Kabar UBB
Universitas Bangka Belitung
Kabar UBB
Universitas Bangka Belitung
31 Juli 2008 WIB
Ritual Ngancak di Bangka Belitung Tempo Doeloe
Apa itu "ngancak" ?
Ngancak adalah sebutan dalam bahasa daerah Bangka Belitung untuk prosesi ritual mistik berhubungan dengan mahluk halus. Pada zaman animisme dahulu, kepercayaan terhadap roh dan mahluk halus demikian membumi sehingga menjadi sebuah aliran dalam kepercayaan masyarakat.
Masyarakat yang dulu, percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini bersumber dari akibat pengaruh keberadaan Roh dan Mahluk Halus. Sehingga bila terjadi suatu penyakit, kemalangan, musibah dan lain sebagainya "DUKUN" atau sebutan lainnya menjadi tempat pertama untuk dituju.
Tidak sembarangan orang dapat menjadi dukun ...atau ahlinya mistik waktu itu. Mereka haruslah orang yang mempunyai suatu kelebihan. Misalnya; menguasai tentang dunia mahluk halus/kaum bunian, bisa memerintah binatang hingga sebagainya. Yang ahli dalam menangani buaya misalnya hanya mendapat sebutan sebagai pawang / dukun buaya saja.
Ngancak pada dasarnya ritual memuja, memelihara hingga dapat memerintah mahluk halus. Prosesi yang sudah lama ditinggalkan ini, sejak adanya pembaharuan terhadap ideologi agama ternyata menyimpan sejuta misteri.
Ritual ngancak lebih dari sekedar memberi "sesajen" dan permohonan atas rejeki semata. Namun dengan ritual ini, orang yang menguasainya dapat memerintah mahluk halus dan menjadi "majikannya". Bahkan dapat digunakan berbuat apa saja sesuai dengan keinginan pelaku ritual tersebut.
Prosesi ngancak biasanya dilakukan ditempat-tempat yang sepi, jauh dari keramaian, angker dan mengandung nilai mistik yang tinggi. Sang pelaku membawa beragam makanan, buah-buahan, dupa/kemenyan, dan peralatan yang khusus lainnya. Waktu dimulainya ritual tersebut biasanya dilakukan pada waktu siang hari (tepat pada saat matahari berada diatas kepala), sore hari (menjelang waktu magrib/sekitar pukul 05.30 sore s/d 07.30 malam) dan malam hari (tepat tengah malam).
Pada saat pelaksanaan ritual itu, sang pelaku memulai dengan membakar kemenyan/dupa, dan duduk bersila sambil mengucapkan mantra-mantra meracau aneh yang tak beraturan (dahulu sering digunakan bahasa melayu tua). Bahkan ada suatu jenis penganutnya yang melakukannya dalam keadaan tanpa busana (telanjang bulat).
Kemudian ia akan berkeliling mengitari sesajen atau persembahan itu dengan menari-nari dan komat-kamit meracau tak jelas. Dalam proses ini, biasanya pelaku memakan dan menghambur-hamburkan sesajennya seperti "memberi makan" sang mahluk halus.
Tahap berikutnya, sang pelaku kesurupan dan berbicara sendiri, seakan berkomunikasi dengan mahluk halus yang dipanggilnya. Bahkan pada saat seperti inilah ia bisa terbang, menghilang, mengeluarkan kemampuan aneh dan lain sebagainya.
Seiring semakin meluasnya ajaran agama Islam dan meningkatnya pemahaman tentang Islam itu sendiri, ritual ngancak sudah semakin memudar dan tak terdengar lagi kabarnya. kalaupun ada pelaku ritual ini, ia akan bergerak "sembunyi-sembunyi" karena bila dikenal masyarakat ia akan dikucilkan dan dijauhi masyarakat.
Namun pada masa-masa ini, masih ada cerita yang beredar untuk tempat-tempat tertentu yang masih dianggap masyarakat sebagai tempat angker dan berbahaya. Hal itu menurut tetua dahulu disebabkan, banyaknya mahluk halus yang dulunya "dipelihara" sekarang lepas begitu saja tanpa memiliki majikan yang dulu kerap "memberi makan" mereka. Acap kali tindakan para mahluk halus itu membuat seseorang tersesat ditengah hutan, meninggal secara misterius dan hal-hal mengerikan lainnya.
Written BY : Didi di Dukonbesar.com
(literatur : hikayat para tetua tempo doeloe)
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi