+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
26 Oktober 2011 | 08:39:00 WIB


JANGAN BEBANI MASYARAKAT


Ditulis Oleh : Ibrahim

Kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah untuk mengelola daerah berdasarkan potensi yang dimiliki harusnya dibaca dan dipahami secara arif. Substansi dasar dari sistem desentralisasi adalah akselerasi kesejahteraan rakyat yang didukung oleh akses yang semakin cepat dan luas terhadap berbagai fasilitas dan sentuhan pelayanan publik.

Daerah memang membutuhkan sumber pendapatan untuk mencukupi kebutuhan pengeluaran di luar dana yang digelontorkan dari pusat. Namun keliru jika membebankan sumber penghasilan baru tersebut kepada masyarakat. Kenaikan tarif retribusi dalam persentase yang signifikan patut dibaca sebagai kegagalan pemerintah daerah dalam mengelola sumber pendapatan baru. Ini strategi yang tidak populis sekaligus tidak adil.

Kebijakan Simplistis



Pertama, masyarakat kita selama ini sudah memiliki skema pembayaran pajak dalam bentuk lain, yang paling sederhana adalah pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, dan pajak-pajak tak terlihat lainnya yang ditarik secara reguler. Sekalipun pendapatan ini ada yang tidak secara langsung masuk ke kas daerah, namun secara tidak langsung skema ini sudah merupakan sebuah implementasi tanggung jawab masyarakat terhadap pengelolaan negara.

Kedua, tarif retribusi yang diusulkan naik justru adalah sektor-sektor yang langsung bersentuhan dengan masyarakat secara langsung. Sebut misalnya retribusi parkir, retribusi tempat wisata, retribusi pasar, jasa usaha, dan lain sebagainya. Alih-alih pemerintah daerah berniat untuk memberikan layanan publik yang baik, justru kebijakan yang diambil mengarah pada pemerasan secara formal.

Ketiga, secara otomatis kenaikan retribusi akan berdampak pada kenaikan tarif pelayanan yang akan dikenakan oleh berbagai lembaga penyedia jasa. Harga makanan boleh jadi akan dibanderol lebih tinggi di restoran karena juga adanya kenaikan retribusi yang harus disetorkan ke kas daerah. Barang-barang konsumsi masyarakat secara langsung juga tentu akan bergegas naik mengiringi kenaikan kewajiban pajak yang harus disetor oleh penyedia jasa. Jika demikian, bukannya tujuan utama otonomi daerah kemudian mengalami pengaburan makna dan cenderung menjauh dari gagasan awalnya?

Keempat, apakah kemudian ada jaminan bahwa kenaikan tarif retribusi akan membuat layanan yang diberikan juga akan meningkat. Nyatanya, dalam banyak kasus kenaikan tarif retribusi tidak berbanding lurus dengan pelayanan publik. Maka jika gagasan kenaikan tarif retribusi hanya untuk meningkatkan pelayanan tentu pemerintah kota masih harus mengkajinya secara mendalam. Yang paling sederhana adalah tentukan indikator secara terbuka antara pelayanan sebelum dan pelayanan setelah. Jika tidak, jangan heran jika kenaikan ini hanya bermotif keinginan untuk mengejar target setoran.
Kelima, harus dipahami bahwa Pangkalpinang adalah simpul provinsi dimana semua kegiatan nyaris terpusat di sana. Dalam situasi ini, pemerintah kota justru harus mencegah terjadinya pemungutan berulang-ulang atas nama otonomi daerah. Ambil contoh seorang ibu-ibu naik motor dari di Bangka Selatan akan ke Pangkalpinang, mampir di pasar Toboali dan dikenakan retribusi parkir, lalu mampir lagi di pasar Koba dan kenai lagi biaya parkir, dan ketika sampai ke Pangkal Pinang, ia akan berbelanja ke beberapa tempat. Bayangkan berapa tarif parkir yang harus dibayar oleh ibu ini? Mengapa 2 kabupaten dan 1 kota memberi beban yang terlalu besar pada orang yang sama? Inilah ironisme dari otonomi daerah yang mewartakan arogansi antar daerah. Sebuah cara berpikir yang sangat simplistis.

