+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
23 Desember 2011 | 16:59:53 WIB


Kemana Cumi-Cumi Kita?


Ditulis Oleh : Indra Ambalika Syari, S.Pi

Harga cumi-cumi (Loligo sp.) di wilayah Sungailiat dan sekitarnya beberapa hari ini menembus harga fantastis!, Rp 70.000,- per kilogram. Berita tentang meroketnya harga cumi-cumi ini pun telah dikabarkan oleh media massa beberapa minggu yang lalu. Selain di Sungailiat, harga cumi-cumi di daerah lain seperti Belinyu, Jebus dan Pangkalpinang pun berkisar pada angka tersebut. Harga cumi-cumi telah mengalahkan harga daging sapi di pasaran saat ini. Apa sebenarnya yang terjadi dengan cumi-cumi sehingga menjadi mahal di pasaran?

Penulis yang tergabung dalam Tim Eksplorasi Terumbu Karang Universitas Bangka Belitung melakukan peninjauan langsung ke Pasar Ikan Sungailiat pada Sabtu (19/03/2011) untuk melihat kondisi yang sebenanrnya. Apa yang terjadi di pasar ikan tersebut memang sesuai seperti yang diberitakan, tak berlebih-lebihan. Hanya ada satu pedagang saja waktu itu yang menjual cumi-cumi dengan harga Rp 70.000 per kilogram. Pemandangan ini sangat berbeda dengan biasanya. Di Pasar Ikan Sungailiat biasanya terdapat banyak pedagang ikan yang juga menjajakan cumi-cumi sebagai komoditas dagangan mereka. Kontras berbeda dengan pemandangan saat ini yang hanya terdapat satu pedagang cumi-cumi, itu pun dengan jumlah dagangan yang tidak banyak.

Hasil pengecekan di Pasar Ikan Sungailiat tersebut menyimpulkan bahwa harga cumi-cumi mahal di pasaran karena cumi-cumi sangat sedikit (jumlahnya jauh berkurang) yang dijual di pasaran sedangkan permintaan cenderung konstan dan meningkat seiring semakin meningkatnya pola minat konsumsi masyarakat Pulau Bangka yang tinggi terhadap komoditas perikanan laut (seafood) termasuk cumi-cumi. Pertanyaannya, mengapa cumi-cumi menjadi sedikit di pasaran? Apakah saat ini memang sedang tidak musim cumi-cumi?

Cumi-cumi biasanya tidak banyak dijual di pasaran saat musim bulan terang (purnama penuh). Cumi-cumi adalah hewan yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan memiliki sifat mendekati cahaya pada malam hari (fototaksis posistif). Pada saat musim bulan terang, cumi-cumi menjadi lebih sulit ditangkap karena cumi-cumi tidak naik ke permukaan laut, Sinar bulan cukup terang sehingga lampu-lampu nelayan bagan ataupun yang dipasang di perahu nelayan kurang efektif. Namun, meski pada musim bulan terang, harga cumi-cumi tak sefantastis saat ini dan anehnya, harga fantastis cumi-cumi ini telah bertahan sekitar tiga minggu di pasaran. Padahal, musim bulan terang normalnya hanya sekitar 3 hari, bukan tiga minggu.

Untuk mengetahui sumber permasalahannya, penulis bersama tim melakukan wawancara langsung kepada nelayan di Sungailiat dan Pantai Rebo. Sebagai acuan, pemasok utama cumi-cumi di kota sungailiat adalah hasil tangkapan nelayan dari Daerah Rebo dan Bedukang. Peninjauan ke nelayan dilakukan pada hari minggu (20/03/2011). Informasi yang diperoleh dari wawancara menyimpulkan bahwa hasil tangkapan cumi-cumi nelayan sangat sedikit beberapa minggu ini. Bahkan, menangkap cumi-cumi hanya sekedar untuk umpan memancing saja sulit. Tak jarang, nelayan batal memancing karena tak bisa mendapatkan cumi-cumi di laut sebagai umpan memancing. Padahal sebelumnya, cumi-cumi sangat mudah untuk didapatkan. Mereka pun mengeluhkan hasil tangkapan cumi-cumi yang jauh merosot ini padahal nelayan sudah menangkap ke daerah yang lebih jauh dari biasanya dan seharusnya dari dua bulan yang lalu sudah masuk musim cumi-cumi tahunan di perairan Sungailiat.

Akar Permasalahan : Sedimentasi Kapal Isap dan TI Apung


Melambungnya harga cumi dan bertahan hingga beberapa minggu seperti ini adalah hal yang baru dialami oleh nelayan dan masyarakat Kota Sungailiat. Namun, ada sesuatu yang baru lainnya di perairan Laut Sungailiat saat ini. Sesuatu yang baru itu adalah terdapatnya 18 kapal isap yang beroperasi di perairan sekitar Air Kantung Sungailiat. Sebelumnya, tak pernah ada kapal isap beroperasi sebanyak itu di perairan sungailiat. Apalagi dalam satu lokasi. Ke-delapanbelas kapal isap yang beroperasi tersebut dapat dilihat jelas dengan kasat mata dari Pantai Tanjung Pesona dan Pantai Parai Beach Hotel. Hasil tinjauan langsung di lapangan, ke-delapanbelas kapal isap itu adalah : Chun Sin Siam Phangnga 1, Duang Dee 3, Aisyah 1, Data, Indo Siam Phuket 1, Jebus, Gosyen, Indo Dharma 1, KM. anugrah Surya 1, Kim Kim, Mentrachool, KM. Prima Jaya 1, Tanjung Bunga 3, Satria Anugerah, Petch Phang Nga 1, Red Dragon, W.T.K.1, dan Berekah Alam Samudra.

Seperti yang kita ketahui, beroperasinya kapal isap akan diikuti pula masuknya ratusan TI Apung. Aktivitas penambangan timah lepas pantai oleh kapal isap dan TI Apung membuat sedimentasi perairan meningkat drastis yang ditandai dengan meningkatnya kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS) pada perairan. Berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut menyebutkan bahwa batas maksimal TSS untuk biota laut adalah 80 mg/l. jika nilai TSS lebih dari angka tersebut akan menyebabkan kematian biota atau biota akan menjauh dari perairan tersebut ke perairan yang lebih jernih atau TSS-nya lebih rendah. Untuk standar terumbu karang, TSS maksimal adalah 20 mg/l.

Sebagai bahan pertimbangan, hasil penelitian Tim Geologi yang meneliti Karakteristik Endapan Sedimen Laut Dan Total Suspended Solid (TSS) Di Perairan Bangka yang merupakan kegiatan Pelayaran Kebangsaan Ilmuwan Muda batch II di Perairan Pulau Bangka pada September 2010 menggunakan kapal riset kelautan tercanggih milik Republik Indonesia BARUNA JAYA VIII menunjukkan bahwa konsentrasi TSS yang tertinggi ditemukan di Sebelah Utara dari Pulau Bangka dengan kisaran 72.5 mgr/l 97.5 mgr/l. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesa (LIPI) dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) DEPDIKNAS.

Saat pengambilan data, memang aktivitas penambangan timah lepas pantai di perairan bagian utara Pulau Bangka yang paling banyak seperti di penganak, belo laut, bubus, penyuusuk, dll. Hasil ini membuktikan bahwa penambangan timah lepas pantai akan meningkatkan laju TSS dan akhirnya akan membuat biota laut mati atau menjauh.

Belajar dari Pesaren dan Rebo


Hal ini seperti yang terjadi di Desa Pesaren Bintet Belinyu Kabupaten Bangka. Desa ini merupakan salahsatu desa penghasil utama cumi-cumi di kawasan utara Pulau Bangka (Bangkapos, 06 November 2007). Harga jual cumi-cumi pada tahun 2007 hanya Rp 15.000 17.500 per kilogram. Pada bulan Juni 2010, saat Tim Eksplorasi Terumbu Karang UBB melakukan ekplorasi terumbu karang di perairan sekitar desa tersebut, nelayan mengeluhkan susahnya mendapatkan cumi-cumi di perairan laut mereka. Nelayan mengakui jika musim cumi-cumi tahun itu hampir tidak ada cumi-cumi. Hasil identifikasi permasalahan yang diperoleh oleh tim Eksplorasi Terumbu Karang UBB menyimpulkan karena tercemarnya perairan laut pesaren oleh sedimentasi penambangan timah lepas pantai karena banyaknya terumbu karang yang mati tertutup lumpur buangan penambangan timah lepas pantai yang terbawa oleh arus. Dari pantai Pesaren memang tidak tampak ada kapal isap dan TI Apung, tapi di perairan di sebelahnya yaitu Bubus, Batu Atap dan Penyusuk lebih dari 5 kapal isap dan ratusan TI Apung beroperasi.

Akhir Januari 2011, Tim Eksplorasi Terumbu Karang UBB menerima laporan lengkap dengan fotonya dari nelayan rebo bahwa banyak sponge, akar bahar yang terdampar di Pantai Rebo. Saat itu beroperasi dua unit kapal isap di perairan rebo yang terkenal dengan sebaran terumbu karangnya. Selain itu ditemukan pula banyak telur sotong (Sephia sp.) yang terdampar di pantai sebesar kelereng berwarna putih namun telah rusak dan kusam bercampur lumpur. hal ini menunjukkan bahwa, sedimentasi dari aktivitas penambangan telah merusak daerah bertelur (spawning ground) sotong dan cumi-cumi. Kerusakan habitat akibat sedimentasi menyebabkan terjadinya perubahan fisik habitat yang berakibat pada berubahnya komposisi biota penyusun habitat tersebut.

Jika perairan yang sebelumnya jernih telah berubah menjadi keruh dan berlumpur. Apa yang kita harapkan untuk membangun Pulau Bangka pasca timah? Ironis, di pulau yang dikelilingi oleh laut ini, harga cumi-cumi lebih tinggi dari daging sapi di pasar kita sendiri. Semoga kepala daerah yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan izin penambangan timah lepas pantai lebih bijaksana menggunakan wewenangnya. Lebih bijaksana untuk keberlangsungan nasib nelayan, melindungi konsumen setia biota laut bergizi tinggi dan memikirkan warisan yang lebih baik untuk nasib generasi nanti. Amin.





cumi saat normal di pasar ikan Sungailiat biasa seharga Rp 25000-Rp 30000 per kg



Pembuatan rumpon cumi bersama nelayan matras



Penenggelaman rumpon cumi



Rumpon cumi hasil kegiatan antara mahasiswa perikanan UBB dnegan nelayan matras



Telur sotongi (Sephia sp) yang menempel pada rumpon cumi


Penulis : Indra Ambalika Syari, S.Pi
Ketua Tim Eksplorasi Terumbu Karang UBB





UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota