe (alat musik Suku Dayak, Kalimantan Utara) tampil di panggung seni.
Ganzerlan, musisi Sasando lewat petikan jarinya malam itu memainkan sejumlah lagu pop dan kebangsaan. Dia sukses memukau penonton dan menyanyikan bersama lagu kebangsaan Indonesia. Lewat petikan dawai Sasando, Gazerlan berhasil menarik puluhan pemuda di seputar panggung untuk maju lebih dekat ke depan panggung -- yang sengaja ditata lebih tinggi.
Penonton dari kalangan remaja terkesima manakala ia memainkan (meng-cover) lagu ‘Fix You’ dari kugiran (kelompok musik) Coldplay. Dari kemah festival terdengar koor syair-syair ‘Fix You’ yang dinyanyikan penonton.
“When you try your best but you don’t succed”
“When you get what you want but not you need”
When you feel so tired but you can’t sleep, stuck in reverse”
Tak kalah hebohnya ketika Iyu Moris mementing alat musik Sampe. Pemuda mengenakan pakaian tradisi Dayak ini memainkan lagu ‘Surat Cinta untuk Starla’. Lagu Virgoun yang sangat populer hingga ke negara jiran (tetangga) itu spontan membuat kalangan muda merekam lewat posel masing-masing. Penonton pun ‘terhipnotis’ dan bernyanyi bersama-sama di depan panggung. Mirip konser saja (Eddy Jajang Jaya Atmaja)