Pertimbangkan Cara Lain


Keharusan daerah untuk mendapatkan sumber penghasilan baru bagi PAD harusnya ditinjau secara lebih kritis. Ini bukan hanya persoalan tidak populis, namun juga menunjukkan kemauan instan pemerintah untuk mengambil jalan yang paling mudah. Tentu menaikkan tarif retribusi adalah cara yang paling gampang untuk menambah pendapatan, namun betulkah ini satu-satunya cara untuk menggenjot pemasukan? Pemerintah daerah seharusnya lebih inovatif. Di luar menaikan tarif retribusi, seharusnya banyak yang bisa dilakukan.

Pertama, kurangi belanja pegawai dan cegah sebanyak mungkin pejabat yang akan melakukan perjalan dinas yang tidak penting. Perjalanan dinas selama ini banyak membebani anggaran daerah. Kepala daerah harus berani mengambil kebijakan mengevaluasi semua perjalanan dinas yang kurang penting.

Kedua, maksimalkan saja pendapatan dari pajak yang sudah ada. Evaluasi capaian satuan kerja masing-masing, monitor kemungkinan penyalahgunaan pajaknya, dan perbaiki sistem kerja agar regulasi yang sudah ada berjalan efektif. Jangan-jangan rencana menaikkan tarif ini sekedar untuk menutupi sistem kerja yang tidak efektif dan bocor dimana-mana?

Ketiga, maksimalkan kinerja badan usaha milik daerah agar dapat efektif untuk menjadi kolektor pendapatan. PDAM misalnya, ketimbang menaikkan tarifnya dan melakukan pemutusan disana-sini, bukankah lebih baik meningkatkan pelayanan dan kemudian masyarakat puas sehingga dengan sukarela kemudian membayar tagihan? Pemerintah daerah seharusnya lebih inovatif untuk melirik sektor usaha lain yang tidak memberikan kewajiban tambahan kepada masyarakat.

Keempat, genjot sektor pendapatan baru. Pariwisata adalah sektor yang efektif untuk dikembangkan jika mengacu pada karakteristik fisik Kota Pangkal Pinang. Harusnya daerah ini memaksimalkan diri sebagai daerah penyanggah pariwisata, sembari memaksimalkan pengelolaan objek wisata yang sudah ada. Jogjakarta sebagai kota kecil nyatanya mampu menggenjot dan memoles potensi pariwisatanya menjadi bernilai ekonomis tinggi.

Kelima, jika pendapatan asli daerah dianggap terlalu kecil untuk menyumbang pada APBD, bukankah berarti pemerintah harus melakukan penghematan? Bukankah ini juga menjadi tantangan bagi para elit pemkot untuk melakukan negosiasi dengan pusat melalui cara-cara yang benar untuk mendapatkan alokasi dana yang lebih besar? Jika pun harus menaikkan tarif retribusi, maka pemilihan objek kenaikan harus sangat selektif. Toh, saya juga tidak yakin kenaikan tarif retribusi itu akan berdampak signifikan bagi sumbangan pendapatan daerah, padahal beban yang diakibatkan terlanjur cukup besar bagi masyarakat.

Jadi logikanya, pemerintah kota seharusnya tidak berlomba-lomba dengan daerah disekitarnya untuk menaikkan pungutan terhadap warga yang sangat lintas batas geografis ini. Rencana kenaikan tarif ini kiranya patut dipertimbangkan secara arif. Lagipula bukankah sudah tugasnya pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakatnya? Kita memasuki sistem desentralisasi ini salah satunya menghindari salah urus negara dan pemerintahan lho, jadi semangat perluasan dan percepatan kesejahteraan harus lebih diutamakan ketimbang memberi beban tambahan kepada masyarakat.

News Analysis Bangka Pos, Rabu (26/10/2011)



Penulis : Ibrahim
Dosen UBB dan Visiting Scholar
Di School of Political Science and International Studies
The University of Queensland Australia



UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota