UBB Press/Eddy Jajang
PAPARAN – Prof Dr Ir Hadiyanto didampingi Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf Msi (tengah) dan Warek II UBB Prof Dr Agus Hartoko MSc (kiri) memaparkan sejumlah prosedur dan tahapan yang harus disiapkan UBB untuk menyelenggarakan seminar internasional bulan Oktober 2018.
MERAWANG, UBB -- Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Ir Hadiyanto menyatakan kesediaannya membantu mencarikan jurnal atau penerbit (publisher) -- yang terindeks Scopus -- sebagai mitra Universitas Bangka Belitung (UBB) yang akan menggelar seminar internasional bertopik kepulauan (International Conference of an Archipelagic) Oktober 2018.
“Silakan UBB segera membuat website seminar internasional. Saya akan berusaha mencari jurnal atau publishernya -- yang terindeks Scopus -- sebagai media mempublikasi karya ilmiah seminar internasionalnya,” tukas Hadiyanto dalam rapat persiapan seminar internasional UBB di Ruang Rapat Besar Rektorat UBB, Balunijuk, Merawang, Kamis (04/01/2018).
Dalam rapat yang dipimpin Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf MSi dan Wakil Rektor II Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc, sesuai peraturan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi syarat minimal pemakalah dalam setiap seminar internasional paling sedikit diikuti dari lima negara. Sementara makalah seminar, tergantung penyelenggara; apakah dipublikasikan dalam bentuk conference peper, proseding (proceeding) atau masuk ke dalam jurnal.
“Meski ada beberapa pilihan, tapi Kemenristek Dikti lebih suka pada media publikasi -- baik berupa jurnal maupun publisher -- yang terindeks Scopus. Dalam konteks ini maka penyelenggara atau host seminar internasional harus lebih dahulu menetapkan pilihan media publikasi apa untuk karya ilmiah yang ada di seminar,” tukas Hadiyanto.
UBB baru kali pertama menggelar seminar berskala internasional, memandang perlu mengundang khusus Hadiyanto -- selaku Chief Editor of International Journal of Renewable Energy Development --, untuk berbagi pengalaman dalam hal menyelenggarakan seminar internasional, berikut media publikasi dan langkah-langkah awal dalam menyiapkan helat akbar ilmiah ini.
Menurut Hadiyanto, langkah awal yang harus dilakukan UBB sejak awal adalah membuat media komunikasi dalam bentuk website khusus, menyusun scientific committee, plenery atau keynote speaker dan mengundang pembicara (invited speaker), brosur, time line (jadwal) dan lain-lain.
Menanggapi hal itu, Wakil Rektor II UBB Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc meminta UPT TIK (Unit Pelaksana Teknis Tekologi Informasi dan Komunikasi) UBB dan UBB Press menyiapkan website dan media publikasi sebagaimana dimaksud Prof Dr Ir Hadiyanto. Paling tidak, lanjut Agus Hartoko, website beserta konten (isi)-nya -- yang berkaitan dengan seminar internasional -- sudah dapat dibaca calon peserta seminar internasional.
Sebagaimana telah diberitakan, Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf MSi dalam rapat pertama seminar internasional itu, mengemukakan paling tidak helat besar ilmiah ini akan diikuti para peneliti atau akademisi dari Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia dan Jepang.
Sementara itu Warek II UBB Agus Hartoko mengatakan pihak National University of Singapore (NUS) telah menyatakan kesediaannya untuk mendukung seminar internasional yang akan digelar UBB Oktober 2018 ini.
“Kepastian itu saya peroleh ketika diundang khusus menghadiri konferensi di NUS belum lama ini,” tukas Agus Hartoko.
Menurut Agus, UBB sengaja memilih topik kepulauan, selain masih tergolong baru -- dari sekian banyak topik seminar internasional yang telah digelar -- , topik ini sekaligus menjadi ‘branding’ (pemerekan) UBB, yang diharapkan mampu melambungkan nama UBB di pentas penelitian ilmiah internasional.
“Seluruh peneliti dari berbagai bidang ilmu bisa ikut sebagai pemakalah, baik dari bidang eksakta maupun sosial-budaya. Kita juga akan mengundang peneliti pada bidang ilmu yang kini lagi ‘trend’ seperti ‘tourism’ (pariwisata), ” tukas Agus Hartoko.
Prof Dr Hadiyanto menegaskan, Bangka Belitung sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia merupakan tempat yang sesuai untuk menggelar seminar yang berskala internasional.
“Seminar internasional itu biasanya digelar di destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Biasanya ‘kan digelar di Bali. Tapi Bangka Belitung punya syarat itu, dan kini telah menjadi modal berharga sebagai tuan ruman seminar internasional. Usai seminar biasanya dilanjutkan dengan acara kunjungan ke destinasi wisata!,” ujar Hadiyanto.
Menurut Hadiyanto -- ia bersama Prof Dr Andri Cahyo Kumoro Nopember 2017 diangkat sebagai salah satu guru besar Undip -- karya ilmiah yang lolos dan kemudian dibentangkan di seminar internasional harus dipublikasikan ke media terindeks Scopus (lembaga pengindeks); baik dalam bentuk conference peper, proseding (proceeding) maupun jurnal ilmiah.
“Selain sebagai angka untuk meningkatkan institusi perguruan tinggi, bagi dosen yang karyanya diterbitkan pada jurnal internasional yang terindeks Scopus dan ada impact factor-nya akan memeroleh angka kredit 40. Bila tak ada impact factornya dapat angka kredit 30,” ujar Hadiyanto.
Makalah atau karya ilmiah yang dipublikasikan pada media yang terindeks Scopus sangat diperlukan bagi dosen untuk melengkapi syarat kepangkatan atau jejang akademis. “Khususnya bagi kalangan dosen yang akan naik pangkat ke jenjang Lektor Kepala atau pun profesor,” tukas Hadiyanto.
Khusus penyelenggara seminar internasional yang memilih memublikasikan karya ilmiah peserta dalam bentuk prosiding, Hadiyanto mengutarakan banyak pilihan. Di antaranya Procedia (publisher Elsevier), AIP Scitation, IOP Conference dan IEEE.
“Tapi kita harus cek benar-benar, karena tidak semua media milik publisher itu terindeks Scopus. Procedia misalnuya, dari 24 media, setahu saya cuma tiga yang terindeks Scopus,” kata Hadiyanto, menambahkan (Eddy Jajang J Atmaja).