Artikel Feature UBB
UBB's Feature
Artikel Feature UBB
Universitas Bangka Belitung's Feature
05 Agustus 2008 | 02:57:23 WIB
Menyimak Budaya Masyarakat Pulau Bangka Belitung Dak Kawa Nyusah
Tapi pernahkah kita melihat sikap "dak kawah nyusah" ini dari sudut pandang yang lain. Alih-alih menggambarkan sikap malas, Dak Kawah Nyusah menjadi refleksi dari sebuah kecerdasan peradaban, di mana masyrakatnya mampu lebih profesional, lebih sesuai dengan kata hati dan menjadi wujud dari sebuah kejujuran, keberanian dan ketegasan untuk mengatakan tidak.
Coba kita lihat apakah betul masyarakat Bangka itu malas. Penulis kira tidak. Justru sebaliknya, sebagai gambaran kita bisa melihat masyarakat petani (sekali lagi petani, bukan petani-petanian) di pulau Bangka. Para petani itu sangat tekun menjalani tahap demi tahap proses penanaman hingga akhirnya memanen dan menjual lada hasil kebunnya, sejak membuka hutan, memancang patok, membuat lubang tanam, mencari junjung (tajar) untuk merambatkan pohon lada, dan memeliharanya hingga menghasilkan. Memelihara pohon lada layaknya memelihara seorang bayi yang sangat membutuhkan perhatian ekstra, sedkit saja salah perlakuan pertumbuhannya akan terganggu dan hasilnya kurang optimal.
Kerja keras dan ketekunan para petani lada di pulau Bangka menyebabkan daerah ini menjadi sangat terkenal dengan kualitas lada muntok white pepper-nya. Kita juga bisa memotret realita bahwa desa-desa/kampung-kampung yang ada di pulau Bangka hanya ramai pada hari Jumat saja, di hari-hari lain masyarakat lebih suka menghabiskan waktu mereka di kebun dan hari libur mereka hanya pada hari Jumat itu saja. Nah, dengan realita yang ada ini masihkah kita mengatakan bahwa orang Bangka "dak kawah nyusah" alias malas?
Sebenarnya, menurut penulis, istilah "dak kawah nyusah" lebih tepat diartikan sebagai sikap yang mampu memilah mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak perlu, atau merupakan sebuah wujud penempatan diri pada posisi, keahliannya dan keinginannya.
Misal, saya hobi olahraga sepak bola, kemudin saya mengajak teman saya yang hobinya memancing untuk ikut main bola. Tatkala saya mengajak teman saya untuk bermain bola, karena ia tidak menyukai dan tidak merasa nyaman bermain bola, maka ia akan bilang ”dak kawah nyusah along ku mancing ade men asele ” yang artinya tidak mau, lebih baik saya pergi memancing ada hasilnya, begitu juga sebaliknya.
Dak kawah nyusah juga merupakan perwujudan dari sikap toleransi dan tidak ingin mencampuri urusan orang lain, menurut penulis inilah kata kunci mengapa beragam etnis, suku bangsa dan agama di Bangka mampu hidup rukun dan damai dalam keselarasan harmoni. Bahkan kerukunan hidup masyarakat pulau Bangka ini sempat menjadi sorotan di tingkat nasional karena di daerah ini orang-orang pribumi dapat hidup rukun dengan non pribumi (etnis China). Karena sikap dak kawah nyusah inilah orang-orang Bangka enggan merespon segala bentuk pemikiran yang bersifat provokatif.
Sekali lagi penulis hanya mencoba mengajak pembaca untuk melihat kondisi ini dari sudut pandang lain yang tentunya lebih positif. Menurut riset, ketika kita berpikir positif maka seluruh atmosfir bumi akan merespon dengan aura dan energi yang positif pula. Jangan sampai konotasi negatif yang diidentikkan dengan istilah Dak kawah nyusah justru melemahkan eksistensi orang-orang Bangka itu sendiri. Semoga saja dengan konotasi positif yang dimunculkan dari istilah tersebut dapat membawa orang Bangka tampil dengan kepercayaan diri yang penuh yang sesuai dengan jati dirinya.
Sesuatu yang positip tentu akan selalu membawa kebanggaan. Dan kini sudah waktunya orang pulau Bangka merasa bangga pada daerahnya sendiri, termasuk pada seluruh budaya yang tercakup di dalamnya.
Dan semoga kata-kata Dak kawah nyusah tidak menjadi jawaban atas ajakan-ajakan positip seperti misalnya yok kite bangun bangka. Jangan sampai hal seperti itu menjadi sebuah pembenaran atas konotasi negatif yang selama ini melakat pada istilah dak kawah nyusah.
Written BY : Riwan Kusmiadi, STP - Opini Rakyat Kepulauan Bangka Belitung
Feature UBB
KISAH MAHASISWA UBB PENERIMA BEASISWA DJARUM FOUNDATION 2013
Pengalaman Pertama menjadi Tour Guide
Mandi Belimau, Tradisi Penyucian Diri
Rebo Kasan - Air Wafaq Tolak Bala
Mengenal Lebih Dekat, Sang Duta Baca Indonesia Andy F Noya
Berita UBB
Grand Launching SMMPTN Barat 2024, Berikan Kemudahan Memilih Tempat Tes
569 Peserta UTBK-SNBT UBB Berjuang di Sub Tes Belitung
Sebanyak 3232 Peserta Ikuti UTBK-SNBT di UBB, Panitia Terapkan Pemeriksaan Berlapis
Syindy Memilih Mundur Mengikuti UTBK-SNBT di Kampus Terpadu UBB
Hari Pertama UTBK-SNBT UBB 2024 Berjalan Lancar
Prof Delianis Minta Jaga Kelestarian Mangrove, Nilai Ekologis dan Komersialnya Sangat Tinggi
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?