UBB Press / Eddy jajang, Ari Rizki
SALAM KOMANDO – Rektor UBB Muh Yusuf menerima cinderamata dari Gubernur Lemhannas Letjen (Purn) Agus Widjojo (kanan), usai keduanya memaparkan materi ketahanan nasional dalam Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) peserta PPRA 57 Lemhannas ke Bangka Belitung, di Ruang Pertemuan Rektorat UBB, Balunijuk, Merawang, Selasa (17/07/2018) petang. Rektor dan Gubernur Lemhannas menggelar salam komando.
MERAWANG, UBB -- Sebanyak 25 peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 57 Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) berkunjung dan berdialog dengan Sivitas Akademika Universitas Bangka Belitung (UBB) di Ruang Pertemuan Gedung Rektorat UBB, Balunijuk, Merawang, Bangka, Selasa (18/07/2018) siang.
Kunjungan peserta PPRA 57 Lemhannas ke UBB dipimpin langsung Gubernur Lemhannas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, didampingi Ketua Kelompok Pembina Masrda TNI Gutomo SIP. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), sejak 16 hingga 19 Juli 2018.
Kunjungan PPRA 57 Lemhannas disambut hangat Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf MSi, Warek 1 UBB Dr Ir Ismed Inonu MSi, Warek II Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS, seluruh dekan dan unsur pimpinan di lingkungan UBB, Presiden dan Gubernur Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UBB.
Dalam kunjungan yang dilanjutkan dengan diskusi dan tukar pengalaman antara peserta PPRA 57 dengan sivitas Akademika UBB, Rektor Muh Yusuf -- yang didampingi Warek II Prof Eddy Suprayitno MS -- memaparkan secara rinci kajian ilmiah berjudul “Peran UBB dalam Pembangunan Nasional di Daerah Menghadapi Tahun Politik 2019”.
Agus Widjojo, dalam sambutannya secara panjang-lebar menjelaskan fungsi dan peran Lemhannas sebagai Lembaga Pemerintah non Departemen (LPND). Lemhannas bertanggungjawab kepada Presiden Republik Indonesia. Sementara kajian strategis yang dilakukan lembaga ini diserahkan kepada pemerintah sebagai dasar membuat rekomendasi.
“Sebagai LPND, Lemhannas melaksanakan tiga fungsi. Pertama, melaksanakan pendidikan kepemimpinan tingkat nasional. Kedua, melakukan kajian strategis. Ketiga, pelatihan pemantapan nilai-nilai kebangsaan,” ujar Agus yang menjabat sebagai Gubernur Lemhannas sejak 15 April 2016.
Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah, 8 Juni 1947 ini menjelaskan jenis atau macam pendidikan kepemimpinan tingkat nasional. Satu di antaranya ialah pendidikan reguler dengan peserta setingkat eselon 2, berlangsung selama delapan bulan.
“Selain itu, Lemhannas juga menggelar program pendidikan singkat. Berlangsung selama lima bulan, dengan peserta setingkat eselon 1. Khusus perserta pemimpin daerah, lama pendidikan antara tiga hingga empat bulan,” tukas Agus, putra Pahlawan Revolusi Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo ini.
Dikemukakan, di luar pendidikan reguler dan pendidikan singkat, Lemhannas juga menggelar pembekalan -- dikemas dalam bentuk pelatihan atau kursus -- yang dirancang khusus untuk komponen masyarakat. Pelatihan jenis ini berlangsung selama dua hingga tiga minggu.
Menurut Agus, dalam kaitan melaksanakan kajian strategis, Lemhannas berada pada tingkat untuk bertanggungjawab kepada presiden. Pengkajian itu nantinya bermuara kepada pembuatan rekomendasi bagi pemerintah, yang disampaikan melalui Menkopolhukam (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan).
“Fungsi Lemhannas ketiga adalah menyelenggarakan pemantapan nilai-nilai kebangsaan. Nilai-nilai itu terkandung di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai Kebhinnekaan Tunggal Ika,” ujar Agus, mantan Komandan Staf dan Komando (Sesko TNI).
Agus, lulusan Akademi Militer tahun 1970, mengemukakan peserta pendidikan reguler yang berlangsung selama delapan bulan, harus mengikuti dua kali studi strategis. Yaitu masing-masing satu kali untuk Studi Stategis Dalam Negeri (SSDN) dan Studi Strategis Luar Negeri (SSLN).
“Core (inti) dari program pendidikan ini adalah konsensus kebangsaan. Untuk mudah diingat, dapat dilihat dari doktrin-doktrin nasional. Yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Agus yang pernah menjadi Wakil Ketua MPR RI mewakili Fraksi TNI/Polri periode 2001-2003, menggantikan Hari Sabarno yang diangkat menjadi menteri dalam Kabinet Gotong Royong.
Mengupas mengenai SSDN dan SSLN, Agus -- yang pernah mengikuti ‘Peacekeeping Operation, International Comission of Control and Supervision in Vietnam’ pada tahun 1973 --, mengemukakan studi strategis itu pada hakekatnya peserta turun ke lapangan untuk mencocokkan antara apa yang didapatkan dari kurikulum dengan kondisi nyata di lapangan.
“Konsensus kebangsaan itu berujung kepada ketahanan nasional. Yaitu bagaimana sebuah bangsa bertahan untuk menghadapi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT-red) nya. Setiap menghadapi AGHT, (suatu bangsa-red) selalu mampu untuk kembali pada kondisi idealnya semula!,” tegas Agus, yang pada tahun 1975 hingga 1976 aktif dalam ‘Peacekeeping Operation, United Nations Emergency Force Sinai’.
“Studi Strategis Dalam Negeri itu sendiri pada intinya (turun ke lapangan-red) meninjau sejauhmana ketahanan suatu daerah di dalam wilayah. Itu semua diperlukan untuk (menyusun) kurikulum ketahahanan nasional,” urai Agus (Eddy Jajang J Atmaja/Ari Riski).