UBB Press / Eddy jajang, Ghiri
BERFOSE DI DEPAN TUGU WISATA -- Rektor UBB Muh Yusuf, Juru Pelihara (Jupel) Situs Kota Kapur, Mahadir, mahasiswa KKN UBB Angkatan XIII, warga Kota Kapur dan wartawan berfose didepan tugu Informasi wisata Kota Kapur, Sabtu (18/08/2018) siang.
KOTA KAPUR, UBB -- Universitas Bangka Belitung (UBB) serius dalam mengangkat kesejarahan yang tersimpan di Situs Kota Kapur. Untuk itu UBB akan menjalin kerjasama dengan ITB dan UGM.
“Di UBB memang tak ada arkeolog. Kita akan kerjasama dengan ITB dan UGM. Dua universitas ini punya jurusan arkeologi,” ujar Muh Yusuf, Rektor UBB di Posko KKN UBB Kota Kapur, Sabtu (19/08/2018) siang.
Berbicara dalam dialog dengan mahasiswa KKN UBB, rektor mengemukakan Situs Kota Kapur memiliki nilai kesejarahan yang sangat tinggi.
Prasasti ‘persumpahan’, contoh rektor, menggunakan Bahasa Melayu Kuno dan ditulis dalam aksara Pallawa merupakan satu dari empat prasasti yang menandai hadirnya kerajaan maritim Sriwijaya.
UBB melalui mahasiswa KKN, sambung rektor, telah melakukan pendataan yang sangat berguna bagi pengembangan wisata di Kota Kapur.
“Seperti pembuatan peta spasial hingga ke pulau-pulau, membuat Kamus Bahasa Kota Kapur dan sebagainya. Tapi itu perlu ditindaklanjuti dengan melibatkan pakar lain dan arkeolog,” ujar Muh Yusuf.
Penglibatan ahli dan arkeolog dinilai penting untuk memvisualisasikan wujud tinggalan Kedatuan Sriwijaya itu. Bila itu dilakukan maka Kota Kapur sebagai destinasi wisata sejarah akan ramai dikunjungi wisatawan.
Menurut rektor rekaman data, informasi dan gambar dan video selama 40 mahasiswa KKN UBB di Kota Kapur, akan dijadikan bagian dari rekomendasi UBB.
Rekomendasi itu selanjutnya akan dikirim kepada Bupati Bangka dan Gubernur Bangka Belitung.
“UBB serius dalam mengangkat potensi yang ada di Kota Kapur. Di samping menjalin kerjasama dengan ITB dan UGB, UBB juga mengikhtiarkan dana penelitian dari Kementistek Dikti,” tegas Muh Yusuf.
“Dana penelitian dari Kemenristek Dikti perlu ada, untuk memperkuat dan memerkaya data penelitian tentang Kota Kapur. Tentu kita nanti akan membentuk tim bersama yang beranggotakan ITB, UGM, UBB, Pemkab Bangka dan Pemprov Babel,” sambung rektor.
Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan tidak adanya bagunan bersejarah yang wujud di Situs Kota Kapur, membuat minat pengunjung ke sana kian berkurang.
Situs Kota Kapur dengan luas 132 hektar, secara kasat mata hanya terdapat benteng tanah, gundukan tanah -- di dalamnya berisi runtuhan candi --, batu petanda bekas penggalian arkeologi di lokasi Candi 1 dan Candi 2, serta tanaman keras warga masyarakat.
Rektor menjelaskan artefak dan informasi temuan para arkeolog, bila dijalin sedemikian rupa bisa mengungkapkan wujud benda bersejarah secara relaif utuh.
“Seperti ditempat saya di Seragen, temuan fosil purba manusia Sangiran, bisa dirangkai kembali oleh ahlinya. Ahlinya (arkeolog) ada di UI, ITB dan UGM,” ujar Muh Yusuf.
Sementara itu Juru Pelihara (Jupel) Situs Kota Kapur, Mahadir, mengemukakan dalam beberapa kali eksavasi yang dilakukan tinggalan atau artefak yang ditemukan tidak utuh.
“Ada berupa arca, batu reruntuhan candi dan susunan bata candi. Tahun 2007, emas berupa perhiasan pernah ditemukan saat eksavasi di Candi 3. Tahun 2018 pun pernah ditemukan emas,” terang Mahadir.
Mengutip Ali, Jupel Situs Kota Kapur lainnya, Aulia salah seorang anggota tim pemetaan KKN UBB, Sabtu (18/08/2018) saat ditemui di lokasi situs mengemukakan di lokasi Candi 2 di sekitar kebun lada warga ditemukan batu yang dibawahnya terdapat kolam dipercaya sebagai pemandian raja.
“Lokasi ini ditandai dengan batu di lokasi bekas eksavasi,” ujar Aulia.
Batu candi di Situs Kota Kapur diakui Mahadir merupakan batu kapur, seperti terongok di atas gundukan tanah yang sengaja ditimbunkan di atas Candi 3.
“Batu kapur itu bukan berasal dari Pulau Bangka,” ujar Mahadir (Eddy Jajang J Atmaja, Ghiri Basuki)