+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Kabar UBB

Universitas Bangka Belitung
16 Juli 2008 WIB


Tentang Gunung Es di Antartika


Tentang Gunung Es di Antartika
Kunci keselamatan bumi, jangan-jangan terletak di gunung-gunung es di Antartika. Wallahu a'lam. Dikatakan sebagai kunci keselamatan untuk seluruh isi bumi, mungkin terlalu berlebihan. Tetapi sebagai satu sinyal, persoalan benua es di kutub utara dan selatan bumi memang tidak bisa disepelekan. Bila kutub itu sampai “ngamuk”, akibatnya tak kalah dahsyat dibandingkan ledakan bom nuklir di beberapa penjuru dunia sekaligus.



Ini persoalannya demikian. Benua es merupakan cadangan air yang demikian besar jumlahnya. Kebetulan karena air tidak bisa ditumpuk hingga bergunung-gunung, dengan bentuk beku hal itu bisa dilakukan. Dan ternyata, pada beberapa tempat, tumpukan es itu bisa mencapai ketebalan lebih 4 kilometer.



Bila semua es itu mencair karena suatu sebab, maka seluruh dunia akan mengalami akibat yang luar biasa. Permukaan air laut akan naik dengan serta merta setinggi 6 meter. Itu berarti kota-kota dunia, yang kebanyakan berada dipinggir pantai, termasuk Jakarta, akan tenggelam. Banjir itu baru akan berakhir setelah terbentuk kembali gunung-gunung es sebagaimana semula.



Hipotesa ini bukan angan-angan atau lelucon. Meskipun belum dipastikan kapan akan terjadi, tetapi kemungkinan untuk itu ada. Dan menurut pertemuan dari serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Nevada's Desert research Institute, bumi bahkan sudah pernah mengalami hal semacam itu, yakni pelelehan gunung-gunung es. Pada periode tertentu, pengurangan ketebalan es di kutub pernah mencapai 30 centimeter pertahun.



Tentang kecepatan, inilah yang hingga sekarang masih menjadi bahan kajian serius. Sebab dulunya pernah ada keyakinan, bahwa untuk menghabiskan es-es di kutub dibutuhkan waktu sekitar seribu tahun. Tetapi pada awal tahun 90-an, keyakinan itu berubah menjadi 100 tahun saja.



Ternyata melihat perkembangan yang ada, kemungkinan itu bisa terjadi sekalipun hanya dalam 2 tahun! Penyebab yang paling umum adalah perubahan suhu bumi. Saat ini diketahui adanya pertambahan 2 milimeter permukaan laut setiap tahun. Perubahan suhu global yang terdeteksi berkisar 1 derajat. Ini ditunjang oleh berkembangnya industri dan pemakaian bahan-bahan pembuat polusi. Bila kecepatan ini bisa bertahan, nasib bumi masih relati aman. Manusia, pada saat kota-kota harus tenggelam, mungkin sudah menemukan bumi lain di tata surya lain pula.



Tetapi bila laju pengrusakan oleh manusia tidak bisa dibendung, dan suhu global bumi lebih cepat meningkat, maka bencana akan datang sebelum manusia siap mengahdapainya. Asal tahu saja, penurunan suhu 1,1 derajat Celcius sudah mengubah iklim daratan Eropa. Sementara saat ini, ada beberapa tempat yang mencatat perubahan suhu yang mencapai 10 derajat Celcius dalam tiga tahun saja.



Bahaya lain dari lelehan es kutub adalah tersebarnya bibit penyakit. Sebagai kawasan beku, kutub bisa mengawetkan begitu banyak bangkai dalam waktu cukup lama. Tetapi bila es mencair bangkai-bangkai itu akan segera membusuk secara cepat. Lewat daratan terdekat, bukan tidak mungkin penyakit itu menyebar ke seluruh dunia.

Apalagi perubahan siklus beku-cair itu dipastikan juga akan memakan korban matinya ribuan penghuni kutub. Sekedar ilustrasi, penetasan telur pinguin biasanya dua pekan menjelang “musim” es mencair. Ketika jadwal cair itu tidak tepat, terlalu cepat dua pekan, maka anak-anak pinguin itu mati, kaget oleh suhu lingkungan.



Siklus dalam hubungan air dan es di kutub, rupanya unik juga. Gumpalan-gumpalan es selalu terbentuk, dan pada bagian lain selalu meleleh. Air dibawah bekuan es, biasanya mencatat suhu sekitar 1 derajat Celcius. Kelompok inilah yang selalu siap membentuk es baru. Ketebalan lapisan air ini bisa mencapai lebih 2 kilometer.



Ketebalan lapisan es bisa relatif konstan, karena pada saat permukaan meleleh, bagian bawahnya menambah ketebalan. Bekuan baru dilapisan bawah ini secara berangsur-angsur “antri” menuju permukaan, digantikan oleh lapisan yang lebih baru lagi. Jadi sebenarnya daratan es yang nampak diam membeku itu “sibuk” dengan kegiatannya sendiri.



Ada pemisahan yang unik juga antara air asin yang merupakan bawaan asli lautan dengan gumpalan es yang bersifat netral. Tepat di bibir permukaan es bagian bawah air dingin itu tidak asin. Tetapi di bawahnya lagi ada lapisan campuran yang lebih asin, karena di sana kandungan garam terkonsntrasi. Campuran itu bersuhu lebih hangat dari sekitarnya, dan berfungsi sebagai pengontrol keseimbangan air cair dengan air beku. Subhanallah, wallahu a'lam.



Source :

Rustinah Blog | Tentang Gunung Es di Antartika

UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi