Kuliah Umum Prodi Biologi; Konservasi serta Regulasi Tata Kelola dan Pemanfaatan Fauna

Penulis: Editor | Ditulis pada 21 Januari 2020 17:12 WIB | Diupdate pada 21 Januari 2020 17:15 WIB


Balunijuk (UBB) – Program Studi Biologi Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi (FPPB) Universitas Bangka Belitung (UBB) gelar Kuliah Umum dengan tema “Konservasi Fauna Indonesia dan Regulasi Tata Kelola Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar” di Ruang Seminar Gedung Daya FPPB, Kampus Terpadu UBB, Selasa (21/01/2020) pagi.

Kuliah umum mengundang pemateri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Amir Hamidy (Pakar Herpetofauna dan Kepala Laboratorium Biosistematika Amfibi dan Reptil, Bidang Zoologi, Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong).

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan yaitu mahasiswa UBB, Alobi Foundation, staff  Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), media lokal, serta dosen di lingkungan Prodi Biologi.

Foto 1: Dr Amir Hamidy M.Sc memberikan kuliah umum dihadapan mahasiswa dan peserta kuliah umum tentang amfibi dan menjelaskan beberapa penemu yang berasal dari Indonesia.

Amir Hamidy mengatakan bahwa dilakukannya kuliah umum ini bertujuan memberikan gambaran terkait status konservasi yang berpotensi untuk melakukan suatu riset mengenai hal tersebut. “Memberi gambaran tentang status konservasi spesies, perlindungan jenis, kriteria status konservasi, lalu peraturan perundangan. Kemudian juga potensi untuk melakukan riset-riset dasar terkait informasi yang dibutuhkan untuk menentukan status konservasinya,” ujar Hamidy.

Pada kuliah umum ini, beliau memaparkan sejumlah data terkait jumlah spesies dari beberapa kelas hewan yang ada di Indonesia dan beberapa satwa yang berstatus dilindungi. Indonesia, seiring dengan perkembangan penelitian terkait keberadaan fauna hingga saat ini mempunyai 746 jenis reptil serta 473 jenis amphibi. “di Indonesia dari jenis amfibi hanya satu spesies yang berstatus dilindungi yaitu spesies kodok merah (Leptophryne cruentata),” ujar Hamidy.

Selain dari keluarga amfibi terdapat beberapa jenis hewan lain di Indonesia dengan status dilindungi, contohnya kura-kura baning cokelat (Manouria emys), labi-labi moncong babi, ular sanca hijau (Morelia viridis), biawak Kalimantan (Lanthonotus borneensis), soa payung (Chlamydosaurus kingii), biawak misol, biawak hijau, biawak aru, komodo (Varanus komodoensis), serta semua jenis penyu di Indonesia sudah berstatus dilindungi.

Peneliti yang juga sebagai Indonesian coordinator  for scientific authority of CITES dan Kepala Laboratorium Sistematika Amfibi dan Reptil Museum Zoologi Bogor ini menjelaskan bahwa CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) berfungsi untuk mengawasi perdagangan internasional dan mencegah kepunahan secara global.

“Agar tidak terjadi kepunahan spesies maka harus diawasi peredarannya di seluruh dunia, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tindakan yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu melakukan pengawasan dengan melaporkan berapa jumlah spesies yang ada hingga saat ini serta membatasi proses ekslpoitasi,” pungkas Hamidy.

Dalam implementasi CITES, diterapkannya sistem dua pintu pengendalian lalu lintas peredaran atau perdagangan tumbuhan dan satwa liar langka, yang pertama di negara pengekspor dan kedua di negara pengimpor. Tiap negara peserta wajib mengadakan pemeriksaan terhadap spesimen yang terdaftar dalam kategori Appendiks I, II, dan III yang masuk atau keluar dari wilayah negara tersebut.

BKSDA dan LIPI selaku lembaga yang memiliki wewenang dalam implementasi CITES di Indonesia harus berjalan sinergis yang masing-masing memiliki peranan yaitu BKSDA selaku management authority memastikan implementasinya betul-betul bisa dilaksanakan, sedangkan LIPI selaku scincetific authority menjamin bahwa rekomendasi yang diberikan itu berdasarkan  informasi-informasi ilmiah.

Hamidy menghimbau agar para mahasiswa aktif melakukan penelitian dan identifikasi spesies baru, karena spesies baru bisa saja mempunyai manfaat, contohnya komodo yang ditemukan tahun 1912, dunia baru mengetahui komodo memiliki potensi antibiotik lewat darah pada tahun 2016.

Amir Hamidy berpesan kepada mahasiswa agar menumbuhkankan minat untuk meneliti dan mengkaji mengenai keanekaragaman jenis fauna terutama amfhibi dan reptil di Pulau Bangka.

Di akhir kegiatan, Ketua Jurusan Biologi Dr. Eddy Nurtjahya, M.Sc memberikan penghargaan berupa sertifikat kepada Dr. Amir Hamidy., M.Sc, dilanjutkan dengan foto bersama.(Ars/Humas)


Topik

FPPB_UBB Biologi_UBB
. ayar