FISIP UBB, ICoAC 2020: Cendekiawan Muslim Prof. Azyumardi Azra Bahas Strategi Komprehensif dalam menghadapi Radikalisme dan Terorisme Global

Penulis: Editor | Ditulis pada 01 Maret 2020 18:50 WIB | Diupdate pada 01 Maret 2020 18:50 WIB


Prof. Azyumardi Azra (Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Cendekiawan Muslim) saat sedang memberikan materi perkuliahan pada pertemuan ke-5 International Class on Asian Community 2020

Balunijuk (28/2) - Pertemuan Ke-5 dari 14 pertemuan International Class on Asian Community 2020 kerjasama antara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bangka Belitung (UBB) dengan One Asia Foundation bertema “Conflict, Terrorism, and Radicalism: Against The Wall of Nations” diselenggarakan di Ruang Rapat Besar, Gedung Rektorat, Kampus Terpadu Universitas Bangka Belitung, Jum’at, 28 Februari 2020.

Narasumber dalam pertemuan ke-5 ini adalah Prof. Azyumardi Azra (Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) serta moderator pada pertemuan ini adalah Rendy, M.A. (Dosen Ilmu Politik FISIP UBB). Kegiatan perkuliahan dibuka dengan welcome speech yang disampaikan oleh Tiara Ramadhani, M.Kessos., (Dosen Sosiologi FISIP UBB).

Conflict, Terrorism, and Radicalism: Against the Wall of Nations

Prof. Azyumardi Azra merupakan seorang Cendekiawan Muslim. Beliau merupakan Rektor UIN Syarif Hidayatullah periode tahun 1998 sampai tahun 2006. Pada tahun 2010, Prof. Azyumardi Azra memperoleh titel Commander of the Order of British Empire (CBE), sebuah gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris, dikarenakan dampak positif atas pekerjaannya.

Mengawali perkuliahan, Prof Azyumardi Azra menjelaskan tentang strategi untuk perdamaian, diantaranya 1) Komprehensif, berjangkauan luas; mengadvokasi sikap tulus melawan radikalisme di berbagai tingkat masyarakat; 2) Multi dan antar-institusi baik di tingkat domestik, regional (seperti ASEAN) dan global yang lebih luas; 3) Pencegahan pada akar penyebab radikalisme dan terorisme; kurangnya kesejahteraan sosial - ekonomi, pendidikan; 4) Program deradikalisasi dan kontra-radikalisasi yang komprehensif yang melibatkan kementerian/lembaga pemerintah, organisasi keagamaan/masyarakat sipil, lembaga pendidikan dan masyarakat di tingkat lokal, nasional dan regional.

Prof Azyumardi Azra juga menjelaskan tentang pentingnya penguatan hukum melawan terorisme termasuk ketentuan yang lebih tegas. Pencegahan sejak awal tanda/indikasi radikalisme dan terorisme merupakan hal yang urgent untuk dilakukan. Lembaga penegak hukum, seperti Densus 88, harus lebih tegas terhadap kelompok radikal dan teroris dan seharusnya tidak ada 'pembiaran', seolah-olah memaafkan kekerasan. Serta dalam proses penegakan hukum harus bersikap adil dan manusiawi. Pengadilan juga harus lebih tegas dalam menegakkan keadilan.

Untuk mencegah radikalisme dan terorisme, perlu pendekatan kesejahteraan (peningkatan ekonomi). Orang miskin dan pengangguran adalah yang paling rentan terhadap radikalisme dan terorisme. Pertumbuhan ekonomi harus berjalan seiring dengan keadilan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan orang miskin.

Pendidikan adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu harus dapat diakses oleh semua orang untuk mencapai mobilitas intelektual, ekonomi dan sosial. Institusi pendidikan telah ditargetkan oleh kelompok radikal dan teroris sebagai dasar utama rekrutmen. Kementerian yang bertanggung jawab harus mengambil kebijakan dan tindakan preventif untuk mencegah infiltrasi gagasan radikal yang dibawa oleh orang-orang tertentu (pemberi khotbah atau guru yang diundang). Kepala sekolah dan guru harus disadarkan tentang infiltrasi dan penyebaran ide-ide radikal melalui kegiatan pengajaran dan ekstra kurikulum. Para guru harus dilatih dalam ideologi nasional dan keamanan negara serta bangsa dalam hubungannya dengan penciptaan kawasan (ASEAN) dan perdamaian global.

Masyarakat sipil berbasis agama memainkan peran yang sangat penting dalam penciptaan kesejahteraan sosial-keagamaan. Indonesia dianugerahi dengan keberadaan organisasi Islam moderat seperti NU, Muhammadiyah, dan banyak lainnya;

NU dan Muhammadiyah adalah paradigma khas Islam Asia Tenggara. Muslim Indonesia atau Asia Tenggara memiliki ekspresi sosial-budaya yang khas. Islam Indonesia harus lebih tegas untuk memainkan peran yang lebih besar dalam mediasi dan penciptaan perdamaian di tingkat regional ASEAN dan internasional.

Saat selesai memberikan materi, peserta Kelas Internasional dipersilahkan mengajukan pertanyaan. Mahasiswa terlihat aktif bertanya, dan tertarik dengan materi yang dipaparkan. Kegiatan ditutup dengan pemberian doorprize kepada peserta yang aktif dalam kegiatan perkuliahan.


Topik

FISIP_UBB
. ayar