+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
11 Juni 2009 | 19:13:28 WIB


IMPLEMENTASI MENGENAI HUKUM ALIH TEKNOLOGI


Ditulis Oleh : Admin

Alih Teknologi Bukan Pasar Baru



Sekretaris Eksekutif UNFCCC Yvo de Boer dalam makalah Technologies for Adaption to Climate Change menyatakan, salah satu metode yang penting dalam adaptasi perubahan iklim berkaitan dengan teknologi. Dunia memerlukan teknologi yang mampu menjawab kebutuhan terbesar; seperti mengatasi banjir, meningkatkan pertanian, dan mengurangi emisi karbon.

Namun negara-negara berkembang yang paling rentan dengan dampak perubahan iklim, justru tak memiliki teknologi tersebut. Masalah ini menjadi salah satu agenda UNFCCC COP 13 Bali kali ini. Para pemimpin dunia merancang kerangka negosiasi alih teknologi antara negara maju dan berkembang.

Sayangnya, alih teknologi tersebut secara bersamaan justru memperbesar peluang pasar industri teknologi negara-negara maju sendiri. ?Atas nama perubahan iklim, negara-negara maju sekarang punya kesempatan menjual teknologi mereka ke negara-negara berkembang,? kata Martin Kohr dari Third World Network, di Nusa Dua, Bali.

Peluang ini didukung rencana perdagangan bebas dari World Trade Trading. Perdagangan bebas akan dijalankan secara global dimana pertukaran barang dan jasa dilakukan tanpa peraturan ketat pemerintah. Beberapa peraturan yang ?ditembus? antara lain pajak, pemberlakuan tarif atau non tarif lainnya seperti legislasi dan kuota dagang. Perdagangan bebas akan lebih mengandalkan hukum pasar sebagai bentuk liberalisasi dagang.

Perdagangan bebas ini di waktu bersamaan berpotensi menghalangi perlindungan atas konsumen. Dalam konteks perubahan iklim, konsumen ini tak lain berupa negara-negara berkembang yang menjadi pasar alih teknologi. Dalam jalur perdagangan bebas maka industri bisa lolos dari klarifikasi tarif impor dan ekspor tinggi, kuota, atau peraturan pemerintah lainnya. Sekalipun jika perjanjian perdagangan bebas tak disetujui untuk seluruh item, industri teknologi dapat meloloskan produknya atas nama perubahan iklim.

Selama ini teknologi sudah diberlakukan secara minor dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Beberapa diantaranya berupa sistem peramalan cuaca di Burkina Faso, sistem irigasi modern bagi petani Meksiko serta sistem peringatan dini bencana di Bangladesh. Di Indonesia sendiri, salah satu proyek alih teknologi berupa pembangkit listrik tenaga air pasang laut di Lombok, yang didanai pemerintah Italia. Tetap saja proyek-proyek alih teknologi tersebut kerap memiliki kekurangan.

Kekurangan ini bisa berupa biaya pemeliharaan yang mahal dan rumit, suku cadang yang harus impor atau teknologi yang diberikan sebenarnya bukan lagi sistem teknologi baru lagi di negara asalnya. Alih teknologi akhirnya membuka peluang pasar untuk menjual teknologi yang mulai ketinggalan jaman ke negara-negara berkembang. Mark Lutes, Policy Analyst, Climate Change and Energy dari David Suzuki Foundation, membenarkan kenyataan tersebut. Lutes berkaca dari pengalamannya sendiri selama tinggal di Brazil.

Harus diakui memang banyak alih teknologi yang sistemnya tidak terancang dengan baik, hingga akhirnya tak bisa bermanfaat lagi,? kata Lutes. Sistem-sistem teknologi ini kerap memerlukan perawatan para ahli yang hanya dimiliki negara maju. Jika negara berkembang itu tak mampu mendatangkan tenaga ahli, sistem teknologi yang ada akhirnya terbuang percuma.

Meski demikian, Lutes justru memandang sistem perdagangan bebas tak akan terlalu mengancam rencana alih teknologi. ? Sekarang saja 80 persen investasi dunia berasal dari negara maju. Mengapa tidak mendorong sektor-sektor swasta tersebut mengadakan alih teknologi sendiri menjadi lebih efesien energi??, kata Lutes. Apa atau siapapun boleh melakukannya, selama teknologi dapat beralih dari boros menjadi efesien energi. Pendapat ini mendasarkan pada kenyataan sebagian besar emisi karbon berasal dari industri.

Pernyataan Lutes memang tak menjawab mekanisme alih teknologi bagi kepentingan publik, semisal sistem peringatan dini bencana, agrikultur rakyat atau persediaan air bersih di pedesaan. ?Itulah yang kita harap dapat dicapai konferensi Bali kali

ini,? kata Lutes. Konferensi Bali diharapkan mampu merancang kerangka negosiasi alih teknologi yang saling menguntungkan diantara dua kubu negara-negara dunia. Meski belum final, COP 13 Bali diharap mampu merancang mekanisme alih teknologi yang lebih ramah pada negara-negara berkembang.

Hak Kekayaan Intelektual Dan Perjanjian Lisensi



Memulai syarahan ini ada baiknya kita camkan editorial The Washington Post edisi 28 April 2001 yang berbunyi : . . . . if there is one lesson in the past half century of economic development, it is that natural resources do not power economies,

human resources do (jika ada pelajaran selama setengah abad yang lalu mengenai perkembangan ekonomi adalah bahwa sumber daya alam tidak menggerakkan ekonomi; sumber daya manusia yang melakukan itu). Yang jelas tajuk rencana tersebut sangat tepat

untuk dijadikan cermin bagi Indonesia. Di antara puluhan ribu pulau dan perairan ditambah zona ekonomi eksklusif 200 mil, serta sumber daya alam (SDA) yang terkandung di atas, di dasar, di kolom, serta di bawah permukaan tanah/air, kita bagaikan tikus kelaparan di lumbung padi. Sementara kita ketahui beberapa negara yang tanpa SDA melesat maju alang kepalang. Tentu berkat kemampuan sumber daya manusia (SDM) mereka.

Pengembangan SDM mutlak perlu. Sebab tanpa SDM yang berkualitas kita hanya menjadi pengekor. Lihat saja bagaimana pemanfaatan SDA yang ada di tanah air kita yang kaya itu (sebenarnya kaya dari sudut potensi, bukan riil), hanya tergantung pada keahlian atau pengetahuan SDM asing. Disinilah pentingnya masalah alih teknologi, dan perjanjian lisensi merupakan suatu media untuk menangani masalah ini.

Presiden Nyrere pernah mengungkapkan, alih teknologi merupakan kewajiban hukum dari negara maju ke negara berkembang; jadi bukan atas dasar belas kasihan. Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights sendiri menekankan sistem HaKI dimaksudkan untuk contribute to the promotion of technology, to the mutual advantage of producers and users of technological knowledge and in a manner conductive to social and economic welfare, and to a balance of rights and bligations (Art. 7). Jadi di samping amanat alih teknologi terdapat pula pesan, pembangunan itu juga berdimensi sosial.

Namun demikian dalam kenyataan mekanisme alih teknologi terkesan hanya sebagai sesuatu yang rutin saja. Sebab begitu penerima teknologi mendapatkan teknologi sesuai yang diperjanjikan, pada saat itu pemberi teknologi sudah mempunyai teknologi yang baru lagi. Jadi walaupun ditekankan pada kewajiban hukum, posisi penerima teknologi tetap saja di belakang pemberi teknologi. Itulah sebabnya ada pendapat yang menyatakan bahwa jika ingin maju suatu negara tidak dapat hanya bergantung pada mekanisme alih teknologi yang normatif.

Perjanjian lisensi sangat erat kaitannya dengan bidang hak kekayaan intelektual. Saya membatasi pada bidang paten, dengan

alasan sebagai berikut :

a. Tanpa mengurangi arti bidang-bidang hak kekayaan intelektual yang lain, paten berada pada posisi terdepan; ini disebabkan karena sesuai dengan sifatnya, paten berkaitan dengan masalah invensi khususnya berkaitan dengan teknologi. Paten menggalakkan invensi, "[T]he patent system added the fuel of interest to the fire of genius," kata Abraham Lincoln. Dalam tahap pembangunan sekarang, teknologi adalah hal yang mutlak.

b. Sumber daya alam kita yang sangat berlimpah membutuhkan invensi untuk pengembangan, termasuk pengembangan konsep traditional knowledge dalam kaitan dengan sumber daya alam;

c. Data menunjukkan masih amat rendahnya angka permohonan paten oleh pihak nasional dibandingkan dengan permohonan paten secara keseluruhan. Sampai sekarang rata-rata 4% dari keseluruhan permohonan paten. Walaupun ini tidak khas Indonesia, paten harus terus digalakkan, agar kita tidak tergantung terus pada teknologi dan SDM asing;

d. Masalah tersebut pada butir c, menjadi pertanyaan besar, mengingat cukup tingginya potensi penelitian oleh pihak nasional; ini ditandai dengan selalu meningkatnya proyek-proyek penelitian baik yang dilakukan oleh perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian swasta maupun yang diasuh oleh lembaga-lembaga Pemerintah;

Per 1 Agustus 2001 Indonesia telah memiliki Undang-undang Paten baru yakni UU No. 14/2001. Berdasarkan pasal 16 diatur, pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :

a. dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, meyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten; Misalnya Thailand 4,37%, Malaysia 2,77%, Filipina 3,5%, dan Belanda 5,76%; sumber : WIPO.

b. dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Dalam paten proses, larangan hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan paten proses yang bersangkutan.


Perjanjian lisensi paten adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain melalui suatu perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu paten yang diberikan perlindungan dalam jangka tertentu dan syarat tertentu. Perjanjian lisensi paten sekurang-kurangnya memuat informasi tentang : tanggal, bulan dan tahun tempat dibuatnya perjanjian lisensi; nama dan alamat lengkap serta tanda tangan para pihak yang mengadakan perjanjian lisensi;

Nomor dan judul dari paten yang menjadi obyek perjanjian lisensi; jangka waktu perjanjian lisensi; dapat atau tidaknya jangka waktu perjanjian lisensi diperpanjang; pelaksanaan paten untuk seluruh atau sebagian dari paten yang diberikan lisensi;

jumlah royalti dan pembayarannya; dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga; batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila diperjanjikan; dan dapat atau tidaknya pemberi lisensi melaksanakan sendiri paten yang telah dilisensikan kepada penerima paten. Perjanjian lisensi dibuat secara tertulis dan harus ditandatangani oleh kedua pihak.

Perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan dimuat dalam Daftar Umum Paten dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Jika perjanjian lisensi tidak dicatatkan, perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

Lisensi berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh negara Republik Indonesia. Pengaturan tentang wilayah keberlakuan ini juga dianut di negara-negara lain. Namun ada pula negara yang membuat pembatasan teritorial yang diberlakukan untuk penerima lisensi langsung. Artinya penerima lisensi dapat pula memberikan lisensi (kalau itu diperjanjikan) tanpa pembatasan wilayah. Dalam hal ini dikenal satu doktrin yaitu exhaustion of rights, yakni sekali satu

barang dibuat atau dijual di bawah lisensi, pemberi lisensi tidak lagi memiliki kontrol terhadap distribusi dari barang tersebut.

Perjanjian lisensi dapat dibuat secara khusus, misalnya tidak bersifat eksklusif. Apabila dimaksudkan demikian, hal itu harus secara tegas dinyatakan dalam perjanjian lisensi, jika tidak, perjanjian lisensi paten dianggap tidak memakai syarat seperti itu. Oleh karenanya pemegang paten pada dasarnya masih boleh melaksanakan sendiri paten yang dilisensikannya atau memberi lisensi yang sama kepada pihak ketiga yang lain.

Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan invensi yang diberi paten tersebut pada khususnya. Berdasarkan Undang-undang Paten, pendaftaran dan permintaan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan atau memuat hal yang demikian harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Pasal 78 Undang-undang Paten).

Jika Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berpendapat perjanjian lisensi mengandung satu atau lebih syarat yang tidak adil terhadap penerima teknologi dan secara keseluruhan merugikan kepentingan negara, instansi itu dapat memberi tahu para pihak yang bersangkutan untuk mengubah kontrak sehingga tidak lagi mengandung syarat tersebut tadi.

Rincian hal-hal yang dimaksud dalam undang-undang di atas belum dituangkan dalam peraturan pelaksanaan. Namun pokok-pokok pikiran tentang hal itu dapat dibaca dalam rancangan Peraturan Pemerintah yang dulu pernah disiapkan oleh Pemerintah dan bagian-bagian relevan dari rancangan itu disampaikan sebagai Lampiran makalah ini.

Selain melalui jalur perjanjian lisensi, dalam Undang-undang Paten juga dikenal lisensi wajib, sebagaimana diatur dalam Pasal 74 s/d 87. Pada intinya lisensi wajib adalah izin untuk melaksanakan suatu paten yang diberikan oleh instansi yang berhak setelah mendengar pemegang paten. Tentu saja ada syarat bagi seseorang untuk mengajukan permintaan lisensi wajib, antara lain adalah permohonan baru dapat diajukan 36 bulan terhitung sejak tanggal pemberian paten. Kemudian dapat pula digunakan alasan bahwa paten tersebut ternyata tidak dilaksanakan di Indonesia, padahal ada peluang bisnis yang dapat ditempuh. Alasan lain adalah bahwa paten telah dilaksanakan oleh pemegang paten atau pemegang lisensinya dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan masyarakat.

Dari sudut pemohon lisensi wajib, ia harus dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan 1) mempunyai kemampuan, 2) memiliki fasilitas, dan 3) telah mengambil langkah-langkah untuk mengambil lisensi tersebut atas dasar persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak berhasil. Namun yang penting adalah pengadilan berpendapat, paten tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak. Lisensi wajib tidak dapat dialihkan.

Dalam Undang-undang Paten yang baru, lisensi wajib diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, sedangkan dalam undang-undang lama lisensi wajib diberikan berdasarkan penetapan pengadilan.

Sebagai kesimpulan, HaKI jelas telah mengambil tempat sebagai elemen pendukung menopang pembangunan nasional. Mengingat kondisi Indonesia yang sangat potensial, memerlukan teknologi dan pengembangannya. Sistem alih teknologi merupakan salah satu media untuk mendukung konsep itu. Secara strategis diperlukan kajian untuk menilai apakah konsep alih teknologi per se untuk menilai manfaat keberadaan konsep itu selama ini. Seperti diketahui hampir semua perjanjian bisnis internasional mengandung ketentuan tentang alih teknologi. Sementara berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Paten memfasilitasi dengan pengaturan publik mengenai hal tersebut. Dengan ungkapan lain dalam jangka panjang diperlukan kajian kembali atas konsep alih teknologi.

Pengaturan Hukum Alih Tehnologi Di Indonesia



GBHN 1993 Bab 1 huruf c butir 5 dinyatakan bahwa sasaran jangka panjang pembangunan bidang hukum untuk pembangunan jangka panjang tahap II ialah:

Terbentuk dan berfungsinya Sistem Hukum Nasional yang mantap bersumberkan Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku yang mampu menjamin kepastian ketertiban penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran serta mampu mengamankan dan mendukung pembangunan Nasional yang didukung oleh aparatur hukum sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat hukum.

Hukum sebagai sarana pembaharuan sosial harus mampu untuk memberikan pengaturan terhadap perkembangan baru, untuk itu alih teknologi harus dapat diatur secara hukum Indonesia, sebagai negara berkembang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan penting dalam mempercepat pembangunan sosio ekonomi nasional dan khususnya dalam memperlancar peningkatan produksi dari barang dan jasa dalam sektor industri dan memasukkan teknologi asing yang cocok yang tepat dari luar negeri kedalam negeri dengan ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan harga yang menguntungkan bagi kepentingan nasional berarti akan memperbesar peranan tersebut.

Pengaturan tentang alih teknologi perlu diperhatikan dalam kerangka untuk masuknya teknologi baru di Indonesia, apakah melalui kerjasama lisensi atau melalui penanaman modal asing, pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.

Pembangunan industri untuk Indonesia sangat diperlukan terutama dalam kaitan dengan penemuan baru. Suatu penemuan baru harus dapat direaksir segera dimana paten atau penemuan tersebut didaftarkan. Pihak-pihak dapat memula pengadilan negeri untuk menggunakan paten tersebut dan kepada pihak yang menggunakan lisensi wajib tersebut harus memberikan royalti yang wajar

kepada pihak pemegang paten tersebut. Berdasarkan kategori di atas jelas terlihat bahwa penggunaan teknologi baru atau alih teknologi harus mendapat pengaturan yang memadai sehingga dunia usaha akan terhindar dari peniruan teknologi lain, dan hal ini sejalan dengan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan yang merupakan perjanjian perdagangan multilateral yang pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan bebas perlakuan yang sama dan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan manusia. Persetujuan trips memuat norma-norma dan standard perlindungan bagi karya intelektual manusia dan menempatkan perjanjian Internasional di bidang hak atas kekayaan intelektual sebagai dasar.

Pengaturan hukum dalam bidang alih teknologi baik yang berkaitan dengan lisensi maupun yang berkaitan dengan penanaman modal asing. Untuk itu perlu menjabarkan dengan tegas dan harus bagaimana mekanisme pengalihan teknologi dari pemilik teknologi asing kepada teknologi Indonesia, sehinga produksi suatu teknologi akan lebih meluas ke negera-negara berkembang.

Suatu perusahaan menentukan kelanjutan produksinya menggunakan produksi orang lain dengan jalan lisensi. WIBO ( World Intelectual Property Organization) bertanggung jawab untuk melahirkan promosi dan perlindungan milik intelektual diseluruh dunia. Jadi negara-negara harus tunduk dan patuh pada peraturan hukum internasional untuk itu negara harus melakukan ratifikasi tentang peraturan yang berkaitan dengan hak milik intelektual, penanaman modal asing dan perjanjian lisensi. Indonesia menerapkan ketiga bentuk tersebut kedalam mekanisme pengaturan alih teknologi di Indonesia.

Cara Alih Tehnologi


Alih teknologi dari suatu negara kenegara lain, umumnya dari negara maju berkembang dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada macamnya bantuan teknologi yang dibutuhkan untuk suatu proyek. Teknologi dapat dipindahkan melalui cara sebagai berikut.

  1. Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli aging perorangan. Dengan cara ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan teknologi, yang berupa teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini hanya cocok untuk industri kecil dan menengah.

  2. Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri.

  3. Perjanjian lisensi dalam teknologi sipemilik teknologi dapat memudahkan teknologi dengan memeberikan hak kepada setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.

  4. Expertisi dan bantuan, teknologi. Keahlian dan bantuan dapat berupa:
    • Studi pre-investasi.
    • Basic pre-ingeenering.
    • Spesifikasi masin-mesin.
    • Pemasangan dan menja1ankan mesin-mesin.
    • Manajemen.


Kebijaksanaan pemerintah menerbitkan UU NO. 1/1967 tentang PMA merupakan langkah awal bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan pihak asing yang termasuk didalamnya pengalihan teknologi. Alih tehnologi pada kenyataannya harus dibeli dengan harga tinggi. Teknologi pada hakekatnya telah menjadi komoditi yang mahal dan langka karena banyak diminta keadaan tersebut makin tertampilkan karena alih teknologi PMA selalu dikaitkan dengan bidang yang menjadi otoritas IPR (Intelektual Property Right). IPR telah larut dalam tahap pemilihan teknologi yang digunakan, pada tahap produksi dan begitu pula pada saat produk dipasarkan. Bahkan disinyalir IPR telah menjadi komoditi dagang itu sendiri.

Kita dapat melihat bahwa alih teknologi bukan merupakan hal yang mudah dan murah tapi sesuatu yang mahal. Membutuhkan perhitungan yang matang dalam kerangka memajukan teknologi dalam era globalisasi. Indonesia dalam menghadapi era globalisasi mau tidak mau harus berani menerapkan perjanjian alih teknologi dalam kerangka menghindarkan ketertinggalan dengan negara lain pada era globalisasi. Penciptaan hukum perlu diciptakan kaedah hukum baru di Indonesia. Dalam penciptaan hukum tersebut terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan :

  1. Masaalah yang bersifat teknis yuridis.

  2. Masaalah substansi aturan hukum yang akan diciptakan.

  3. Masaalah arah politik hukum nasional.


ad.1. Masalah teknis yuridis, menyangkut hal-hal yang berupa tata cara dalam pembentukan, pengundangan dan pemberlakuan aturan hukum.

ad.2. Masaalah substansi aturan hukum berfokus dan berpersoalan materi yang menjadi muatan aturan yang akan diciptakan.

ad.3. Pembentukan aturan hukum bersandar pada kebijaksanaan Nasional yang lazim dituangkan keberbagai peraturan perundangan peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi peringkatnya .

Globalisasi akan merupakan peluang bila mana kita siap dan dapat memanpaatkannya dengan baik serta berusaha mengatasi bahaya-bahayanya bagi kehidupan nasional. Sebaiknya akan menimbulkan musabab apabila kita tidak siap dengan global vision dan hanyut bersama sisi-sisi berbahaya bagi kehidupan nasional tersebut antara lain adalah saling ketergantungan antara bangsa semakin meningkat berlakunya standar-standar baku antara nasional diberbagai kehidupan kecenderungan melemahnya ikatan-ikatan etponosentrik dan ikatan-ikatan nasional, dominasi modal asing dan peran serta yang paling kuat, berkembangnya konsep kesejahteraan regional dan global serta perobahan sosial yang sangat cepat (pandangan lotge) untuk itu perlu diperhatikan pengembangan peraturan akhir teknologi dengan memperhatikan peringkat hukum nasional, regional dan internasional.

Penerapan peraturan,tersebut sangat penting artinya dalam usaha memajukan produksi negara berkembang yang akan di pasarkan kepasar regional dan global untuk itu maka Indonesia harus segera menerapkan ahli teknologi dalam bidang penerimaan modal asing, paten dan merek. Lisensi merupakan cara untuk ahli teknologi perjanjian lisensi merupakan perjanjian antara pemilik teknologi dengan negara berkembang dalam memproduksi suatu produk.

Pengaturan Hukum Alih Tehnologi Dalam Rangka PMH



Sejak tahun 1970, di sadari bahwa penanaman modal asing perusahaan asing yang melakukan kontrol dengan berbagai negara berkembang dalam hal ini Indonesia, membangun modal teknologi dan berbagai keahlian ke Indonesia, memburu modal teknologi dan berbagai keahlian ke Indonesia. Konsiderans UU No.1/67 tentang PMA pada konsiderans point a jo c. Bahwa kelemahan ekonomi potensial yang dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa terdapat banyak diseluruh wilayah tanah air kita yang belum diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil yang antara lain yang disebabkan karena ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi. Bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan, keterampilan, kemampuan berorganisasi dan manajemen.

Kebijakan itu dituangkan lebih lanjut pada pasal 12 UU No../67 tentang PMA. Perusahaan modal asing berkewajiban menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia agar berangsur-angsur warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia. Tenaga kerja Indonesia selama bekerja diperusahaan asing tersebut dapat menambah pengalaman keterampilan dan menerima sistim kerja, sistim pendayagunaan peralatan mutahir dipakai oleh perusahaan, sehingga pada akhirnya dapat menguasai teknologi tersebut untuk selanjutnya dimanfaatkan sendiri guna menunjang pembangunan Indonesia. Dengan kata lain tenaga kerja Indonesia dapat menggantikan tenaga kerja asing bilamana perusahaan asing tersebut tidak di Indonesianisasi.

Jadi alih teknologi dalam kerangka PMA dibagi 2.

  1. Alih teknologi dalam pengertian penyerapan teknologi
  2. Alih teknologi dalam pengertian mewarisi perusahaannya karena habis izin usahanya, karena perjanjian, konpensasi atau nasionalisasi dalam arti dijalankan sepenuhnya alih tenaga dan modal nasional.


Perjanjian Lisensi Dalam Alih Tehnologi



Pada umumnya bagi negara-negara yang telah memiliki perundangan yang mengatur perjanjian lisensi yaitu lisensi wajib, lisensi karena permupakatan dan lisensi karena berlakunya hukum. Lisensi wajib adalah lisensi yang didasarkan pada pengaturan pejabat pemerintah bentuk lisensi ini jarang dipergunakan Lisensi karena permupakatan yaitu seorang atau badan hukum menerima lisensi boleh memberi suatu lisensi dibawah penemuan patennya kepada orang lain melalui suatu kontrak Lisensi karena berlakunya semua hukum ialah lisensi yang diambil dari peraturan hukum yang berlaku UU No. 13 tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 6 tahun 1989 memuat aturan tentang lisensi sebagai berikut: pasal 82 UU paten tersebut berbunyi:

  1. Setiap orang setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) belum terhitung syah tinggal pemberian paten dapat mengajukan lisensi wajib kepada pengadilan negeri untuk melaksanakan paten yang bersangkutan.

  2. Permintaan lisensi wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan diIndonesia oleh pemegang paten. Pada hal kesempatan untuk melaksanakan secara komersial sepatutnya ditumpuk.

  3. Permintaan lisensi wajib dapat juga diajukan setiap saat setelah paten diberikan atas dasar alasan bahwa paten telah dilaksanakan oleh pemegang paten atau pemegang lisensinya dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.

  4. Dengan memperhatikan kemampuan dan perkembangan keadaan, pemerintah awal pelaksanaan Undang-undang ini pada pengadilan tertentu.


Berdasarkan ketentuan di atas seseorang atau badan hukum dapat menggunakan teknologi orang lain untuk diproduksi, asalkan teknologi itu sudah melewati jangka waktu tertentu dan belum dilaksanakan di Indonesia dimana paten tersebut didaftarkan. Lisensi wajib ini diberikan tidak lain karena keperluan. Pasar dan penerima lisensi wajib untuk membayar royalti kepada pemegang paten dengan harga yang mereka sepakati bersama.

Syarat-syarat Umum Perjanjian Lisensi



Syarat-Syarat Umum Perjanjian Lisensi bagi sementara negara-negara berkembang yang belum memiliki perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian lisensi ini, pada umumnya akan memperhatikan beberapa aspek dasar di dalam perjanjian lisensinya

antara lain:

  1. Proses harus telah terbukti baik secara komersial (comercially proven).
  2. Licensor mempunyai paten dan atau know how proses yang masih berlaku
  3. Licensor akan menyediakan know how proses dalam bentuk paket desain engineering roses, dan akan membantu licensee, melalui review atau partisipasi dari detailed engineering konstruksi, commission sampai operasi pabrik.
  4. Licensee biasanya mendapatkan lisensi yang non-exclusive dan non-transfereable untuk memproduksi di negaranya dan untuk penjualan ke negara lain.
  5. Licensee biasanya harus menunjuk kontraktor untuk melaksanakan detail engineering dan konstruksi pabrik yang terikat ketentuan licensor.
  6. Pembayaran kepada licensor dalam bentuk lump-sum fee untuk kapasitas tertentu dan royalty per ton produksi (ketentuan-ketentuan tersebut perlu negosiasi agar licensee dapat dibebaskan).
  7. Jasa-jasa tambahan untuk perluasan, penyesuaian proses teknologi, operasi pabrik dan pemasaran produk harus dituangkan dalam kontrak tersendiri.
  8. Batasan izin yang akan diberikan kepada penerima lisensi akan membatasi pemberi lisensi untuk mempergunakan teknologinya atau memberikan lisensi lebih lanjut kepada orang lain.
  9. Lapangan penggunaan hak milik perindustrian yang dapat digunakan oleh penerima lisensi, juga ditetapkan dalam perjanjian lisensi. Misalnya saja hasil produksi farmasi hanya untuk binatang, bukan untuk manusia, atau sebaliknya.
  10. Daerah tempat teknologi itu dipergunakan serta batas waktu perjanjian lisensi itu juga disebutkan dalam perjanjian lisensi.
  11. Licensor akan menyediakan program latihan komrehendif bagi personnel licensee sesuai dengan operasi pabrik yang bersangkutan.
  12. Biasanya juga dilakukan pertukaran informasi terhadap kemajuan proses, dan umumnya tidak dipungut biaya paling tidak untuk jangka waktu 10 tahun.


Berbicara tentang jaminan /guarantee yang harus diberikan oleh si suplaier dari teknologi, maka jaminan-jaminan ini supaya mengikat harus dicantumkan didalam perjanjian lisensi. Jaminan-jaminan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bahwa teknologi yang dipindahkan mempunyai kemampuan, untuk mencapai tingkat produksi dan standar dari kualitas sebagaimana diperinci di dalam perjanjian.

b. Bahwa si penerima teknologi berhak mendapatkan semua perbaikan dan pembaharuan yang dilakukan dalam teknologi oleh si supplair selama jangka waktu transaksi berlaku, semua barang-barang modal, intermediate inputs, bahan- bahan baku. Dan ketentuan di atas, jika tidak diatur dengan jelas dalam perjanjian lisensi tersebut tentang jumlah barangnya wilayah jual dan larangan untuk ekspor suatu produk asing. Untuk masalah paten ini ada diatur dua model paten (lihat psl 17 ayat 1 UU paten No. 13/1977) dimana pemegang paten mempunyai hak khusus untuk melaksanakan patennya dan melarang orang lain tanpa persetujuannya.

  1. Dalam hal paten produk; membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksinya yang diberi paten.
  2. Dalam hal paten proses, menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang.


Pasal 21 UU paten No. 13/1997; Dalam suatu hal produk diimpor keIndonesia dan proses untuk pemegang paten berhak untuk melindungi paten tersebut. Dengan demikian maka paten tidak dapat begitu saja ditiru dan dilisensi tanpa persetujuan pemegang paten asing pemegang paten asing masih dapat melakukan perlindungan hukum atas patennya di Indonesia. Untuk itu kalau terjadi pejanjian lisensi antara pihak asing dan Indonesia dapat didaftarkan perjanjian tersebut kepada kantor paten. Bagaimana kalau para pihak mamakai asas konsensualitas dalam berkontrak dan mereka tidak mendaftarkan kontrak mereka ke kantor paten. Untuk itu diminta kepada investor asing untuk mendaftarkan lisensi tersebut kepada kantor paten agar kepentingan dapat terlindungi.

Kesimpulan



  1. Pengalihan teknologi diperlukan bagi negara berkembang untuk memajukan produknya dalam era globalisasi.

  2. Pengaturan tentang alih teknologi diatur secara tegas agar orang/badan hukum tidak dengan mudah mengalihkan teknologi asing.

  3. Perlindungan teknologi asing sangat diperlukan dalam rangka penanaman modal asing.



  4. Tag Keyword : Hukum Law Licensi Paten Hak Cipta Teknologi Technology






    Penulis : Balian Zahab., S.H.
    Website : https://balianzahab.wordpress.com/ | Diskusi dan Konsultasi Masalah Hukum
    Mahasiswa Pascasarjana
    Universitas Langlangbuana Bandung
    Program Studi Magister Ilmu Hukum
    Bidang Kajian Hukum Pidana




UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota