UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
22 Desember 2021 | 11:33:35 WIB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Ditulis Oleh : Dwi Haryadi (Dosen Fakultas Hukum UBB)
Seolah adegan film perang dimasa lalu ada ratusan armada laut yang bersusun lengkap dengan pasukan dan bombardir yang jangkauan tembakannya bisa meluluhlantakan pulau yang menjadi target. Bedanya, yang terjadi dilaut Munsang Sijuk, Belitung, ada puluhan ponton TI Rajuk yang mengganggu kejernihan birunya laut, jadi ancaman bagi pesona terumbukarang, terganggunya zona tangkapan nelayan, potensi melebar kekawasan wisata, pemicu konflik horisontal antara nelayan, penambang dan pelaku wisata.
Mengutip Teori Kriminologi Routine Activity milik Felson dan Cohen, bahwasanya kriminalitas itu normal dan dan bergantung pada kesempatan-kesempatan yang tersedia. Teori ini berdiri di atas tiga argumentasi, yakni motivated offenders, suitable targets and the absence of capable guardians. Mari cerna satu persatu tiga argumentasi di atas terhadap yang terjadi dipesisir Munsang.
Pertama, motivasi pelaku. Bicara motivasi tentu alasan ekonomi, perut, minim lapangan pekerjaan dan kawan-kawannya selalu muncul dibelakang tambang ilegal. Ekonomi jadi kambing hitam klasik tetapi tetap hadir sebagai penyebab kejahatan diabad digital. Bahkan oleh beberapa pihak ada yang coba membenarkannya sebagai rational choice atau pilihan rasional hari ini dan bawa-bawa dampak pandemi. Jangan-jangan pembenaran itu hanya jalan pintas, jalur pragmatisme ditengah pemimpin belum optimal menggenjot sumberdaya lain yang ada dan jadi sumber ekonomi warganya. Tapikan timah juga anugerah yang Kuasa untuk kita. Betul, tetapi syarat dan ketentuan berlaku. Menambang sesuai zonanya, berizin, terapkan K3, bayar pajak/royalty dengan sungguh-sungguh, lakukan serius reklamasi dan harus mensejahterakan semuanya. Jangan segelintir saja. Disaat laut Belitung sudah dicatat dengan tinta emas sebagai zero tambang, artinya jadi komitmen bersama. Semuanya, tidak boleh ada satu mahklukpun yang mengganggunya. Jika ada, maka harus siap berhadapan dengan suara-suara kritis yang tidak akan pernah diam. Komitmen kuat ini harus terus terjaga demi lestarinya laut kita.
Kembali keurusan perut tadi, motivasi pelaku menurut Felson dan Cohen sebenarnya tidak lagi berbasis pada kemiskinan, pengangguran dan lain-lain yang selama ini sering kita bicarakan. Tetapi lebih kepada melihat kesempatan yang ada di depan mata seperti laut yang membentang dengan timah didalamnya, wilayah yang jauh dari jangkauan publik, imbalan yang seimbang, sarana prasarana yang tersedia, BBM yang mudah, dan lain sebagainya. Kemudian, yang harus kita sadari juga, urusan perut akar rumput yang selalu digambar gemborkan itu sesungguhnya hanya kamuflase guna kepentingan ekonomi elit/pemodal. Kenapa demikian, karena tidak mungkin hasil TI Rajuk langsung diekspor oleh saudara-saudara kita penambang, tetapi ia berlanjut ke tangan demi tangan berikutnya sehingga sampailah ia kenegri orang dengan harga yang berlipat-lipat. Jadi bicara motivasi pelaku, jangan putus dilevel penambang tetapi juga motivasi yang menjadi penampung dan seterusnya dihilir.
Kedua, target yang tepat. Selalu ada rasionalisasi bahwa yang ada diperut bumi ini bisa kita eksploitasi semuanya. Akibatnya timah yang melimpah dilaut karena sudah habis didarat menjadi target yang tepat. Dimanapun, kapanpun, digali dan digali, termasuk dikawasan Hutan Lindung Pantai di Munsang ini. Kawasan reklamasi pun tidak luput digali lagi. Dengan pembenaran tersebut, ditambah sebagai penganut antroposentris dimana kepentingan manusia lebih utama dari sekitarnya termasuk lingkungan, maka sah-sah saja eksploitasi dilakukan dengan mengabaikan lingkungan. Target yang tepat juga terjadi karena harga timah yang melambung dan lokasinya jauh dari perhatian publik. Padahal diera dunia maya, apa yang terjadi dilubang semut pun kita bisa dengan cepat viral. Oleh karenanya, kontrol publik sangat penting. Karena lengah sedikit menjadi pembuka kesempatan melakukan pelanggaran/kejahatan.
Ketiga, ketidakhadiran atau lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dari pihak yang berwenang. Lemahnya aspek ini akan menjadi pemicu yang luar biasa kriminalitas dan bisa mengarah kepada masyarakat tanpa norma. Disaat tidak ada penegakan hukum terhadap kriminalitas sekecil apapun maka sama saja membiasakan yang salah menjadi benar. Hari ini di Munsang dan besok bisa dimana-mana. Syukurnya ada respon cepat dari tim gabungan yang langsung datang kelokasi meskipun hanya menemukan beberapa mesin dan areal bekas tambang yang merusak kawasan hutan bakau tanpa ada satupun pelaku yang ditangkap. Kita apresiasi, namun tentu tidak cukup sampai disitu. Kiranya tidak sulit ya pagi penegak hukum dan kita sangat percaya dengan kemampuannya untuk menemukan penambang termasuk menyentuh aktor-aktor dibelakangnya. Komitmen pemerintah daerah dan penegak hukum penting agar hal serupa tidak terulang, sehingga kasus Munsang jadi yang pertama dan terakhir di laut Belitung. Jikapun kedua faktor diatas, motivasi pelaku dan target yang tepat selalu muncul sesuai dinamika sosial masyarakat, namun dengan komitmen pemerintah daerah, penegakan hukum dan konstrol sosial dari publik yang kuat maka faktor pemicu yang ketiga sudah tidak ada dan kasus Munsang-Munsang berikutnya tidak berani lagi menunjukan batang hidungnya.
UBB Perspectives
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka
GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)
Kenalkan Bangka Belitung dengan Foto !
DNSChanger dan Kiamat Kecil Internet
Kebablasan Otonomi Daerah : Obral Izin Pertambangan
Tips Menjadi Jurnalis Online Sejati
Saatnya Mencontoh Sumber Energi Alternatif Brazil
LEGOWO DAN BERSATU MEMBANGUN BABEL
Berharap Gubernur Baru Babel Pro Perikanan
AYO MENULIS, MENULIS DAN MENULIS (SILAHTURAHMI KEILMUAN-Bagian 5)
Pendalaman Demokrasi Babel Menuju Demokrasi Substansial
KEPEMIMPINAN NASIONAL ANTI KORUPSI DALAM MENEGAKKAN KEDAULATAN HUKUM
Perangkingan Webometrics pada Universitas Sedunia
GUBERNUR BARU DAN PROGRAM KEPENDUDUKAN
ANALISIS HASIL PILGUB BABEL : ANTARA DE FACTO DAN DE YURE