+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
25 Februari 2022 | 14:53:45 WIB


Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai


Ditulis Oleh : Rodian Akbar (Mahasiswa Sosiologi)

 

       Semakin ke sini, kehidupan yang ada kerap menempatkan posisi individu serta masyarakat luas pada kebimbangan. Kebimbangan itu muncul sebagai akibat dari sulitnya menempatkan posisi pada pilihan yang mana. Kondisi ini seringkali terjadi pada saat diharuskan untuk memilih antara energi yang dibutuhkan atau berpihak pada lingkungan.


      Populasi manusia yang terus meningkat mengakibatkan konsumsi terhadap energi juga semakin tinggi. Manusia membutuhkan listrik, perangkat elektronik, peralatan rumah tangga, serta kendaraan untuk bisa bepergian. Semua barang ini membutuhkan ketersediaan energi sebagai salah satu faktor produksinya. Listrik membutuhkan batu bara agar bisa beroperasi pembangkitnya. Perangkat elektronik seperti gawai membutuhkan timah khususnya timah solder (tin solder) agar bisa berfungsi.


      Eksplorasi terhadap sumber daya energi seperti timah dan batu bara dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia dapat mengakibatkan timbulnya kerusakan lingkungan. Namun, jika tidak dilakukan eksplorasi, bisa dipastikan kebutuhan manusia terhadap energi tidak bisa terpenuhi. Pada tahap inilah individu dan masyarakat mengalami kebimbangan. Kokoh untuk berpihak pada kelestarian lingkungan atau memilih untuk mendukung upaya eksplorasi terhadap sumber daya energi.


      Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah di Indonesia. Timah sudah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari masyarakat. Selain sebagai profesi dengan alasan kebutuhan ekonomi, timah juga menjadi komoditas ekspor yang sangat menggiurkan. Terlebih lagi jika harga beli yang ditawarkan oleh importir sedang melambung tinggi.


      Dapat dipastikan bahwa timah masih menjadi pilihan yang menggiurkan sebagai sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat secara umum. Selain masyarakat, timah juga dilirik oleh perusahaan swasta maupun perusahaan plat merah, seperti PT Timah Tbk. Melansir dari idxchannel.com (2021), PT Timah Tbk atau perusahaan yang dikenal dengan kode emiten TINS ini memperoleh laba operasional senilai Rp630 miliar pada kuartal ke-2 tahun 2021 dan Rp270 miliar laba bersih atau laba tahun berjalan.


      Tidak bisa dipungkiri bahwa timah dari sejak awal penambangannya di Bangka Belitung hingga saat ini telah sedikit banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Selain itu, masyarakat juga bisa bertahan dan bertumbuh dengan melakukan penambangan timah hingga beberapa waktu. Kondisi ini sebetulnya menyebabkan dilema yang besar pada masyarakat itu sendiri. Pada satu posisi, masyarakat membutuhkan pendapatan ekonomi sebagai upaya untuk tetap bertahan hidup dan melanjutkan kehidupan. Namun, pada posisi yang lain, masyarakat sendiri menyadari akan adanya dampak yang berbahaya bagi kesehatan diri serta dampak akan kerusakan lingkungan.


      Melansir sumber dari mongabay.co.id (2021), terdapat sejumlah 1.021 kolong di Pulau Bangka pada tahun 2006. Jumlah ini barangkali sudah beranak pinak selama 15 tahun mengingat saat ini sudah memasuki tahun 2022. Kolong yang merupakan hasil dari aktivitas penambangan timah ini memiliki dampak positif dan dampak negatif.


       Dampak positif yang dihasilkan yaitu dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber air bagi masyarakat saat dilanda musim kemarau. Bukan rahasia umum lagi bahwa kolong bekas tambang sering digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari, termasuk untuk mandi atau mencuci. Namun, hal ini tetap membutuhkan pemrosesan agar layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat agar tidak menyebabkan timbulnya penyakit. Kolong bekas tambang timah juga dapat menjadi tempat wisata jika berhasil dikelola dengan baik oleh berbagai pihak. Tentunya harus melalui proses pemulihan dan pengelolaan terlebih dahulu agar dapat menarik minat masyarakat untuk datang berwisata. Salah satu contohnya adalah tempat wisata Danau Pading di Kabupaten Bangka Tengah yang merupakan kolong bekas tambang.


       Sementara itu, kolong juga memiliki dampak negatif. Karena perlu diketahui bahwa tidak semua kolong bekas tambang timah memiliki air yang berwarna jernih. Selain itu, ada pula kandungan zat-zat berbahaya bagi kesehatan manusia semacam timbal, termasuk bahan radioaktif seperti thoron dan radon. Tentu saja hal ini sangat mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat yang masih awam akan dampak bahayanya.
Mengutip dari detik.com (2021), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Beliung mengatakan bahwa pada tahun 2019-2020, ada 13 orang yang tewas di area bekas tambang yang belum direklamasi atau justru tengah dimanfaatkan kembali oleh para penambang ilegal. Oleh karena itu, dibutuhkan edukasi dan upaya pemulihan bersama yang semestinya dilakukan baik oleh masyarakat maupun dari pemerintah.


       Sudah terang sekali bahwa timah mampu menempatkan masyarakat dalam kebimbangan. Jika tak menambang, maka sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Belum lagi pada awal tahun 2020 lalu, pandemi menjalar ke seluruh dunia yang mengakibatkan kondisi perekonomian dunia melemah. Pada saat aktivitas perkantoran terkendala, kegiatan pariwisata tersendat, masyarakat masih mampu untuk bertahan dengan tetap menambang timah. Meskipun ada pula kekhawatiran akan lingkungan yang semakin banyak rusaknya. Lahan semakin tidak memadai seiring dengan bertambahnya populasi penduduk. Belum lagi lahan-lahan yang dialih fungsikan menjadi lahan tambang bagi masyarakat maupun korporat. Mulai dari darat hingga laut, semuanya ditambang demi kebutuhan manusia akan ekonomi maupun kebutuhan energi. Tidak perlu bertanya siapa yang bertanggungjawab, karena kita semua akan menanggungnya, termasuk generasi setelah kita.


       Data yang dirilis oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagaimana dikutip oleh detik.com (2021), luas lahan kritis pada tahun 2019 di pulau timah ini seluas 20.078,1 hektare.  Memang sangat kecil jika dibandingkan dengan luas wilayah daratan Bangka Belitung secara keseluruhan, namun jumlah itu masih terkategori lagi dengan pemukiman, zona pemerintahan, dan kawasan perekonomian. Sehingga lahan kritis tersebut dapat bermakna besar bagi lingkungan.


       Kerusakan di laut terutama pada ekosistem terumbu karang juga tak kurang dengan kerusakan yang terjadi di daratan. Tentu problematika ini tidak terlepas dari kegiatan penambangan timah yang dilakukan pada wilayah perairan. Mulai dari kapal isap, ponton apung, hingga kapal keruk berkontribusi terhadap rusaknya wilayah perairan. Sebagaimana yang tertera pada portal.belitung.go.id, yang dirilis pada tahun 2010, kerusakan terumbu karang di Pulau Bangka mencapai lebih dari 50% ekosistem. Sementara untuk proses pemulihan ekosistem membutuhkan waktu hingga lebih dari 50 tahun (kompas.com, 2010). Ini bukan suatu hal yang remeh temeh lagi, jika diibaratkan maka 50 tahun bisa disamakan dengan kehidupan dua generasi. 


       Sekali lagi, urusan kebutuhan hidup serta ekonomi akan menjadi alasan. Mau tidak mau, suka atau tidak, kegiatan penambangan timah akan tetap berjalan. Bahkan masyarakat yang menambang memiliki kebimbangannya sendiri. Dengan menambang timah, masyarakat bisa memperoleh penghasilan dan mampu memenuhi kebutuhan termasuk menyekolahkan anak hingga membayar pajak. Namun, masyarakat sendiri sadar, ada banyak resiko yang mengiringi selama aktivitas penambangan timah dilakukan. Mulai dari rentan terhadap bahaya longsor yang sewaktu-waktu bisa terjadi, polusi udara yang sudah sangat jelas bisa membahayakan saluran pernafasan, hingga polusi suara karena berdekatan dengan mesin-mesin tambang yang suaranya meraung seakan siap menghantam perut bumi demi menemukan timah. Belum lagi dengan kondisi lingkungan yang rusak. Karena notabenenya masyarakat yang melakukan aktivitas penambangan timah, bermukim tidak akan jauh dari lokasi penambangan. Sehingga kebimbngan ini semakin bertambah-tambah. Kemana mereka akan mencari air ketika musim kemarau panjang melanda dan dimana mereka akan mengungsi jika suatu saat terjadi banjir sebagai akibat dari hilangnya daerah resapan air berupa hutan yang kini disulap jadi kubangan. Sungguh sangat dilematis.


      Tambang timah jelas sekali membuat masyarakat bimbang. Bahkan, hasil aktivitas penambangan berupa kolong, turut menambah kebimbangan tersebut. Selalu ada positif negatif dari apa yang dilakukan oleh manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal yang harus selalu diutamakan adalah jangan serakah, ambil secukupnya lalu perbaiki meski tak bisa seperti semula. Di atas tanah yang ragam akan adat budaya dan toleransi ini, masih ada banyak orang yang ingin hidup, bukan hanya kita sendiri. Kebimbangan akan selalu membayangi, namun itu tidak akan mampu membuat aktivitas penambangan berhenti, masyarakat butuh untuk keperluan ekonomi. Oleh karena itu, pemulihan lahan pasca tambang mesti berasal dari inisiatif penambang sendiri atau pihak korporat yang melakukan agar bisa mengembalikan fungsi hutan meskipun tak sebaik dulunya. Karena bagaimanapun bimbangnya manusia, tetap lingkungan yang akan selalu menjadi korban pertamanya.
 

          



UBB Perspectives

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota

Kenalkan Bangka Belitung dengan Foto !

Demokrasi yang Tersandera