+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
22 Oktober 2008 | 13:52:47 WIB


PENGABDIAN (Renungan Tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi)


Ditulis Oleh : Admin

Adalah Dr. Latif Wiyata, salah satu tutor pelatihan penulisan naskah ilmiah Dikti, yang menekankan pentingnya seorang dosen mengamalkan Ulasan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Doktor antropologi yang menjadi dosen di Jurusan Sosiologi Universitas Jember tersebut memprihatinkan seorang dosen yang hanya bisa mengajar, tetapi tidak cakap dalam meneliti dan mengabdi kepada masyarakat. Menurutnya, ruh seorang dosen terletak pada tiga tridharma tersebut. Pak Latif berguyon Jangan jadi dosen yang hanya bisa mengajar, tetapi sangat jarang beraktivitas di luar untuk pengabdian. Kalau pagi ke kampus, sore pulang ke rumah. Begitu saja seterusnya. Meleset dikit jemput anak atau mengantar istri, ucapnya sambil terkekeh.

Berikutnya, dalam sebuah seminar, saya berkesempatan diskusi dengan salah satu dosen STAIN SAS Babel. Penggalan katanya yang menarik kira-kira begini Saya itu tidak setuju kalau seorang dosen mengajar terlalu banyak karena akan mematikan produktivitas. Dengan banyak berdiri di kelas, seorang dosen terlalu banyak mensia-siakan umurnya.

Dua ilustrasi di atas mewakili kaum yang menekankan bahwa menjadi seorang dosen juga berarti menjadi seorang ilmuwan yang produktif menghasilkan karya ilmiah, juga berarti kontributif bagi pengembangan kualitas hidup masyarakat disekitarnya melalui serangkaian pengabdian masyarakat, selain tugas minimal untuk disebut sebagai seorang dosen, yaitu mengajar. Masalahnya, kerapkali masyarakat akademika sangat susah membedakan antara pengabdian masyarakat dengan tugas pribadi. Kerumitan masalahnya akan semakin bertambah jika tidak ada surat penunjukan dari atasan. Mispersepsi ini berdampak pada satu term: kecemburuan sosial. Sementara dosen A berasumsi membawa nama kampus, pada sisi lain dosen B justru mengatakan bahwa si A membawa misi untuk kepentingan profit pribadi.


Abdi

Suatu kali, saya terlibat perdebatan agak alot dengan salah seorang staf kampus yang menurut saya keliru menafsirkan definisi pengabdian masyarakat. Menurutnya, sebuah pekerjaan non-mengajar dikatakan sebagai pengabdian masyarakat jika dan hanya jika mendapatkan Surat Keputusan/Penunjukkan/Surat Tugas dari Dekan. Lalu saya mencontohkan surat keputusan rektor yang menunjuk saya dalam sebuah kepanitiaan untuk sebuah kegiatan kemitraan dengan lembaga pemerintahan, yang bersangkutan tetap ngotot mengatakan bahwa ini bukan tugas pengabdian, tetapi tugas pribadi karena tidak mendapatkan surat dari dekan. Padahal jelas sekali bobot pekerjaan tersebut membawa misi pengabdian kampus bagi sosialitas masyarakat dan pemerintahan, di samping juga dalam rangka membesarkan kiprah kampus.

Saya kok berpikir bahwa bagi sebagian civitas akademika, pengabdian masyarakat dilihat apakah sebuah pekerjaan dilakukan dengan imbalan atau tidak. Jika tidak memberikan keuntungan bagi yang menjalankan, maka pekerjaannya dapat didefinisikan sebagai bagian dari pengabdian, tetapi jika mendatangkan keuntungan finansial secara pribadi, maka pekerjaan tersebut bukan bagian dari pengabdian masyarakat. Padahal kata abdi seharusnya tidak disibukkan dengan perdebatan soal fulus. Sederhananya, jika kita bekerja, konsekuensinya adalah imbalan. Yang repot, jika kita tidak bekerja, tetapi berharap imbalan, jika tidak maka berseliweranlah nuansa kecemburuan sosial. Walah-walah-walah.

Jauh sebelunya, saya sempat termehek-mehek melihat sebuah adegan langka. Seorang mahasiswa aktif menghadap dosen yang kebetulan adalah decision maker. Si mahasiswa berkeluh kesah tentang soal aktivitas kemahasiswaan di kampusnya yang dinilai tidak produktif seraya mencontohkan kampus lain yang mahasiswanya sibuk untuk menjadi agen perubahan. Dosen tersebut dengan entengnya menjawab: Deng lah, tu ukan gawe kita. Tugas kite di kampus ne hanye belajar. Dak usah mikir jauh-jauh (Sudahlah, itukan bukan kerjaan kita. Tugas kita di kampus ini hanya belajar. Jangan mikir jauh-jauh -red). Jujur saja saya shock. Harusnya dosen yang bersangkutan menawarkan alternatif kegiatan atau malah mengajak mahasiswanya untuk berpikir bersama-sama mengenai agenda yang patut dijadikan mata kegiatan. Saya menyimpulkan bahwa dosen demikian hanya mampu menjalankan fungsi sebagai guru sekolahan yang mengajar siswa untuk tetap patuh pada peraturan normatif, tidak cocok menjadi seorang dosen bagi mahasiswa yang memfungsikan diri sebagai artikulator pembangunan bangsa.


Bibit

Kampus adalah arena persemaian bagi para agen perubahan. Mahasiswa seharusnya mendapatkan godokan yang memadai agar dapat mengumpulkan modal sosial yang cukup terjun ke dunia praksis. Bagi lembaga pendidikan keilmuan berkelas sarjana, urusan idealisasi menjadi jauh lebih penting ketimbang persoalan teknis. Pendekatan akademiknya berbeda dengan pendekatan dunia akademi yang menyelenggarakan pendidikan diploma. Pada satuan mahasiswa sarjana, mahasiswa didaulat untuk menyiapkan koper das sein-seharusnya, bukan koper das sollen-senyatanya. Jadilah mahasiswa merupakan agen unik yang harus senantiasa peka dalam keseharian.

Jika demikian, maka tugas pengabdian masyarakat tidak hanya berada di pundak dosen, tetapi juga mahasiswa. Mengapa sebab seorang mahasiswa yang akan diwisuda menggunakan toga kebesaran ala tim hakim, jaksa, dan pengacara? Itu lantaran mahasiswa akan menjadi penentu gelindingan bola keadilan. Bak perangkat pengadilan, mahasiswa yang akan diwisuda harus menjadi penegak keadilan di masyarakat kelak. Itulah sebabnya, pelatihan sebagai abdi masyarakat sudah harus diperankan oleh mahasiswa sejak masih kuliah.

Lalu bagaimana jika dosen-nya hanya terbiasa mengajar alias jarang melakukan tugas pengabdian? Tunggu dulu, jangan-jangan dosen yang bersangkutan tidak faham dengan filosofi tridarma perguruan tinggi. Atau justru dosen yang bersangkutan pada saat menjadi mahasiswa dulu merupakan salah satu dari mereka-mereka yang pasif? Jika demikian, jangan berharap mahasiswanya akan produktif jika diasuh oleh dosen yang juga tidak produktif dalam kekaryaan.

Saya acungkan jempol pada satu orang kawan saya yang sebenarnya sudah cukup umuran, namun selalu menyatakan kesadaran bahwa ia memang kurang faham dalam dunia kampus dan oleh karenanya ia tidak sungkan bertanya jika bingung dan tidak sungkan meminta nasehat pada yang muda jika ia tidak mengerti. Tapi saya sungguh sedih pada sosok pendidik yang tidak pernah menyadari kekeliruan berkala yang dia buat, dan justru menanamkan aset kebencian dan ke-rese-an tingkat tinggi pada mereka-mereka yang terus belajar berbenah untuk memperbaiki diri.

Bibit unggul di tanam di tanah yang subur, dikelola oleh yang tidak profesional hasilnya membahayakan. Apalagi jika bibit jelek, di tanam di tanah yang jelek, dan dikelola oleh orang yang tidak profesional, maka hasilnya tidak akan hancur-hancuran. Bibit unggul harus di tanam di tanah yang subur dan dikelola oleh orang yang profesional, Insya Allah hasilnya akan mencapai summum bonum-kebaikan tertinggi ala Plato. ***

Written By :
Ibrahim
Dosen Prodi Sosiologi UBB


Approved By : Iksander UBB Press

UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota