+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
08 Juni 2010 | 20:32:44 WIB


Isolasi Cendawan Tanah Sebagai Organisme Dekomposer Di Kawasan Hutan Bukit Siam, Bangka


Ditulis Oleh : Admin

Bagian terbesar dari sebuah ekosistem adalah kumpulan tetumbuhan dan binatang yang secara bersama - sama membentuk suatu masyarakat tumbuhan yang dinamakan dengan komunitas (Resosoedarmo dkk 1986). Komunitas terdiri atas berbagai organisme yang saling berhubungan pada suatu daerah tertentu. Kesatuan dari berbagai organisme itu bisa menjadi perwakilan dari suatu tipe komunitas ataupun ekosistem tertentu yang memiliki karakteristik tertentu, sehingga menjadi pembeda antara satu komunitas atau ekosistem yang lainnya. Hubungan antara organisme yang satu dengan yang lainnya dan dengan suatu komponen lingkungannya sangat kompleks (rumit), dan bersifat timbal balik (Resosoedarmo dkk 1986). Tipe dan karakteristik ekosistem dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman hayati.

Salah satu jenis ekosistem yaitu ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara masyarakat tetumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya sangat erat. Ekosistem hutan terdiri atas berbagai jenis hutan, yang terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan yang dominan terhadap pembentukan dan perkembangan komunitas dalam ekosistem hutan. Salah satunya yaitu hutan hujan tropis, yang pembentukannya dipengaruhi oleh unsur - unsur iklim (Santoso 1996;Direktorat Jenderal Kehutanan 1976).

Persebaran hutan di Kepulauan Bangka Belitung pun mulai berkurang. Untuk Kabupaten Bangka terutama di Kota Sungailiat, salah satu hutan yang masih alami yaitu di kawasan Bukit Siam. Di kawasan ini juga terdapat berbagai organisme penyusunnya, yang saling berinteraksi satu sama lain dan saling memberikan pengaruh. Komponen abiotik yang ikut berperan penting bagi ekosistem hutan ini adalah tanah. Tanah hutan merupakan tempat pembentukan humus yang utama dan tempat penyimpanan umsur - unsur mineral yang dibutuhkan oleh tetumbuhan dan akan mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan yang terbentuk (Indriyanto 2006).

Dalam tanah hidup berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan berbagai kegiatan yang menguntungkan bagi kehidupan makhluk-makhluk hidup lainnya, yaitu berperan sebagai dekomposer atau pengurai. Salah satu dekomposer tersebut adalah cendawan tanah, yang berfungsi menguraikan organisme mati yang terdapat di dalam tanah ( Indrawati 2006 ). Keanekaragaman cendawan tanah ini mungkin saja dapat mempengaruhi keberadaan organisme lain yang terdapat di Bukit Siam atau juga mempengaruhi ekosistem Bukit Siam.

Oleh karena itu, diadakan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan peranan cendawan tanah dalam ekosistem tersebut. Adapun pelaksanaan kegiatan dilakukan selama 2 minggu, pada tanggal 1 Mei - 14 Mei 2010 yang meliputi pengambilan sampel pada tanggal 1 Mei 2010 dan pengamatan di laboratorium 8 - 14 Mei 2010 kemudian penyusunan laporan.
Kami menggunakan alat dan bahan sebagai berikut : pH meter,GPS,bor tanah, timbangan digital, cawan petri steril, tabung reaksi steril, hot plate, autoklaf, bunsen, jarum ose, tabung reaksi, aluminium foil, gelas beker, erlenmeyer, kompor gas, kapas, stip/pip steril, plastik dan karet gelang. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari 3 Lokasi dengan ketinggian berbeda di Bukit Siam, media PDA steril, garam fisiologis steril,alkohol 70%, dan spiritus.
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah
  1. Pengambilan sampel tanah
    Pengambilan sampel dilakukan di 3 lokasi pada ketinggian berbeda dikawasan Bukit Siam Sungailiat, Kabupaten Bangka. Pengukuran ketinggian menggunakan GPS. Lokasi pertama pada 48 m dpl (S 02o50 15.2,E 107o 24 5.16), lokasi kedua pada 126 m dpl (S 01o5250.8,E 106o 0549.2) dan lokasi ketiga pada 267 m dpl (S 01o52 47, E 106o 0546.2). Pada tiap lokasi, diambil 2 titik dan setiap titik digunakan metode komposit. Sampel diambil sebanyak 50 gram pada kedalaman 10 cm, dari tiap - tiap lokasi. Kemudian sampel tanah tersebut disimpan diwadah yang lembab.

  2. Pembuatan Media PDA
    Ditimbang 3,75 gram agar, 50 gram kentang, 0.5 gram kloramfenikol. Kemudian kentang tersebut direbus hingga matang, dan diambil ekstraknya. Agar dan kloramfenikol dimasukkan kedalam erlenmeyer dan dicampurkan ekstrak kentang, kemudian ditambahkan aquades hingga mencapai 250 ml. Setelah itu diletakkan di hotplate, kemudian diaduk hinnga homogen. Selanjutnya dimasukkan di autoclap, untuk disteril.

  3. Penanaman cendawan tanah
    Diambil 0.1 gram dari masing-masing sampel tanah dan dimasukkan kedalam 9 mL garam fisiologis steril kemudian diaduk supaya homogen. Sebanyak 1 mL dari suspensi dimasukkan kedalam tabung reaksi berikut yang berisi 9 mL garam fisiologis steril, sehingga didapatkan pengenceran 10-1 begitu juga untuk pengenceran selanjutnya, diambil 1 mL dari pengenceran sebelumnya ditambahkan ke dalam 9 mL garam fisiologis steril sehingga didapatkan 1 pengenceran lebih tinggi, pengenceran dilakukan sampai 10-6. Kemudian diambil sebanyak 1 mL suspensi tanah dari pengenceran 10-5 dan 10-6, dan dimasukkan ke dalam petri dish kemudian ditambahkan media PDA dan di inkubasi selama 3 - 7 hari pada suhu ruang.

  4. Pengamatan makroskopis dan mikroskopis
    Pengamatan makroskopis yaitu pengamatan morfologi dan jumlah koloni cendawan, sedangkan pengamatan mikroskopis yaitu pengamatan dibawah mikroskop untuk melihat struktur hifa dan spora serta identifikasi cendawan tanah.


Hasil Pengamatan



Tabel cendawan tanah di Bukit Siam



Pembahasan


Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan terdiri dari 2 tahap yaitu pengambilan sampel tanah dan pengamatan di laboratorium. Pengisolasian cendawan tanah dilakukan dengan menggunakan Metode Sebar. Metode ini dilakukan dengan pengenceran sampai tingkat ke enam , pengenceran dilakukan dengan menggunakan sodium klorida (NaCl). Isolasi ini dilakukkan dengan menggunakan media PDA, karena menurut Pelzer tahun 1986 media PDA memberikan nutrisi berupa karbohidrat tinggi yang cocok untuk kehidupan cendawan. Pada tahap pengisolasian ini dilakukan inkubasi pada suhu ruang. Karena kebanyakan jamur/cendawan mempunyai suhu optimum tersendiri untuk melaksanakan pertumbuhannya dengan maksimal.

Dari hasil pengukuran tingkat keasaman (pH) pada lokasi penggambilan sampel rata-rata menunjukkan pH<7. Menurut Gandjar tahun 2006 menyatakan bahwa umumnya fungi memang dapat hidup pada pH dibawah 7, karena derajat keasaman lingkungan sangat penting untuk pertumbuhan fungi dalam kerja enzim-enzim tertentu yang hanya akan menguraikan suatu substrat dengan aktivitas tertentu.

Apabila dilihat dari kaca mata ekologi, cendawan digolongkan pada komponen dekomposer didalam suatu ekosistem. Hal ini juga di nyatakan oleh Indriyanto tahun 2006, bahwa dekomposer adalah komponen penting dari siklus hara. Tanpa dekomposer, nutrisi tidak kembali ke lingkungan dan limbah akan terakumulasi dengan sangat cepat. Jika dekomposer tidak ada, dalam satu bulan bumi akan tertutup lapisan dari lalat mati hampir dua puluh meter. Akibat dari dekomposer mengkonsumsi tanaman dan hewan mati, nutrisi yang terkandung di dalamnya dapat digunakan kembali. Menurut Ir. Indrianto tahun 2006, ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Salah satu penyusun tersebut adalah pengurai/dekomposer.

Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Untuk komponen Pengurai (dekomposer) yang ditemukan di ekosistem adalah jamur dan bakteri.

Berdasarkan dari pengamatan cendawan yang tumbuh pada pengisolasian terlihat beberapa koloni yang memperlihatkan warna-warna yang sangat menarik. Pengamatan cendawan tanah dilakukan dengan melihat warna koloni, bentuk koloni, dan mikroskopis (kharakteristik hifa dan bentuk organ reproduksi).

Sebagian besar genus cendawan yang berhasil diidentifikasi adalah Aspergillus dan Fusarium. Untuk genus Aspergillus ini merupakan cendawan yang mempunyai struktur hifa seperti benang putih, pada bagian tertentu tampak konidium dan konidiofor berupa titik-titik hitam seperti jarum pentul. Koloni yang lebih tua menjadi berwarna abu-abu sampai kecoklatan karena adanya perkembangan spora.Menurut Pelzcair (1986), Aspergillus niger mempunyai konidia atau spora berwarna hitam kecokelatan atau hitam kelam. Dari hasil pengamatan, terdapat bebrapa koloni yang diindikasikan/ diasumsikan tergolong cendawan ini, setelah dilakukan pengamatan secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan juga nampak hifa bersepta, dengan kepala konidia berbentuk bulat berwarna cokelat tua. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indrawati ( 2006 ), bahwa Aspergillus niger mempunyai kepala konidia yang biseriate, besar, bundar dan berwarna cokelat tua. Untuk spesies Aspergillus lain yang teridentifikasi, secara mikroskopis struktur hifanya hampir sama karena berhasil dari genus yang sama. Sebagai pembanding hasil pengamatan, kami menggunakan gambar koloni beberapa cendawan yang tercantum di buku Mikologi Terapan, Karangan Indrawati Gandjar (2006), untuk pengamatan secara makroskopis.

Menurut Darnety tahun 2006 menyatakan bahwa spesies dari family Trichodermaceae merupakan salah satu kelompok jamur yang tersebar luas di tanah dataran tinggi. Spesies dari family ini memang sering ditemukan di tanah karena cendawan ini dapat berperan sebagai decomposer/pengurai yang dapat menghasilkan bahan-bahan organik yang dapat digunakan pada penyerapan nutrisi tumbuhan. Sedangkan dari genus Fusarium ini mempunyai sporangium yang berwarna putih dan permukaan terlihat kasar. Menurut Anonim B tanpa tahun menyatakan bahwa spesies ini mempunyai koloni yang cepat tumbuh dapat berwarna pucat atau berwarna cerah. Mempunyai talus warna yang bervariasi dari putih menjadi kuning, kecoklatan pink, kemerahan atau warna ungu. Dengan adanya warna yang bervariasi ini dijadikan identifikasi spesies dari Fusarium ini. Cendawan dari Fusarium ini banyak tersebar di tanah.Dari hasil pengamatan, nampak perbedaan jumlah koloni cendawan yang tumbuh pada media PDA pada ketinggian yang berbeda,hal ini diduga disebabkan karena struktur tanah dari ketiga lokasi sedikit ada perbedaan, pada ketinggian 48 dpl struktur tanah relatif kering dan berbatu, pada ketinggian 126 tanah dipenuhi akar - akar halus, sedangkan pada ketinggian 267 struktur tanah relatif lembab dan berwarna hitam. Jika hasil pengamatan cendawan tanah di Bukit Siam Sungailiat, dibandingkan dengan hasil pengamatan jumlah cendawan di Gunung Mars nampak perbedaan yang nyata.


Populasi Cendawan Tanah di Gunung Mars ( C.Febiyanti dkk, 2009 )




Perbedaan ini nampak dari jumlah koloni cendawan tanah yang tumbuh pada media PDA yang berasal dari Gunung Mars lebih banyak dibandingkan cendawan tanah yang berasal dari Bukit Siam. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satunya karena perbedaan pengenceran suspensi tanah yang digunakan untuk ditanam di media. Pada pengamatan kami ini, digunakan suspensi tanah dari pengenceran faktor 5 dan 6, sedangkan untuk penelitian di Gunung Maras digunakan suspensi tanah faktor pengenceran 3, 4 dan 5. Alasan kami menggunakan faktor pengenceran 5 dan 6 untuk ditanam pada media PDA, karena tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi jenis cendawan yang berada di tanah di kawasan Bukit Siam. Semakin tinggi pengenceran, maka organisme yang terkandung semakin sedikit, sehinga mempermudah pengamatan. Sedangkan pada pengamatan di Gunung Mars, hanya melihat jumlah koloni cendawan tanah saja, yang bertujuan hanya melihat persebaran cendawan tanah di kawasan Gunung Mars. Jika melihat dari kondisi lingkungan atau habitat, di Bukit Siam lebih kering atau gersang, sedangkan di kawasan Gunung Mars lebih lembab dengan persebaran hutan yang lebih luas dibandingkan di kawasan Bukit Siam Sungailiat, diduga hal ini mungkin saja dapat mempengaruhi persebaran cendawan tanah.

Tanpa proses degradatif, kehidupan di bumi mungkin akan berakhir setelah beberapa dekade karena akumulasi sisa-sisa tanaman dan kurangnya karbon dioksida atmosfer bebas untuk fotosintesis.

Melalui penelitian ini, kami menyimpulkan sebagai berikut :
  1. Bahwa Cendawan merupakan organisme dekomposer didalam suatu ekosistem.
  2. Dekomposer berperan dalam mengurai bahan organik yang ada didalam tanah guna dimanfaatkan organism lain.
  3. Organisme decomposer menempati tingkat trofik ke-4 didalam piramida ekologi.
  4. Peranan dari organisme dekomposer didalam suatu ekosistem juga menyangkut tentang siklus energi, siklus hara, kesuburan tanah dan kesehatan tanah.
  5. Beberapa genus cendawan yang diperoleh dari hasil isolasi cendawan tanah di Hutan Bukit Siam ini yaitu dari genus Fusarium dan Aspergillus.





Foto-foto Tahapan Kerja






Hasil Pengamatan Cendawan Tanah di Bukit Siam, Bangka


Written By : Astuti (203 0811 024), Dovi Kusmala (203 0811 006), Restina Fertika (203 0811 013), Restu Ananda (203 0811 007), Sudi Putra (203 0811 001) Mahasiswa/I Prodi Biologi FPBB UBB




UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota