UBB Press / Eddy jajang, Ari Rizki
FOTO BERSAMA -- 40 peserta Munas HKPSI ke 9 dari 22 universitas seluruh Indonesia berfose bersama saat pembukaan munas di Gedung Graha Timah Pangkalpinang, Selasa (1/05/2018) pagi.
PANGKALPINANG, UBB -- Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (UBB) menjadi tuan rumah Musyawarah Nasional (Munas) Himpunan Komunitas Peradilan Semu Seluruh Indonesia (HKPSI) ke-9 tahun 2018 yang berlangsung 1 hingga 4 Mei di Pangkalpinang.
Mengusung tema ‘Membangun Peradaban Bangsa yang Kritis dan Anti Korupsi’, Munas HKPSI dibuka resmi Sekretaris Jurusan Fakultas Hukum (FH) UBB Rio Armanda A SH MH (mewakili Dekan FH) di Gedung Graha Timah ini, diikuti 40 peserta dari 22 universitas di seluruh Indonesia.
Pembukaan Munas HKPSI ke-9 berlangsung hikmat dan penuh semangat. Diiringi instrumentalia lagu perjuangan, pembawa acara meminta perwakilan delegasi berjalan ke podium dengan membawa bendera perguruan tinggi masing-masing.
Ke 22 universitas yang mengirimkan delegasinya ke Munas HKPSI ke-9, di antaranya berasal dari Universitas Atmajaya (Jakarta), Trisakti (Jakarta), UII (Jogyakarta), Kris Dwipayana, IAIN Langsa Aceh, Universitas Cendrawasih, Universitas Lampung dan Universitas Bengkulu.
Suasana pembukaan munas yang semula hikmat, berubah menjadi ‘sakral’ manakala Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tari UBB mempersembahan tari pembuka tradisi Bangka Belitung.
“Tahun ini Babel sebagai tuan rumah. Kita memang sengaja mengajukan diri sebagai tuan rumah pada Munas HKPSI ke delapan tahun 2017 yang digelar di Ambon, Maluku,” ujar Rio Armanda, yang adalah juga Pembina Komunitas Peradilan Semu (KPS) FH UBB.
Menurut Rio, HKPSI merupakan salah satu himpunan organisasi mahasiswa hukum terbesar di Indonesia. Organisasi ini setiap tahun menggelar munas di kota yang telah disepakati peserta munas pada tahun sebelumnya.
“Munas HKPSI selain ajang mempertemukan delegasi untuk membicarakan kemajuan organisasi dan peradilan di Indonesia. Juga, menjadi ajang promosi piala kejuaraan peradilan semu yang biasa digelar sepanjang tahun oleh banyak fakultas hukum di Indonesia,” terang Rio.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, HKPSI didirikan Maret 2010, setelah sejumlah delegasi mahasiswa dari 12 universitas dari penjuru tanah air mendeklarasikan berdirinya organisasi ini. Kemudian mereka menggelar munas pertama di Universitas Mataram, Lombok, NTB.
HKPSI hadir atas pemikiran awal bahwa banyak sekali fakultas hukum di Indonesia menggelar kompetisi peradilan semu (moot court competition, MCC). Mengingat peradilan semu sebagai simulasi sidang peradilan yang cukup bergengsi di kalangan mahasiswa fakultas hukum.
Sejumlah persoalan seperti jadwal penyelenggaraan antarMCC yang saling berbenturan, di samping ‘technical meeting’ yang kala itu belum ada standar baku. Semua itu menjadi dasar pijakan untuk segera membentuk organisasi khas, yang diberi nama HKPSI.
Selama mengikuti munas, seluruh delegasi dari luar Pulau Bangka Belitung menginap di sebuah hotel di Kota Pangkalpinang. Penutupan Munas HKPSI ke-9 senditi akan digelar 4 Mei di Rektorat UBB, Kampus Terpadu Balunijuk, Merawang.
“Sebagai bagian dari promosi kepariwisataan Bangka Belitung, mereka pun sudah kita atur untuk mengikuti tur kota atau city tour. Mereka akan kita bawa melihat Museum Timah, Pantai Parai dan beberapa destinasi lainnya di Pulau Bangka,” ujar Rio.
Apa itu Peradilan Semu!
Istilah peradilan semu begitu akrab dan populer bagi kalangan mahasiswa fakultas hukum. Namun untuk kalangan awam istilah ini kurang populer.
Rio Armanda dalam kesempatan terpisah, Selasa (1/05/2018) petang, menjelaskan peradilan semu adalah sesuatu persidangan yang menggambarkan tata cara sidang perkara di persidangan, layaknya sidang sesungguhnya.
“Baik ranah pidana ataupun HTN (Hukum Tata Negara). Penampilan persidangan semu pada dasarnya sebuah persidangan layaknya teater atau drama. Namun yang membedakan adalah sebelum melakukan simulasi sidang, terlebih dahulu harus dilakukan pembuatan berkas sesuai alur penyelesaian sebuah kasus dalam ranah hukum,” kata Rio.
Sebagai contoh, lanjut Rio, jika kasusnya adalah kasus pidana, berkas akan dimulai dari tahap penyidikan oleh penyidik. Kemudian lanjut ke tahap penuntutan oleh jaksa penuntut umum.
“Baru kemudian masuk ke berkas persidangan, sampai adanya putusan akhir,” terang Rio.
Dalam suatu persidangan, tambah Rio, biasanya diperlukan tiga hakim, satu atau dua jaksa. Terdakwa untuk pidana dan tergugat dan penggugat untuk perdata. Saksi-saksi, juru sumpah dan panitra. (Eddy Jajang J Atmaja)