+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
26 Oktober 2011 | 19:31:43 WIB


Berkawan Baiklah dengan Pers


Ditulis Oleh : Iksander, S.Sos

Peristiwa pelecehan wartawan di kota Sungailiat memberikan kita sebuah penegasan, bahwa masih ada sejumlah elemen masyarakat yang belum menerima keberadaan pers. Masyarakat seperti ini bisa jadi dipenuhi dengan bayangan ketakutan terhadap profesi kewartawanan. Atau bisa jadi sebuah bentuk arogansi terhadap profesi wartawan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat kasus kekerasan terhadap jurnalis selama tahun 2011 mencapai 61 kasus, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 66 kasus. Disebutkan, sejak 2003 hingga 2011 ini, LBH Pers mencatat kasus kekerasan terhadap jurnalis sebanyak 344 kasus kekerasan, baik fisik maupun nonfisik. Bahkan sejumlah kasus berujung pada pembunuhan terhadap wartawan.

Sebuah informasi yang bikin miris. Mengingat wartawan adalah sebuah profesi yang pada dasarnya terhormat. Bukankah ia elemen yang ke empat dalam pilar demokrasi. Jadi dalam Negara ini, sebagai penganut paham demokrasi, kekerasan terhadap wartawan tidak dapat ditolerir. Perlakuan ini dianggap mencederai demokrasi itu sendiri.
Tidak bermaksud untuk mengungkit luka lama atau pun mencederai perasaan kedua belah pihak yang bertikai. Dalam kasus pendorongan wartawan Bangka TV itu, bisa jadi sebuah bentuk pelampiasan kekesalan. Prasangka baiknya, mungkin si pelaku dalam keadaan panik atau emosi. Untuk mengungkapkan bahwa saat itu keluarga pelaku tak mau "diganggu".

Namun di lain pihak, wartawan juga dituntut untuk proses peliputan mendalam. Prosedur cover both side> adalah kode etik yang wajib dipenuhi dalam peristiwa beperkara. Ini pada dasarnya untuk menghindari trial by the press. Setiap orang diberikan kesempatan untuk tampil dalam berita agar berita berimbang dan tidak memihak.
Peristiwa diatas memberikan sejumlah pesan moral bagi masyarakat kita, terutama Bangka Belitung yang kita cintai ini.

Yang pertama, bahwa harus ada pemahaman mendalam terhadap kerja media. Keberadaan media bukan lah semacam penggugat ketertiban, namun ia pencipta kemanan, pencipta keseimbangan. Kehadiran wartawan dalam sebuah peristiwa selain mencari informasi juga memberitakan kebenaran. Bukankah esensi jurnalisme itu adalah berpihak pada kebenaran.

Anggota masyarakat, apakah ia terlibat dalam sebuah kejadian bernilai berita, seyogyanya menghormati kerja media. Memberikan keterangan ketika diwawancarai adalah sebuah dukungan terhadap keberadaan media itu sendiri. Meski sekali lagi, ketika di posisi tersangka, tiada enak ketika diwawancarai. Bagaimanapun, ketika menjadi tersangka, ia tidak kehilangan haknya untuk memberi informasi bukan?.

Memberikan informasi adalah memberikan kita kesempatan untuk bicara kepada publik. Ketika ini dilakukan, pengadilan pers dapat dihindari.

Kedua, setiap anggota masyarakat pada dasarnya hidup dalam sistem komunikasi ini. Sebagai makhluk sosial, maka dunia komunikasi terutama pers adalah keniscayaan. Ketika anda hidup dalam dunia ini, maka mau tak mau terkena kesempatan untuk tampil dalam sebuah pemberitaan. Meski untuk hal yang satu ini, anda harus masuk dalam kategori peristiwa yang bernilai berita.

Abraham maslow menggolongkannya dalam tipe manusia berkebutuhan sosial dan bergabung dengan sesama. Bergaul dengan dan diterima oleh sesama adalah sebuah kebutuhan. Sudah kodratnya begitu.

Masyarakat pun tak sendiri sebagai elemen dari alur sistem informasi ini, ada media massa sebagai pembawa pesan publik. Alurnya akan bekerja ketika media membawa pesan dalam ragam bentuknya, ketika sampai di masyarakat. Ia bisa dimaknai dengan kata penerimaan atau apatis oleh masyarakat.

Pada dasarnya masyarakat tak serta merta kehilangan peran dalam penentu apa yang seharusnya (das sollen) berlaku di masyarakat. Kontrol sosial pun ada di masyarakat selain ada di media. Kita tak mesti takut juga dengan media.

Terakhir, yang patut jadi perenungan adalah kasus kekerasan terhadap kerja wartawan sebagian besar pelakunya adalah kalangan yang punya kuasa. Kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, Para pelaku kekerasan terhadap jurnalis, paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian, masyarakat, preman, TNI, dan ormas.
Sebuah fenomena yang mencerminkan bahwa proses demokrasi belum lah berjalan dengan baik. Bahwa kebebasan berekpresi dan menyampaikan pendapat seringkali dilihat dari kaca mata kuda. Penyelesaian sebuah kesalahan pemberitaan bukan dengan pengaduan ke dewan pers atau menggunakan hak jawab namun dengan kontak fisik. Profesi kewartawanan pun ibaratnya dipandang sebelah mata.

Kiranya perlu pemahaman mendalam terhadap kerja media. Tugas mereka dilindungi oleh UU Pers. Ketika bekerja juga dibekali dengan Kode Etik Jurnalistik. Tiada sembarang. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada diantara mereka, wartawan tanpa surat kabar (WTS) diantaranya.

Harapannya, berlaku baiklah dengan pekerja media. Profesi ini pada dasarnya mulia, dan ia sebuah keniscayaan dalam sebuah sistem sosial di negara manapun. Keberadaannya, sama pentingnya dengan elemen masyarakat lain. Hidup di Negara demokrasi seperti Indonesia, seyogyanya berteman baik dengan pers. ***




Penulis : Iksander, S.Sos
Humas UBB





UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota