+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
22 Agustus 2008 | 03:14:47 WIB


PERLINDUNGAN HUKUM WARISAN BUDAYA


Ditulis Oleh : Iksander UBB Press

"Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional". Inilah salah satu isi diktum pertimbangan UU No 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Pentingnya perlindungan dan pelestarian warisan budaya dan sejarah ini juga menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat internasional. Hal ini dapat dilihat dalam Laporan Kongres PBB ke-VII tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Narapidana di Navana, Cuba, tanggal 27 Agustus s/d 7 September 1990, yang antara lain menyangkut :
  1. Pencurian/penyelundupan barang-barang kebudayaan berharga;
  2. Kelengkapan peraturan perundang-undangan dalam rangka memberikan perlindungan dengan barang-barang peninggalan budaya; dan
  3. Perlawanan terhadap lalu lintas internasional atas barang-barang.
    Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya. Menurut Arsin Nalam, tujuan pelestarian benda-benda kuno adalah agar masyarakat dapat memahami sejarah, sekaligus juga menghargai karya cipta yang melekat pada benda kuno, sedangkan kecintaan nasional terhadap benda-benda kuno akan menumbuhkan harga diri bangsa. Pemahaman sejarah tanpa bentuk nyata akan sulit menumbuhkan kebanggaan nasional.


Pangkalpinang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki beberapa benda cagar budaya (BCB), seperti Pemakaman Belanda (Kerkhof) dijalan Hormen Madati, Klenteng Kwan Tie Miaw (Amal Bhakti) dijalan Mayor Muhidin, Katedral Santo Yosep dijalan Gereja, Masjid Jamik dijalan Masjid Jamik, Makam China Tua (Boen Piet Liem) dijalan Semabung, Makam China Tua (Boen Men Cheiw) dijalan Demang Singayudha, Pemakaman Belanda dijalan Komplek Solihin GP, Museum Timah dijalan A.Yani, Rumah Dinas Walikota/Rumah Residen, dijalan Merdeka No. 1 dan Taman Sari (Tugu Pergerakan Kemerdekaan) dijalan Merdeka (Bangka Pos, Sabtu 19 Juli 2008).


Adanya anjuran DPRD Kota Pangkalpinang agar Pemkot mengajukan draf Raperda mengenai perlindungan benda cagar budaya atau situs merupakan hal yang sangat positif bagi pelestarian dan perlindungan peninggalan sejarah dan kekayaan budaya yang ada di kota ini. Di beberapa daerah lain, Perda seperti ini sudah lama ada, diantaranya di Pemkot Semarang ada Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang No : 646/50/1992 tentang Konservasi Bangunan-Bangunan Kuno/Bersejarah Di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dan Perda No. 8/2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Kota Lama Semarang. Kemudian di Pemprov Jawa Barat telah memiliki Perda No. 7/2003 tentang Pengeloaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum. Namun yang terpenting dari pembuatan Perda tersebut nanti adalah hendaknya Perda tidak hanya sekedar tempat legalitas saja untuk menetapkan beberapa peninggalan sejarah sebagai benda cagar budaya, sementara upaya pelestarian dan perlindungannya tidak ada sama sekali.

Sedikit berbagi pengalaman, saya pernah melakukan penelitian tentang upaya pelestarian benda cagar budaya Lawang Sewu di kota Semarang. Mungkin sebagian anda ada yang tahu tentang Lawang Sewu, karena bangunan kuno 2 lantai yang memiliki ruang bawah tanah peninggalan Belanda 100 tahun yang lalu itu pernah difilmkan. Lawang Sewu ditetapkan sebagai benda cagar budaya kategori A dalam Perda Kota Semarang di atas, yang artinya utama untuk dilindungi dan dilestarikan, serta dijaga kualitas keaslian dan nilai sejarahnya. Namun dari hasil penelitian, yang terjadi adalah kebalikannya, bangunan tersebut jauh dari kesan sebagai benda cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan. Hal seperti ini hendaknya tidak terjadi terhadap benda cagar budaya di Pangkalpinang.

Perlindungan Hukum
Selama ini dapat dikatakan perhatian pemerintah, bahkan masyarakat masih kurang terhadap upaya perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya. Sehingga tidak heran apabila banyak bangunan/benda bersejarah yang rusak, tidak terawat, dicuri, dilelang dan dimiliki oleh kolektor asing, bahkan ada arca palsu di museum Solo. Jadi yang selama ini kita lihat, pelajari dan amati adalah benda-benda sejarah bajakan.

Kebijakan hukum pidana dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terhadap benda cagar budaya sebenarnya sudah sejak lama ada. Di awali sejak masa penjajahan Belanda telah ada peraturan perundang-undangan tentang perlindungan peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, yaitu Monumenten Ordonnantie 1931 (Stbl. No. 238 Tahun 1931), yang lazim disingkat M.O. Namun M.O ini kemudian diganti dengan UU No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya. Peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut adalah PP No 10/1993.

Adapun ketentuan pidananya adalah :

Pasal 26 :
Sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/atau warna, memugar, atau memisahkan tanpa izin dari Pemerintah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000


Pasal 27 :
Sengaja melakukan pencarian BCB atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lainnya tanpa izin dari Pemerintah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000


Pasal 28 :
Tidak mendaftarkan pemilikan, pengalihan hak, dan pemindahan tempat, tidak melapor atas hilang dan/atau rusaknya benda cagar budaya, tidak melapor atas penemuan atau mengetahui ditemukannya benda cagar budaya atau benda yang diduga sebagai BCB atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya, memanfaatkan kembali benda cagar budaya yang tidak sesuai dengan fungsinya semula dan menggandakan tanpa seizin Pemerintah; masing-masing dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000.


Namun, selama ini pelanggaran/kejahatan terhadap ketentuan-ketentuan pidana tersebut masih lemah dalam penegakan hukumnya. Disamping itu, UU No. 5/1992 juga mengandung beberapa kelemahan, seperti masalah kriminalisasi, korporasi bukan sebagai subyek tindak pidana dan belum digunakannya sistem minimum khusus dalam sistem perumusan lamanya pidana. Oleh karena itu, perlu reformulasi terhadap undang-undang tersebut dan adanya upaya sinkronisasi dan harmonisasi oleh raperda tentang benda cagar budaya yang akan dibuat nantinya agar dalam aplikasinya dapat berjalan dengan efektif.


Foto Dwi Haryadi, S.H.,M.H.


Written By : Dwi Haryadi, S.H.,M.H.
Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Bangka Belitung


UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota