+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
04 Oktober 2011 | 13:48:18 WIB


Dramaturgi Sang Koruptor


Ditulis Oleh : FAISAL

Erving Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life.

Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada kesepakatan perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok tertentu.

Hal ini sama seperti yang terlihat pada kasus korupsi, dimana koruptor menjalankan perannya di lingkungan mereka yang sarat manipulatif. Mereka berusaha mengontrol diri seperti penampilan, keadaan fisik, dan perilaku aktual dan gerak agar perilaku menyimpang yang mereka jalani tidak dapat diketahui oleh lingkungan mereka. Karena mereka mengerti kedudukan yang melekat pada dirinya semata-mata demi melayani kepentingan publik menjadi domain kepentingan pribadi.

Dengan begitu sang koruptor tak jarang dapat berperan ganda, bisa berwatak baik dan buruk. Berperilaku "baik" merupakan prasyarat mutlak untuk mendapatkan jabatan publik yang dikehendakinya. Baik itu melalui legitimasi politik, pendidikan, sosial. Ekonomi yang di kemas sedemikian rupa, agar tampil sebagai sosok yang berhati peduli atau memiliki integritas pengabdian jujur, bersih dan berani. Jangan terkecoh, itu hanya tipu muslihat tuntutan peran agar dapat melanggengkan tujuan awal menduduki posisi jabatan publik.

Habitus Birokrat


Peta berpikir dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgi masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri.

Dengan konsep dramaturgi dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana- suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya permaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Dramaturgi dianggap masuk kedalam perspektif obyektif karena cenderung melihat manusia sebagai makhluk pasif (berserah). Meskipun, pada awal ingin memasuki peran tertentu manusia memiliki kemampuan untuk menjadi subyektif (kemampuan untuk memilih) namun pada saat menjalankan peran tersebut manusia berlaku objektif, berlaku natural, dan mengikuti alur.

Misalnya, habitus birokrat saat ini harus menjalani hidup dengan mengikuti alur yang terkesan mewah, yang notabene diperlukan biaya yang sangat besar. Jika hanya berpangku pada penghasilan rutin/bulan barangkali belum cukup memenuhi standar gaya hidup birokrat yang borjuis. Dengan demikian ia pun memilih untuk mencari penghasilan diluar pendapatan rutin/bulan tentunya dengan cara-cara yang manipulatif. Hitungan mereka pun sudah matang bila harus berurusan dengan hukum, mungkin tak lebih dari tiga sampai lima tahun jika harus menjalani nestapa penjara. Bagi koruptor hukuman itu tak akan membuat efek jera atau merasa bersalah. Sebab koruptor berbekal materi yang cukup mapan untuk mendelegitimasi persamaan tidak lagi di depan hukum, tapi ditentukan dihadapan otoritas politik dan akumulasi modal ekonomi. Semua itu terjadi sangat sistemik serta disesuaikan dengan kepentingan subjektif birokrat yang berjiwa manipulatif.

Habitus subjektif birokrat ini akan beralih menjadi objektif saat ia menjalani peran yang dipilihnya tersebut. misalnya, seorang birokrat dibuat tak berdaya jika berada dalam kubangan sistem yang korup. Apalagi jika otoritas yang dimilikinya sangat kecil tentu akan berimplikasi pada sikap patuh terhadap atasan. Disinilah ia akan terhimpit dengan situasi yang delematis, satu sisi ia ingin ambil sikap untuk terhindar dari lingkar setan korupsi, tapi di lain hai ia tak kuasa untuk beranjak pergi sebab ia menggantungkan nasibnya dari jabatan tersebut. sikap pasrah itu lambat laun akan menjadi toleran terhadap cara-cara manipulatif. Itulah mengapa dramaturgi sang koruptor disebut memiliki muatan subjektif dan objektif. Karena pelakunya, menjalankan perannya secara natural, alamiah sampai pada sikap toleran dan bahkan dapat menjadi aktor dari sistem yang korup tersebut.

Kekuasaan Anti Korupsi


Bila kita dapat memahami makna korupsi diawali dari pintu kekuasaan, maka mengakhirinya pun harus menggunakan otoritas politik kekuasaan negara. Sebab negara tak mungkin mampu mengurus rakyatnya, jika birokrat sudah bermental korup. Sejatinya jalan pintas atas perilaku koruptor di era reformasi ini dapat ditebus dengan kemauan politik negara. Rakyat masih punya keyakinan bahwa bangsa ini dapat dikelola dengan baik melalui kebijakan yang anti korupsi. Seperti kesamaan persepsi pada kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk memberi hukuman seberat-beratnya pada koruptor.

Hukuman bagi para koruptor sebenarnya harus lebih berat dan tanpa toleransi dengan mengadopsi aturan dan contoh yang diterapkan di negara-negara yang sudah berhasil memberantas korupsi. Barangkali China dapat menjadi negara rujukan untuk belajar menghentikan sepakterjang koruptor. Penyediaan peti mati bagi koruptor merupakan simbol perlawanan terhadap korupsi, apalagi China kerapkali menjatuhkan vonis mati kepada pelaku korupsi. Adapun wacana untuk memiskinkan koruptor perlu dipertimbangkan agar dapat menjadi bagian politik hukum bangsa ini.

Kemudian, para koruptor seharusnya tidak saja dijatuhi hukuman berat melalui pengadilan, tetapi juga perlu diberi sanksi social dengan mengasingkan mereka dari interaksi fisik. Sanksi social semacam itu akan lebih baik jika dimulai dari pejabat atau pemimpin di berbagai aras, apalagi masyarakat kita masih berwatak paternalistic: meniru apa yang dilakukan petinggi.

Barangkali sanksi yang sangat berat akan menghentikan dramaturgi sang koruptor seperti apa yang sering menjadi tontonan publik akhir-akhir ini. Entah sampai kapan kita akan meributkan korupsi dari kasus ke kasus. Kemarin Gayus dan saat ini Nazarudin, entah besok siapa lagi? Semoga saja bangsa ini masih memiliki spirit kekuasaan yang anti korupsi, agar dapat mengatasi dramaturgi sang koruptor dengan jalan yang tidak toleran.***

Opini Bangkapos, Selasa 4 Oktober 2011



Penulis : FAISAL
Dosen FH UBB dan PW Pemuda Muhammadiyah





UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota