UBB Press / Eddy jajang, Ari Rizki
PATEN -- Dr Delianis MSc, dosen Undip (keenam dari kanan) berfoto bersama dosen Universitas Bangka Belitung (UBB), usai menjelaskan seputar penyusunan draft paten dan kekayaan intelektual (HaKI) bagi dosen UBB di Ruang Akustik Gedung Timah 1 Kampus Terpadu UBB, Balunijuk, Bangka, Senin (19/03/2018).
BALUNIJUK, UBB -- Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa tidak lagi ditentukan oleh banyaknya sumberdaya alam (natural resources) yang dimilikinya. Melainkan sangat ditentukan oleh banyaknya jumlah karya intelektual yang dihasilkan bangsa itu.
“Semakin banyak karya intelektual yang dihasilkan suatu bangsa, maka semakin sejahtera negara dan masyarakatnya!,” tegas Dr Delianis Pringgenies MSc, dosen Universitas Diponegoro (Undip) ketika tampil sebagai mentor ‘Penyusunan Draft Paten dan Kekayaan Intelektual (KI) bagi dosen UBB’, di Ruang Akustik Gedung Timah I, UBB, Senin (19/03/2018).
Dalam pelatihan yang diikuti 10 dosen dan dibuka resmi Dr Tri Lestari (Dekan Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, UBB) ini, Delianis menunjukkan fakta sejumlah negara maju yang menghasilkan jumlah paten yang besar, seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea Selatan Republik Rakyat Cina (RRC).
“Fakta baru sudah menunjukkan bukti itu. Kekayaan suatu negara berikut ketahanan ekonominya, justeru terletak pada beberapa banyak hak paten dan hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki warga, akademisisi, pelaku seni dan industriawan negara tersebut!,” ujar Delianis yang di kalangan ahli bioteknologi dikenal memiliki sejumlah hak paten dan merek.
Delianis menggarisbawahi begitu besar dan strategisnya kekayaan intelektual (KI) dalam ketahanan ekonomi suatu negara. Karena menurut dia, perputaran ekonomi dunia saat ini, terlebih di masa depan, sebagian besar dikuasai oleh aset tak berwujud (intangible) berupa KI.
“Tujuh puluh perekonomian dunia saat ini dikuasai oleh aset harta benda bergerak tak berwujud. Atau populer dikenali sebagai aset intangible,” ujar Delianis
Terlebih lagi lanjut Delianis dalam skema perdagangan bebas saat ini. Paten dan KI semakin menjadi tolok ukur dayasaing suatu bangsa atau negara. Pasalnya, perdagangan bebas yang didukung oleh perkembangan teknologi informasi itu berbasis sistem KI.
“Oleh karena itu Kemenristekdikti mendorong dan menyokong penuh para akademisi dan peneliti di Indonesia untuk mematenkan karyanya. Selain untuk melindungi kekayaan intelektual penemunya, paten dan KI juga menjadi lokomotif pemasukkan pendapatan negara dan bangsa,” ujar Delianis.
Mengutip data tentang fakta teknologi yang diberi paten di Indonesia dan dibandingkan dengan luar negeri, Delianis mengemukakan paten di dalam negeri (DN) terhitung sejak 1992 hingga 2014 berjumlah 1.209.
Sementara dalam kurun waktu yang sama, paten di luar negeri (LN) mencecah 34.061. Ini berarti paten DN berada pada posisi 3,27 persen dibandingkan paten LN menempati posisi 92,23 persen.
Sedangkan dalam paten sederhana, jumlah yang diberikan di DN -- kurun waktu 1992-2014 – berjumlah 1.038, sementara LN berjumlah 624.
Ia yakin hak paten dan KI Indonesia akan kian banyak, seiring deras dan banyaknya pelatihan penyusunan paten dan KI yang digelar di seluruh perguruan tinggi negara ini.
“Kita yakin paten dan KI kita (Indonesia) akan semakin banyak di masa depan,” ujar dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip ini.
Dalam penyusunan draf paten dan KI bagi dosen UBB, Delianis langsung mementori dalam hal mengisi kolom-kolom yang menjadi persyaratan penyunsunan draft paten dan KI. Masing-masing dosen diminta untuk mengisi kolom sesuai paten yang akan diajukan.
“Saya yakin UBB pun akan banyak memilik paten dan HaKI. Sebab potensi temuan baru sangat besar. Belum lagi didukung oleh besarnya minat dan gairah dari peneliti dan akademisi UBB itu sendiri untuk mematenkan KI mereka,” tukas Delianis(Eddy Jajang Jaya Atmaja, Ari Riski)