+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
30 April 2009 | 18:46:05 WIB


Asal Usul Sejarah Tradisi Maras Taon di Pulau Belitong (Belitung) Babel


Ditulis Oleh : Admin

Maras taon adat barie Urang Belitong dan sampai saat ini masih tetap dilakukan di pulau Belitung namun banyak yang tidak mengetahui bagaimana asal maras tahun ini terjadi di Pulau Belitung.

Seorang mahasiswi bernama Filda tertarik untuk mengetahui asal muasal maras tahun sebagai bagian dari kegiatan di kampusnya , tentu ini sangat menarik sebab mengetahui budaya lokal sangatlah perlu buat generasi mendatang agar budaya ini tetap lestari Dari mana asal terjadinya Adat maras Taun? Apakah ada hubungannya dengan kerajaan yang dulu yaitu Badau atau Balok? : Maras Taun atau disebut juga Maras Taon. Bermuasal sejak kurun waktu yang tak diketahui pasti. Muncul dan berkembangnya prosesi itu seiring dengan pola pikir masyarakat tradisional Belitong. Mulanya penduduk atau masyarakat Belitong yang menempati bagian pesisir atau pedalaman daratan, hidup berelompok menempati wilayah pemukiman yang disebut Kubok dan Parong.

Penghuni Kubok merupakan komunitas kecil berasal dari sebuah keluarga yang kemudian berkembang menjadi beberapa keluarga hingga membentuk perkampungan kecil yang disebut Kubok dan Kubok ini dipimpin seorang yang dituakan disebut Kepala Kubok.

Penghuni Parong merupakan komunitas keluarga yang tidak berasal dari satu keluarga tapi dari beberapa keluarga dan jumlahnya lebih ramai hingga membentuk sebuah perkampungan.

Baik Parong atau pun Kubok dipimpin seorang ketua adat yang dituakan disebut kepala Parong atau kepala Kubok. Dituakan artinya memiliki kepiawaian, termasuk ilmu perdukunan, karenanya ketua kelompok itu juga otomatis merangkap menjadi dukun yang melindungi warganya.

Kemudian Parong atau Kubok beriring masa bertambah populasinya, ketika sudah menjadi sebuah perkampungan maka dukun tersebut tetap menjadi dukun sekaligus merangkap kepala kampungnya, kini dalam masyarakat Belitong dikenal adanya dukun kampong. Pola ini terus mentradisi hingga zaman ini, bahwa di tiap kampung harus tetap memiliki seorang dukun kampung disamping adanya lurah atau kepala desa sebagai pimpinan politis adminisratifnya.

Pembukaan Kubok atau Parong bermula dari membuka hutan guna untuk berladang padi tegalan; sebagai sumber makanan utamanya penduduk Belitong. Sebagai rasa syukur atas panen inilah kemudian diadakan perhelatan ritual Maras taun pada setiap tahunnya. Dalam rasa syukur ini dimintakan pada yang Maha Kuasa untuk keselamatan warga dan keberhasilan untuk panen di tahun mendatang. Rasa syukur ini pada awalnya disebut Memaras atau berselamatan tahun yang kemudian disebut saja dengan Maras Taon atau Maras tahun.

Tentu saja ketika munculnya kerajaan Badau yang kemudian digantikan kerajaan Balok, Maras taon tetap hadir pada tiap kampung yang sudah tersebar di kawasan kerajaan tersebut. Tidak ada terdengar jika kerajaan atau raja mempengaruhi tradisi tersebut. Malahan pada masa pemerintahan Raja balok Depati Cakraningrat II KA Mending 1661-1696, pada dukun diberi kekuasaan penuh untuk mengatur wilayahnya masing-masing. Hubungan kerajaan dengan pola tradisi masyarakatnya tetap harmonis, meskipun kedua raja kerajaan tersebut berasal dari luar Pulau Belitung. Badau dari Majapahit yang dikenal dengan sebutan Ronggo Udo dan raja terakhirnya ulama dari Gresik Jawa Timur yang disebut Ki Ronggo Udo. Begitu pun dengan Kerajaan Balok dipimpin oleh Ki Gede Yakob dari Mataram. Dan hingga kini tardisi ritual Maras Taon tetap langgeng.

Aliran Setara Guru dan Dukun Malaikat, dua aliran perdukunan yang sampai kini masih dianut para dukun yang ada di Belitong. Dalam perkembangan sejarahnya, perdukunan atau dukun di tanah Belitong mengalami inkulturasi dari budaya tradisi sebelumnya ke tradisi Islam sesudah itu. Kurun saat ini, kedua aliran itu tetap eksis. Keduanya bisa berdampingan seiring perubahan zaman. Kedua aliran itu tidak pernah dipertentangkan masyarakat kecuali beberapa dekade sebelumnya, ketika pada masa pemerintahan Depati KA Bustam 1700-1740 yang berseteru dengan Syech Abubakar Abdullah. Yang kemudian dalam masa itu, memunculkan Kepala Penghulu Belitong pertama yaitu KA Siasip, sebagai memimpin spiritual masyarakat yang mengatasnamakan Islam guna menangani kekeruhan dua aliran tersebut.

Kedua aliran dukun tersebut memiliki misi yang sama dalam praktiknya yaitu membantu tiap warga yang ingin mendapatkan pertolongan atau keselamatan, kesehatan atau ketenangan, baik di bidang matapencaharian atau ketentraman dalam kehidupan.

Tidaklah begitu dapat dibuktikan tentang adanya dukun santet di Belitung, meski sering terdengar isu pada masyarakat tradisi jika ada makhluk peliharaan sang dukun yang bernama Kedaong dan Pulong bahkan bermacam isu dari makhluk pengganggu lainnya. Namun justru semua asumsi tentang makluk jahat itu menjadi lawan daripada dukun yang menjadi pelindung warga tersebut.

Berbedaan dari kedua aliran tersebut jelas berbeda namun ia tidak lahir secara beriringan; Setra Guru jelas lebih dulu hadir di Belitung sebagai aliran perdukunan tertua, Setra Guru yang juga disebut Setera Guru atau Sutra Guru yang berasal dari bahasa sanskerta yang berarti mantra mulia. Sedangkan aliran Dukun Malaikat muncul setelah Islam masuk. Maka perbedaannya terdapat pada pola mantranya. aliran Setra Guru pada awalnya masih menggunakan mantra murni tanpa adanya penyertaan ayat-ayat suci Alquran. Namun ada juga yang menggunakan mantra campuran misalnya awal pembukaan mantra menyebut nama Illahi kemudian diteruskan dengan Mantra tradisinya. Sedang aliran Dukun Malaikat, murni menggunakan ayat-ayat suci Alquran. Jika ditanya, mana yang lebih makbul atau mujarab, jawabnya tergantung niat baik orang perorang. Karena mantra adalah bahasa suci untuk menyampaian niat atau keinginan yang baik agar dikabulkan oleh yang Maha Kuasa.

Bagaimana kedudukan dukun kampung dalam dua aliran tersebut? : Pada sepanjang kurun waktu hingga kini, Dalam komunitas perkampungan yang jumlahnya ratusan bertebaran seantero Belitung, masyarakatnya tetaplah menghormati dua aliran tersebut hingga dua aliran itu tetap eksis meskipun kini rata-rata para dukun sudah beragama Islam, namun mantra atau jampi yang diyakini mereka saling berbeda satu sama lainnya. Hal ini tidaklah menjadi pertentangan dari warganya, sejauh hal itu mendatangkan kebaikan maka itu tak masalah. Contoh sederhana adalah ritual selamatan kampung yang sampai saat ini, masih memakai peran serta benda-benda yaitu daun neruse

Apakah ada atau tidak hubungannya dengan adat Maras Taon? : Tentu saja ada. Maras Taun yang artinya selamatan tahun, yang selalu diadakan usai panen. Mengapa usai panen, tentu saja bertimbangan ekonomis, yaitu disaat penduduk sedang mengalami surplus dari hasil panennya, atau jika tidak surplus maka ritual itu dijadikan evaluasi tahunan guna melihat sejauh mana keharmonisan hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya.

Tag Keyword : Adat Tradisi Masyarakat Rakyat Orang Pulau Kepulauan Bangka Belitung Belitong Maras Taon Babel Indonesia Seni






Penulis : Ian Sancin: pemerhati budaya Bangka Belitung, pengasuh situs budaya www.begalor.com




UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota