+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
10 Februari 2010 | 13:01:12 WIB


SIBUYA DAN TATIB DEMO


Ditulis Oleh : Admin

Aksi 28 Januari 2010 yang lalu merupakan bentuk protes atas kinerja 100 hari SBY-Boediono yang dinilai tidak berhasil. Sebagian lagi menilai sangat tidak berhasil, karena kepemimpinan SBY sebenarnya sudah berjalan 5 tahun 100 hari. Siapapun bisa menilai, positif atau negatif. Namun paling tidak apa yang disuarakan pada pendemo sedikit banyak mempresentasikan suara masyarakat. Lepas dari adanya penumpang gelap, provokator atau ada embel-embel agenda politik untuk pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden. Hasilnya dapat kita dilihat saat ini, SBY dan Boediono masih tetap jadi orang nomor 1 dan nomor 2 dinegeri ini. Pemakzulan bukan hal yang mudah menurut konstitusi dan akan butuh jalan dan proses yang panjang, termasuk kalkulasi politik yang cukup rumit tentunya..

Disamping isu Century yang masih menduduki posisi papan atas untuk menggoyang pemerintahan, aksi protes 100 hari kemarin juga menyisakan beberapa hal menarik dan lucu sebagai bentuk implikasi kebebasan menyatakan pendapat di alam demokrasi dan era reformasi. Semakin tambah menarik ketika beberapa hari setelahnya Presiden mengomentarinya sebagai bentuk demo yang kurang beretika.

Sibuya, itulah nama sosok yang berpartisipasi dalam aksi 28 Januari lalu yang kemudian mungkin membuat Presiden merasa tersinggung. Bukan karena sibuya menghina Presiden atau membuat karikatur yang menyudutkan Presiden, tetapi justru karena Presiden yang dipersamakan dengan sosok sibuya. Saya tidak perlu menyebutkan siapa sebenarnya sosok sibuya ini, karena tidak hanya sudah ngetop di Indonesia, tetapi sibuya sudah menjelajah di dunia maya. Penilaian terhadap persamaan sosok tersebut sebenarnya yang bisa menjawab hanya Presiden dan pendemo yang telah mengajak sibuaya berdemo.

Apakah pendemo sengaja mengajak sibuya memang bertujuan untuk menyamakan sosok tersebut, terlebih dengan menuliskan S, B dan Y dengan mencolok dan menempel gambar sang Presiden pada tubuh sibuya ??? Bagaimana penilaian SBY ??? Sepertinya dari komentar Presiden menunjukkan bahwa yang dilakukan oleh pendemo terhadap sibuya adalah penyamaan sosok tersebut.
Namun apapun penilaian itu, saya kira apa yang dilakukan para pendemo, tidak hanya dengan sibuya untuk Presiden, tetapi bagi semua pemimpin di negeri ini harus melihatnya dari sudut pandang positif sebagai bentuk kritik dan masukan untuk dapat memacu adrenalin dalam bekerja keras mensejahterakan masyarakat, karena memang itulah amanah yang diberikan.

Begitupula dengan komentar dari Presiden, hendaknya masyarakat dan semua kalangan tidak menilainya sebagai bentuk upaya mengkebiri kebebasan berpendapat dan berekspresi atau sang Presiden mudah tersinggung dan terlalu mudah mengomentari segala sesuatu. Tetapi memahaminya juga dari kacamata positif, bahwa Presiden tidak hanya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, namun juga sebagai Guru bangsa yang boleh memberikan penilaian dan masukan atas segala sesuatu yang terjadi di negeri ini. Keprihatinannya atas demonstrasi yang mulai kurang beretika harus disambut dengan upaya perbaikan pola demonstrasi lebih subtantif mengarah pada pencapaian tuntutan. Namun hal ini juga harus diiringi kerja-kerja nyata dari pemerintah dengan usaha keras mewujudkan tuntutan tersebut.

Apa yang dilakukan pendemo dengan membawa margasatwa seperti, ayam, kambing, kerbau, tikus, lalu keranda mayat, membakar gambar Presiden dan Wakil Presiden, bahkan sampai merusak kantor pemerintah, tidak akan terjadi jika apa yang diminta masyarakat telah terpenuhi. Tentu sebagian permintaan perlu proses dan butuh kesabaran semua pihak untuk mewujudkannya, termasuk para pendemo. Namun banyak juga yang bisa segera diwujudkan. Intinya, yang bisa dipercepat jangan diperlambat. Kekuasaan, kewenangan dan fasilitas sudah kita berikan, maka laksanakanlah semuanya untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kantong sendiri dan kroni-kroninya.

Demonstrasi sangat penting untuk menjamin kebebasan menyatakan pendapat dan ekspresi masyarakat sebagai bentuk kontrol kepada eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Tentunya demo tersebut harus jelas target dan tujuannya, jangan sampai disisipi oleh pihak-pihak yang justru berbeda tujuan.

Tatib Demo


Reformasi 1998 membuat keran kebebasan begitu besar pancuran airnya. Tidak hanya tuntutan reformasi hukum, politik dan perbaikan ekonomi, tetapi hak kebebasan menyatakan pendapat juga menjadi tuntutan penting. Bagaimana tidak, pada masa orde baru kebebasan ini begitu sulit dilakukan, jangankan oleh orang perorang atau mau berdemo, media saja yang ruhnya memberikan informasi dan kontrol terhadap pemerintah banyak yang dibredel dengan alasan politik, kekuasaan dan menjaga stabilitas keamanan dan ketahanan nasional.

Selain dijamin konstitusi, hak menyatakan pendapat ini secara lebih teknis juga diatur dalam UU No. 9/1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. Saya pikir banyak aktivis, LSM dan masyarakat yang sudah mengetahui undang-undang ini. Kecuali mereka-mereka yang menjadi partisipan demo dadakan atau bayaran, jelas tidak akan tahu aturan main ini. Namun sosialisasi kiranya masih sangat dibutuhkan, sehingga masyarakat dapat berdemo dengan baik tanpa menggangu ketertiban umum apalagi anarkis yang berujung bentrok dengan aparat dan tujuan demo pun tidak akan tercapai.

Beberapa rambu-rambu yang diatur dalam undang-undang tersebut antara lain adalah hak dan kewajiban pendemo dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Pendemo berhak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum. Sementara kewajiban dan tanggung jawab peserta demo adalah menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain; menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Bentuk penyampaian pendapat ditempat umum menurut Pasal 9 meliputi unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum dan mimbar bebas. Namun tempat umum yang dimaksud tidak termasuk di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional; serta dilakukan pada hari besar nasional. Selain itu, juga dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
Dalam Pasal 10 diatur Kewajiban teknis yang harus dipenuhi di dalam menyampaikan pendapat di muka umum adalah pertama, setiap kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri; kedua, pemberitahuan harus diterima oleh Polri setempat dalam waktu selambat-lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai; dan ketiga, pembatalan kegiatan menyampaikan pendapat disampaikan secara tertulis pula, selambat-lambatnya 24 jam sebelum waktu pelaksanaan kepada Polri. Apabila pelaksanaan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang tidak memenuhi ketentuan, memperhatikan hal yang harus diindahkan dan larangan yang harus dihindari di dalam menyampaikan pendapat di muka umum, dapat dibubarkan.
Adapun isi Surat Pemberitahuan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum sebagaimana disebutkan di atas yang diatur dalam Pasal 11 meliputi, maksud dan tujuan, tempat, lokasi dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggungjawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan, dan atau jumlah peserta.

Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai sanksi, yaitu Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10, dan Pasal 11 (Pasal 15); Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 16); Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 dari pidana pokok (Pasal 17). Sementara barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. Pengaturan demo ini bukan bentuk pengekangan kebebasan tetapi untuk menjaga proses demokratisasi.

(Opini Babelpos 10 Januari 2010)




Foto Dwi Haryadi

Written By : Dwi Haryadi, S.H.,M.H.
Dosen FHIS UBB
Anggota Insititute Untuk Kebijakan Publik dan Lintas Demokrasi (INTIKLAD)




UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota