UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
25 Mei 2011 | 09:39:32 WIB
MENANGANI KONFLIK PEMANFAATAN LAUT
Ditulis Oleh : Endang Bidayani, SPi., MSi
Bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari timah, mereka mengklaim bahwa timah telah memberikan kesejahteraan dan mampu meningkatkan taraf hidup. Tak ayal, masyarakat yang semula berprofesi sebagai nelayan maupun petani pun berbondong-bondong beralih profesi sebagai penambang timah. Alasannya sederhana, dengan besaran modal yang sama, menjadi nelayan penghasilan mereka tidak menentu, sementara menjadi penambang timah, hasilnya lebih menjanjikan.
Namun, kenyataannya tidak semua orang berpikiran sama, karena masih banyak nelayan yang setia pada profesinya, sehingga tak bergeming dengan tawaran fee yang menggiurkan dan tak rela bila lahan nafkah mereka porak poranda oleh keberadaan kapal isap dan TI apung. Mereka yang merasa terancam mata pencahariannya berupaya mencari keadilan dengan menggelar demo yang tujuannya tak lain agar aspirasi mereka juga didengarkan.
Hal yang sama dikeluhkan mereka yang selama ini berkecimpung di dunia pariwisata. Keberadaan penambangan timah di sekitar perairan yang notabene diandalkan keindahan pantainya untuk mencari nafkah telah membuat mereka cemas dengan masa depan usaha mereka. Betapa tidak, keberadaan penambangan timah di wilayah pariwisata tidak saja mengganggu kenyamanan pengunjung wisata, namun juga merusak keindahan pantai.
Zonaisasi laut yang belakangan mencuat untuk menyelesaikan konflik pemanfaatan sumberdaya laut agaknya dipandang sebagai sebuah solusi dari kebuntuan polemik yang terjadi di provinsi ini. Banyak pihak berharap dengan zonaisasi, maka konflik dapat segera diatasi. Persinggungan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya laut dapat diminimalisir.
Memahami Konflik
Konflik adalah suatu kenyataan hidup yang sering tidak terhindarkan. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Konflik timbul karena ketidakseimbangan antara hubungan dalam masyarakat, contohnya kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumberdaya, serta kekuasaan yang tidak seimbang yang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan dan kejahatan.
Berbagai pendekatan untuk menangani konflik yang dapat dipandang sebagai tahapan proses penanganan konflik dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, tahap pencegahan konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras; Kedua, penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu persetujuan perdamaian; Ketiga, pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat; Keempat, resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan; dan Kelima, transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari permusuhan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Hasil penelitian 2010 melalui studi kasus di wilayah pesisir Tanjung Ular Kabupaten Bangka Barat menunjukkan bahwa konflik kepentingan pemanfaatan laut sebagai multiple use zone antara penambang timah illegal (TI apung), nelayan dan pelaku pariwisata, salah satunya dapat dianalisis melalui pendekatan pentahapan konflik (Fisher dkk, 2001). Menggunakan alat bantu pentahapan dapat dijelaskan bahwa analisis konflik di wilayah pesisir sebagai berikut: 1) Pra konflik. Aktivitas penambangan yang dilakukan menyebabkan penurunan kualitas perairan yang berdampak pada penurunan pendapatan nelayan, maka timbul konflik diantara keduanya; 2) Konfrontasi. Ditandai dengan adanya ancaman dari pihak nelayan dan warga desa untuk melakukan pengusiran terhadap penambang timah yang beroperasi di wilayah penangkapan ikan; 3) Krisis. Kasus pembakaran ponton-ponton TI merupakan puncak kekesalan warga; 4) Akibat. Kesepakatan hasil perundingan yang pernah dilakukan antara warga setempat dengan penambang timah adalah kompensasi atau fee yang disebut biaya pembelian bendera. Namun, karena dinilai tidak adil, karena tidak semua nelayan mendapatkannya melainkan berdasarkan KK, maka resolusi konflik ini gagal; 5) Pasca konflik. Penyelesaian konflik yang dilakukan adalah melalui penegakan aturan (hukum), yakni penertiban TI oleh aparat keamanan, karena TI dianggap melanggar peraturan.
Arahan dan Struktur Tata Kelola
Kriteria-kriteria dalam menganalisis prinsip-prinsip design dan performa kelembagaan di wilayah pesisir sebagaimana diacu dalam Ostrom (1990) dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Tidak adanya kejelasan hak kepemilikan (property right) dalam pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan; 2) Aturan main yang sama dan sebangun (congruent rule) belum ditetapkan secara berkeadilan antara usaha perikanan tangkap dengan pertambangan timah; 3) Arena pilihan bersama (collective choice arena), aturan operasional yang ditetapkan belum dilibatkan dalam pembuatan aturan operasional, sehingga kepentingan mereka belum terakomodir dengan baik; 4) Monitoring dalam pemanfaatan sumberdaya sulit dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, karena keterbatasan personil dan biaya; 5) Pengkelasan sanksi belum diterapkan secara serius; 6) Mekanisme pemecahan konflik yang pernah dilakukan tidak melibatkan pemerintah daerah setempat, hanya berupa kesepakatan antara penambang timah dengan penduduk desa; 7) Hukum yang berlaku dalam mengatur organisasi sulit ditegakkan; 8) Pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan, penegakan, resolusi konflik dan aktivitas pemerintah belum diorganisasi dalam satu kesatuan yang utuh.
Berkaitan dengan masalah-masalah di atas, maka beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memberi arahan tata kelola melalui analisis multi stakeholder pemanfaatan wilayah pesisir sebagai berikut: 1) Batasan hak dan keanggotaan bagi pemanfaat sumberdaya di wilayah pesisir harus jelas; 2) Pengelolaan sumberdaya pesisir dilakukan secara open acces. Untuk mengatasi masalah ini, maka kebijakan melalui pendekatan leviatan, yakni menggunakan kekuasaan pemimpin wilayah dapat dilakukan dengan tata ruang pengelolaan yang jelas; 3) Kebijakan yang adil bagi nelayan dan penambang timah, dapat dilakukan dengan menentukan siapa yang berhak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk resolusi konflik; 4) Penentuan reward dan punishment, serta monitoring yang bertujuan untuk penegakan aturan yang telah disepakati bersama; 5) Masing-masing pihak yang bertikai, yakni penambang timah dan nelayan pada akhirnya mendapat keadilan dalam pemanfaatan sumberdaya, meningkat kesejahteraannya, dan sustainability sumberdaya.
Oleh : Endang Bidayani, SPi., MSi
Staf Pengajar UBB
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka