UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
15 Desember 2011 | 08:09:00 WIB
Membangun dengan Memaksimalkan Kerusakan Alam
Ditulis Oleh : Indra Ambalika, S.Pi
Kini di Tahun 2011, tepat sepuluh tahun dari mulai maraknya TI di Pulau ini dan persis sepuluh tahun sudah lahirnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang kita cintai, pembangunan di daerah kita terlihat cukup signifikan. Jalan-jalan raya yang semakin lebar dan beraspal bagus meskipun terkadang masih dijumpai proyek jalan tambal sulam. Jumlah kendaraan bermotor yang semakin ramai seiring bertambahnya jumlah penduduk Pulau Bangka baik masyarakat pribumi maupun masyarakat pendatang. Pasar-pasar semakin padat dan sesak mengindikasikan bergairahnya perekonomian meskipun di pulau ini terkenal dengan harga kebutuhan hidup yang lebih tinggi daripada daerah lainnya. Hotel-hotel semakin banyak dibangun, gedung-gedung dan pusat perbelanjaan pun bermunculan. Pembangunan yang mungkin menurut banyak orang sangat membanggakan.
Pembangunan yang di dapat ini ternyata tidak gratis bahkan harus dibayar sangat mahal dengan kerusakan alam di Pulau Bangka. Pembangunan yang ada menurut penulis tidak sebanding dengan tingkat kerusakan alam di pulau ini. Jauh lebih parah daripada kerusakan alam yang telah dicapai dibandingkan dengan sepuluh tahun silam. Di kampung-kampung, disela-sela deretan rumah yang mulai bertembok beton tampak pemandangan di belakang rumah penduduk, padang pasir menganga bekas TI darat beberapa tahun silam. Kebun belakang rumah yang dulunya hutan "kelekak" (Hutan Lebat yang biasanya terdiri dari pohon buah2an spt durian, dll) dipenuhi oleh berbagai macam tanaman buah warisan kakek nenek untuk anak cucu telah tergadai oleh godaan uang yang didapat dari penjualan timah. Sungai yang dulu jernih, tempat penduduk menangkap ikan kini telah memutih, pekat dan nyaris tertutup pasir bekas buangan aliran tailing TI. Tak layak lagi untuk mandi apalagi untuk minum sehari-hari.
Tak hanya di darat, di laut pun kini kerusakan semakin menggila. Gila karena hampir tak tahu dan tak ada batas aturan untuk menambang. Kerusakan semakin hari semakin menggurita menggenggam hampir semua pelosok laut Pulau Bangka. Setelah AMDAL terpadu PT Timah Tahun 2009 dilakukan. Perusahaan ini seperti kesetanan mendatangkan mitra Kapal Isap di Laut Bangka tanpa ada kajian kemampuan kapasitas lingkungan dengan aktivitas penambangan yang dilakukan di laut. Tak puas dengan wilayah usaha penambangan (WUP) milik PT Timah, para mitra kemudian mulai mendekati pemerintah daerah untuk membuka izin usaha penambangan (IUP) baru di laut. Kurang dari 4 mil laut untuk wilayah kabupaten/kotamadya dan 4 12 mil laut untuk wilayah provinsi. Dengan semangat otonomi dan mengatasnamakan pembangunan, IUP-IUP baru bermunculan seperti jamur dimusim penghujan. Hampir dua periode kepemimpinan ini, kabupaten-kabupaten di Pulau Bangka beradu mengeluarkan IUP baru kecuali Bangka Tengah. Provinsi pun tak mau kalah bahkan kotamadya dengan luasan laut terkecil tak ingin absen.
Kapal isap-kapal isap dari Thailand berseliweran seperti bebas hambatan di laut bagian Utara, bagian Selatan, dan bagian Timur Pulau Bangka. Dengan alasan PAD, kapal isap-kapal isap terus bermunculan. Anehnya, tak pernah cukup anggaran untuk melakukan pengawasan penambangan di Laut. Apalagi melakukan kajian untuk melihat dampak kerusakan ekosistem terumbu karang sebagai ekosistem vital perikanan akibat aktivitas sedimentasi buangan tailing kapal isap. PT Timah sendiri terkesan tak tegas dengan mitra yang menyalahi aturan apalagi pemerintah daerah dibawah komando kepala daerah. Jika aturan untuk perusahaan penambang timah yang legal saja tidak jelas dan tegas, bagaimana mungkin permasalahan untuk penambang ilegal seperti TI Apung dapat diaplikasikan?
Tahap pembangunan
Tahapan pembangunan sebenarnya sama seperti dalam sejarah kehidupan manusia dalam memanfaatkan alamnya. Pertama, manusia hidup berpindah-pindah (nomaden) berburu hewan dan memanen tumbuhan yang ada, ketika habis disuatu tempat maka berpindah ke tempat lain. Kedua, manusia mulai menjinakkan hewan yang biasa mereka buru kemudian mulai membudidayakannya dan bercocok tanam. Ketiga, manusia mulai menerapkan teknologi tepat guna iuntuk meningkatkan nilai tambah dan produktivitas dari komoditi alam untuk kehidupannya. Pertanyaannya, jika dilihat dari sudut pandang pembangunan, di tahap manakan pembangunan di daerah kita?
Pembangunan di Pulau Bangka menurut penulis baru sebatas memaksimalkan eksploitasi sumberdaya alam yang ada. Mirip seperti yang dilakukan manusia pada zaman hidup berpindah-pindah (nomaden). Kerusakan alam yang terjadi adalah buktinya. Lalu apa yang ingin kita banggakan dengan pembangunan seperti ini? Timah digali lalu dijual dalam bentuk balok-balok tanpa ada sentuhan teknologi untuk lebih meningkatkan nilai jual atau diversifikasi produk. Komoditi lain pun tak jauh berbeda seperti karet, sawit, lada, perikanan dsb sehingga memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat. Pemerintah daerah yang menjadi pondasi dari arah pembangunan harusnya lebih berpikir kreatif untuk membangun negeri serumpun sebalai yang sama-sama kita cintai dan sayangi ini.
Warisan Berharga
Bukan gedung-gedung tinggi dan munjulang, bukan timah yang menggunung, lautan minyak atau ladang tambang batu mulia.warisan berharga negeri ini. Warisan berharga itu adalah generasi muda yang beriman dan bertakwa, memiliki daya cipta dan daya saing untuk membangun negeri agar tahap pembangunan menjadi lebih bijak dalam mengelola suberdaya alam tidak sekedar menjadi manusia nomaden.
Ironisnya, selama sepuluh tahun pembangunan di Pulau ini. Generasi muda kita seperti biasa menyaksikan manusia yang merusak alamnya. Menghancurkan hutan, sungai dan laut karena alasan tuntutan ekonomi adalah pemandangan sehari-hari di Pulau ini. Lalu apa yang disiapkan untuk membentuk generasi ini? Berharap akan terbentuk dengan sendirinya generasi muda yang unggulan itu?
Memulai sesuatu yang baik untuk membentuk generasi yang baik adalah langkah bijaksana yang dapat dilakukan. semoga tulisan membangun Bangka Belitung seperti yang sering kita baca di spanduk, baleho atau surat kabar tak hanya membangun versi manusia nomaden lagi. Penulis yakin, bukan sekedar mimpi jika negeri laskar pelagi ini dikelola dengan lebih arif lagi dapat menjadi Brunai Darussalam kedua. Amin ya robbal alamin.
Memaknai sepuluh tahun pembangunan Babel ...
penambangan timah inkonvensional Apung (TI Apung_red) di Pulau Bangka
sisa galian penambangan timah rakyat yang dibiarkan begitu saja
Penulis : Indra Ambalika, S.Pi
Dosen Perikanan UBB dan Ketua Tim Eksplorasi Terumbu Karang UBB
Email : indra-ambalika[At]ubb.ac.id
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka