+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
29 Maret 2012 | 08:30:42 WIB


Pendalaman Demokrasi Babel Menuju Demokrasi Substansial


Ditulis Oleh : Rendy Hamzah

Polemik seputar Pemilukada yang berujung dengan diajukannya gugatan ke Mahkamah Konstitusi oleh tiga pasangan calon yang menjadi rival gubernur incumbent, jelas telah membuka skenario baru atas perebutan tampuk kekuasaan kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Babel periode 2012-2017. Ibarat pertandingan sepak bola, tarik menarik kepentingan tak bisa dihindarkan.

Demikian halnya dengan babakan baru Pemilukada akhir-akhir ini, penting bagi kita semua untuk tetap konsisten dan legowo mengikuti tahapan proses Pemilukada yang ditengarai memang banyak ditemui pelanggaran. Yang jelas, kontestasi Pilgub 2012 belumlah berakhir dan masih menyisakan kejutan bagi semua pihak, termasuk kemungkinan dianulirnya kemenangan pasangan EKOTRUS oleh MK andai kata pada akhirnya benar-benar terbukti telah melakukan serangkaian praktek kecurangan secara masif dan terstruktur.

Pendalaman Demokrasi Lokal


Pun KPU cenderung kukuh selalu yakin dengan hasil rekapitulasi perolehan suara akhir serta penetapan pasangan pemenang yang telah resmi diplenokan, namun euforia ketidakpuasan atas hasil perhitungan tetap tidak boleh terlalu diabaikan. Begitu juga dengan pihak calon dari incumbent beserta tim pendukungnya, entah para tim sukses partai ataupun para pengusaha, termasuk juga dengan beberapa jajaran birokrasi yang sudah jelas dilarang berpolitik, tapi sibuk ngurusin hasil Pemilukada, lebih baik konsen saja untuk melayani publik.

Yang jelas, bagi semua pihak tak perlulah rasanya terlalu berlebihan dalam mengumbar kemenangan, terlebih sampai menghabiskan banyak energi, dana dan tenaga. Toh, kemenangan sejatinya kalau kita semua sadari tetaplah milik para Golput karena prosentase mereka hampir mencapai 40 persen. Hal ini juga sempat dikonfirmasi secara kritis oleh saudara Ibrahim pada artikel Bangka Pos (27/2) "Gubernur Para Golput", menyoal kekuatan golput yang jauh lebih besar ketimbang capaian suara kandidat terpilih yang hanya mencapai 32 persen.

Itu artinya, pemenang sesungguhnya jelas adalah kaum golput karena urutan suara mereka yang sangat segnifikan. Jadi, kurang elok rasanya jika sampai ada pihak yang terlampau over confidence atas hasil capaian dari hajatan demokrasi lokal ini. Ini semua tidak terlepas dari legitimasi politik dari calon terpilih sangatlah minim. Tulisan ini tak berpretensi mendukung pasangan calon kandidat manapun, yang jelas penulis hanya mencoba menarasikan bagaimana sebenarnya potret bekerjanya demokrasi lokal lewat prosesi Pemilukada langsung di Babel. Apakah sejauh ini semua pihak benar-benar legowo secara solid dan konsisten dalam melakukan pendalaman atas demokrasi (deepening democracy)?

Jika melihat realitas angka partisipasi pemilih Pilgub 2012 yang tergolong cukup rendah yaitu dari 872.102 sebagai daftar pemilih tetap (DPT), hanya 335.346 pemilih yang menggunakan hak suaranya (lihat Bangkapos 4/3), itupun masih terdapat puluhan ribu suara tidak sah, termasuk juga dengan mereka yang kehilangan hak suara karena tidak terdaftar di DPT. Jika dikorelasikan dengan Pilgub 2007 lalu yang partisipasinya mencapai 71.71 persen, jelas memang tingkat partisipasi pemilih secara agregat menurun drastis pada Pilgub 2012 ini. Alhasil, berkembanglah banyak spekulasi atas drastisnya penurunan angka partisipasi pemilih. Termasuk kecaman banyak pihak atas buruknya kinerja penyelenggara pemilihan langsung yang telah menguras anggaran puluhan miliyar tersebut.

Kalau boleh jujur, tentu tidak bisa dipungkiri juga bahwa proses menuju demokratisasi lewat Pemilukada langsung juga terganjal dengan logika serampangan, yang acapkali dipraktekkan oleh partai politik pengusung calon kandidat sehingga calon yang diusung justru tidak sesuai dengan impian publik yang sesungguhnya karena sudah tersandera dengan logika transaksional partai politik. Ini sudah barang tentu sangat menyesatkan dalam konteks demokratisasi.

Ironisnya, logika transaksional ini justru terjadi sejak awal, mulai dari tahapan kandidasi di partai sampai dengan strategi politik yang belum mencerminkan praktek berdemokrasi yang sejati karena masih banyak elit politik kita yang pragmatis, oportunis-kapitalistik, feodal dan hedonis, bahkan gemar menghidupkan politik dinasti berbasis keluarganya. Implikasinya jelas, konsolidasi demokrasi menjadi tidak berjalan. Ini tentunya akan sangat mengancam iklim demokrasi kita.

Lalu, wajar-wajar saja ketika kita justru merasa khawatir akan terjebak dalam demokrasinya para 'kaum penjahat'. Ini juga sempat diperingatkan oleh seorang ilmuwan politik sekaligus pengamat dinamika politik di Indonesia; Olle Tornquist (dalam Juan J.Linz, 2001) yang sempat memprediksi kemungkinan akan datangnya 'hantu' demokrasi 'kaum penjahat' dimana ketika demokrasi hanya akan terjadi secara formal, tetapi tidak diiringi partisipasi sepenuh hati, dukungan pengusaha yang dominan dan mencolok, kemudian pejabat birokrasi yang terkooptasi oleh kuasa pejabat.

Untuk itu, kita tentu begitu berharap agar potret ancaman demikian tidak terjadi di bumi Serumpun Sebalai. Minimal, para elit politisi kita mau dan mampu mengintrospeksi sekaligus merefleksikan diri agar menjauhi tabiat-tabiat politik culas yang kurang santun dan elegan tersebut. Tentu kita berharap dari momentum Pemilukada Babel ini akan ada sebuah pelajaran penting yang semakin mendewasakan kita semua dalam berpolitik dan berdemokrasi. Demokratisasi memanglah berproses panjang dan berliku, namun jangan pernah lupa sebagaimana menyitir perspektif Georg Sorensen yang menyebut bahwa lama atau mahalnya demokrasi toh tidak menentukan kualitas demokrasi di suatu negara.

Yang menentukan suskesi demokrasi tentunya adalah idtikad baik dari agen demokrasi itu sendiri (partai, politisi, dan publik). Jadi, dalam konteks Pemilukada Babel, kalah menang tipis tidaklah penting asal menjamin kualitas demokrasi di bumi Serumpun Sebalai agar tetap aman, akur dan tertib sehingga mampu menjadi potret percontohan bagi pendalaman demokrasi di aras lokal. Yang utama dan terpenting yaitu satu suara rakyat (one man one vote) benar-benar diperoleh serta diperhitungkan secara jujur, penuh etika dan bermoral.

Terakhir, semoga politik perseteruan Pemilukada Babel tidak menimbulkan benturan antar kepentingan yang berujung pada anarkisme. Boleh saja, perseteruan politik kian sengit dan memanas di level elit politiknya, namun kondisi warganya di level grassroot tetap sejuk, aman, damai dan tertib politik. Semoga spirit demokratisasi kian tersemai subur selaras dengan kultur masyarakat negeri Serumpun Sebalai yang sejak dulu terkenal sangat elegan dalam politik keseharian warganya. Selamat berdemokrasi secara jujur dan bersih!!!

Opini Bapos, Selasa (27/03/2012)


Penulis : Rendy Hamzah
Analis Politik Lokal dan Kebijakan Publik The Ilalang Institute
Staff Dosen LB FISIP UBB




UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota