+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
31 Desember 2008 | 19:31:30 WIB


Tips Menulis : Membangunkan Pujangga Tidur


Ditulis Oleh : Admin

Sebuah ide membakar pikiran saya berhari-hari

Apa gerangan yang membuat seseorang menulis? Apa yang sesungguhnya terjadi ketika seseorang memutuskan ingin jadi penulis? Apa yang ingin dicari seorang penulis? Dinamika apa yang sebenarnya terjadi antara penulis, pembaca, dirinya dan semesta raya?

Sudah cukup sering saya menjadi juri berbagai lomba penulisan. Ratusan naskah dari orang-orang yang ingin suaranya didengar, ingin suaranya menjadi pemenang apakah hadiah yang mereka cari? Ataukah ada yang lebih dari sekadar piagam dan uang? Sudah cukup sering juga saya dimintai pendapat atas naskah seseorang. Dari mulai yang meminta endorsement sampai yang cuma ingin dibaca saja. Kepuasan apakah yang sebetulnya didapat dari menuliskan puluhan bahkan ratusan lembar itu? Apa yang memotori para penulis itu merangkai kata? Apa yang sebetulnya mereka ingin bisikkan, teriakkan, dan tangiskan?

Tak terhitung juga banyaknya pertanyaan yang terlontar pada saya, menanyakan tips menjadi penulis, cara menulis yang baik, cara menuangkan ide ke dalam tulisan, bahkan sampai tips mencari judul dan nama tokoh. Beberapa kali saya memang pernah memberikan pelatihan penulisan, tapi hanya untuk beberapa jam saja. Yang paling intensif pernah saya lakukan untuk UNAIDS, mentoring selama dua hari, dan hasilnya menjadi sebuah buku ("Kartini Bernyawa Sembilan"). Dan dalam proses relatif singkat itu, tetap saja saya terusik, termenung, bahkan terpukau melihat transformasi yang bisa diperagakan seseorang ketika ia berhasil "disentuh" oleh kekuatan ilham. Dan saya pun bertanya-tanya, adakah caranya agar seseorang bisa menyiapkan dirinya untuk disentil dan disengat inspirasi?

Saya tidak pernah punya latar belakang sastra secara formal. Nilai di rapor saya untuk pelajaran Bahasa Indonesia selalu biasa-biasa saja. Tapi sejak balita, saya senang berkhayal dan melamun. Saya bisa melamun berjam-jam sebelum terlelap. Waktu kanak-kanak, saya bukan seorang kutu buku. Urat baca saya masih kalah dibandingkan kakak-kakak saya yang lain.Tapi saya amat senang membuat cerita. Saat itu dorongan menulis buat saya lebih kuat ketimbang membaca.

Saya juga pemerhati hal-hal remeh. Waktu kecil, saya sangat suka kelereng. Bukan untuk dimainkan, melainkan untuk diamati. Saya bisa menghabiskan waktu panjang hanya untuk mengamati sebola kelereng di terang lampu. Rasanya ada galaksi ajaib di dalam bola itu. Kilau yang dipantulkan kaca dalam kelereng seolah membentuk labirin dan bintang-bintang, dan saya terlongo-longo dipukau keindahannya. Saya juga kecanduan mengamati langit. Mencari bentuk dan wajah di awan, menghayati warna-warni senja sampai dada saya sesak oleh haru. Sebuah kebiasaan yang terus berlanjut hingga dewasa: mengamati angkasa hingga menunggu ia "berbicara" pada saya.

Entah mengapa, hal-hal kecil yang susah didefinisikan itulah yang justru terasa kokoh dan masif saat saya mengamati ke dalam diri untuk mencari pilar-pilar apa yang menjadi penyangga saya sebagai penulis. Bukan hadiah, ketenaran, piagam, atau uang, meskipun semua itu bisa jadi efek samping yang menyenangkan.

Sayangnya, pilar-pilar itu justru sering luput diamati. Kita malah lebih tertarik pada "kabut" yang menyelimuti seorang penulis ketimbang bara api yang membakarnya. Tidak heran ketika saya iseng survei "pelatihan penulisan" di internet, yang muncul adalah workshop untuk jadi penulis best-seller, workshop untuk jadi penulis profesional, workshop how-to menerbitkan buku, bahkan ada yang menjadikan nama saya sebagai iming-iming ("ingin menjadi penulis best-seller seperti Dee?"). Tidak ada yang salah atau buruk dari workshop semacam itu, bahkan pada level kebutuhan tertentu bisa jadi malah sangat berguna. Tapi perlu kita sadari bahwa penjelajahan superfisial otomatis akan membawa kita ke tempat-tempat yang superfisial, sementara penjelajahan yang sifatnya esensial tentunya akan membawa kita menelusuri gorong-gorong yang lebih dalam. Tergantung pada apa yang kita masing-masing butuhkan saat ini.

Jika ditanya, apa rahasianya agar bisa jadi penulis best-seller? Saya akan jujur menjawab: tidak tahu. Jadi, kalau satu saat nanti saya berkoar tentang bagaimana cara menulis buku laku, jangan pernah percaya. Saya sungguh-sungguh tidak tahu. Jika ditanya, apa rahasianya agar naskah kita diterima penerbit? Jujur, saya pun tidak tahu. Seperti jodoh, kita bisa punya sederet kriteria ideal, tapi pada akhirnya misterilah yang menautkan kita dengan seseorang. Begitu juga hubungan antara penerbit dan penulis. Sudah jadi cerita klasik bagaimana sebuah naskah ditolak sejumlah penerbit sampai akhirnya ada satu pintu yang membuka dan tahu-tahu naskah itu meledak menjadi best-seller. JK. Rowling mengalaminya, John Grisham mengalaminya, Sitta Karina mengalaminya, dan masih banyak lagi. Dan kalau ada yang bertanya, bagaimana sih caranya menulis? Jawaban saya pun tetap sama: tidak ada cara lain untuk menulis selain menulis.

Ada sesuatu yang sederhana yang kerap lolos dari pengamatan kita. Saya akan mengambil diri saya sendiri sebagai contoh. Ketika ditanya: bagaimana caranya agar tulisan kita dibaca orang? Hati saya tidak bereaksi. Datar dan hambar. Yang sibuk berputar untuk menjawab adalah kepala saya. Sementara ketika ditanya: apa motor yang menggerakkan saya berkarya, yang bisa membuat saya menggelepar seperti cacing kena garam, yang mampu membuat rahang saya kejang karena gemas, yang bisa melesatkan saya menembus atmosfer bahasa? Hati saya seketika tergetar. Ada sesuatu yang hidup, yang dahsyat, yang langsung mengaliri tubuh saya. Sementara kepala saya cuma bisa kelimpungan mencari penjelasan yang memang di luar kesanggupannya.

Sesuatu itu, teman-teman, adalah sesuatu yang paling penting untuk ditemukan. Sisanya bonus. Kepala Anda tidak bisa menjawabnya. Hanya hati yang tahu. Di titik pertemuan antara Anda dan bara api yang membakar jiwa Anda itulah kabut kepenulisan akan meluruh dengan sendirinya. Anda seketika bisa membedakan mana yang penting dan tidak penting. Mana yang esensi dan mana yang aksesoris.

Sekarang Anda mungkin tergerak untuk bertanya, bagaimana caranya mengalami pertemuan itu? Saya pun harus jujur menjawab: tidak tahu pasti. Namun kali ini saya tertarik ingin mencari tahu, bersama-sama dengan Anda. Sama halnya kita tidak tahu kapan petir akan menyambar, tapi kita bisa mempersiapkan diri untuk disambar petir.

Inilah ide yang sekarang tengah membakar saya, yang mudah-mudahan bisa saya laksanakan pada awal tahun depan: membuat sebuah workshop penulisan intensif, bukan untuk menjadi penulis best-seller, bukan juga untuk memenangkan lomba, bukan untuk karyanya diterima penerbit, melainkan untuk membangunkan sang pujangga yang tertidur.

Pernahkah Anda melihat kandang macan di siang hari? Binatang yang sangat indah, tapi cenderung membosankan berhubung kerjanya cuma tidur. Sekarang bayangkan macan itu adalah pujangga dalam diri kita. Sekalipun kita sudah banyak menciptakan kalimat-kalimat indah, belum tentu kita menyuarakan kejujuran kita yang terdalam. Saat kita melihat seekor macan tertidur di kandang, yang mengaum di kepala kita adalah cerita-cerita orang tentang macan, atau pengetahuan kita tentang macan yang didapat dari brosur, buku, atau teve. Tapi selama macan itu belum mengaum langsung, sesungguhnya kita tidak pernah mendengar suara dia yang sebenarnya.

Saya ingin mendengar macan itu mengaum dan merobekkan cakarnya. Bahkan lebih dari itu, saya ingin macan itu merdeka dari kandangnya kemudian berlari bebas dan kembali jadi raja hutan. Pujangga dalam diri kita kini terkurung dan tertidur pulas. Terbius oleh aturan dan kata-kata orang. Bahkan kebanyakan dari kita tak menyadari sang pujangga itu ada.

Di sinilah saya menemukan titik temu antara menulis dan meditasi. Writing and Zen. Di luar embel-embel gemerlap profesi penulis, kegiatan menulis adalah samurai tajam yang mampu mengupas lapis demi lapis diri kita. Siapa dan apa yang sesungguhnya bersembunyi di balik tabir pikiran dan baju kata-kata? Dari mana datangnya itu semua? Menulis juga mampu membantu kita berjarak dari kemelut ego, dari "aku" yang mengira dirinya pusat segala hal. Jarak tersebut memampukan kita untuk melihat sesuatu dengan lebih jernih, netral, tidak menghakimi. Itulah kepekaan yang ingin kita asah melalui meditasi. Dan kepekaan itu jugalah yang bisa kita asah melalui aktivitas menulis dalam konteks meditatif.

Berbeda dengan "pengetahuan" yang diturunkan secara estafet, Zen bagi saya adalah pengalaman langsung. A path of direct knowing. Sesuatu yang universal dan bisa diakses oleh siapa saja terlepas dari ragam latar belakang dan kepercayaannya. Pada hakikatnya "pengetahuan" sudah mati, sementara "mengetahui langsung" adalah aktivitas hidup yang terjadi secara spontan. Itu jugalah yang membedakan antara "menulis dari hati" dengan "menulis berpikir". Meski kita sering mengklaim bahwa tulisan kita adalah tulisan dari hati, seringkali yang terjadi adalah tulisan yang kita "pikir" dari hati. Sebaliknya, menulis dari hati juga bukan berarti tanpa proses berpikir sama sekali. Tapi dalam hal ini pikiran kita ditempatkan sebagai gerbong yang ditarik, bukan lokomotif.

Tentunya ini akan menjadi perjalanan yang membutuhkan banyak keberanian. Berani menghadapi diri sendiri dan bertarung dengan ketidakpastian. Tidak hanya bagi pesertanya tapi juga bagi fasilitatornya. Kita sama-sama tidak tahu macan jenis apa yang menunggu Anda di bawah sana. Bahkan kita tidak tahu akan menemukannya atau tidak. Tapi, tidakkah perjalanan ini menjadi sesuatu yang layak dicoba?

Workshop tersebut akan memiliki sebuah bunyi: ZWAMP!


Zen Writing Camp. Dua malam tiga hari. Hanya Anda, aksara, dan misteri. Sama-sama kita bersafari, membangunkan pujangga di dalam kandang, dan mendengarnya mengaumkan apa yang paling sejati.


Written By : Dewi Lestari di https://dee-idea.blogspot.com


UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota