Artikel Feature UBB
UBB's Feature
Artikel Feature UBB
Universitas Bangka Belitung's Feature
13 Oktober 2008 | 16:33:00 WIB
Pernikahan ala Belitung
Kesenian rakyat Belitung umumnya berbau Melayu, dengan menggabungkan tradisi sebelum dan sesudah masuknya Islam ke daerah ini. Kentalnya budaya Melayu amat terasa pada upacara pernikahan adat setempat. Hari itu, keluarga Madani. Warga asli Belitung, akan mengawinkan puteri sulungnya Riani dengan seorang pria pujaan hati.
Dalam adat Belitung, tak harus seorang wanita yang dilamar, saat menjelang perkawinannya. Bisa saja, prialah yang dilamar oleh calon pendamping hidupnya. Hal ini menandakan masyarakat Belitung selalu luwes dalam memandang anggota masyarakatnya. Tidak mesti pria yang dominan dibanding perempuan, ataupun sebaliknya. Semuanya diselesaikan melalui kesepakatan kedua belah pihak.
Pelaksanaan upacara pernikahan adat Belitung biasanya membutuhkan waktu 3 hari 3 malam. Bahkan bisa mencapai 7 hari 7 malam. Hari pertama, adalah saatnya mengetuk pintu. Pada hari pertama ini calon pengantin pria tidak menyertakan kedua orang tuanya. Sang mempelai didampingi oleh saudara ayah atau ibu. Rombongan mempelai pria tidak lantas begitu saja masuk ke dalam rumah. Ada 3 pintu yang harus mereka lewati. Berebut lawang, demikian istilah yang dikenal di Belitung.
Di pintu pertama ini, sebaris pantun diujar rombongan tamu. Sebaris pantun pula dibalas tuan rumah, diwakili tukang tanak, orang yang memasak nasi. Tak habis sebaris, pantunpun berlanjut. Intinya adalah menyampaikan maksud kedatangan rombongan tamu yang didengarkan oleh tukang tanak. Namun bukan berarti rintangan sudah usai. Masih ada 2 pintu lagi yang harus dilalui rombongan mempelai pria.
Di pintu kedua, kali ini mereka harus berhadapan dengan Pengulu Gawai, yang merupakan pemimpin hajatan. Berbalas pantun kembali dijalin. Pengulu gawaipun menanyakan maksud kedatangan rombongan tamu. Dua pintu telah dilalui, namun belumlah cukup. Masih tersisa satu lagi. Yang terakhir, pintu ketiga dikawal Mak Inang, seorang juru rias pengantin.
Mak Inang menanyakan barang bawaan atau sire rombongan tamu yang hendak meminang. Dengan sire berarti keluarga besar rombongan tamu mempunyai niat mengikat tali persaudaraan. Lewat pintu ini, barulah lega rombongan tamu. Hantaran dan tipak yang dibawa rombongan tamupun beralih tangan. Seperangkat tempat sirih lengkap, yang menyimpan 17 macam barang, menggambarkan jumlah rakaat shalat dalam 1 hari, kini di tangan tuan rumah.
Demikian pula dengan sejumlah uang, yang berkelipatan lima. Angka lima melambangkan jumlah shalat wajib bagi kaum muslim. Sang pengantin pria, akhirnya dipertemukan dengan pujaan hati, yang segera akan dinikahinya. Akad nikahpun digelar. Hari kedua, saat bejamu, lebih menyiratkan rasa persaudaraan dua keluarga yang telah dipersatukan ini. Di hari kedua, orang tua pengantin pria yang selama ini diwakilkan barulah muncul, dipertemukan dengan pihak keluarga dan orang tua pengantin wanita. Peran Mak Inang, begitu sangat terasa di hari kedua ini.
Bahkan bisa dibilang sangat mendominasi. Ia memandu serangkaian adat Belitung. Seperti saling tukar kue. Memiliki makna, mertua harus ingat akan menantunya, demikian pula sebaliknya. Namun demikian, pesta belumlah usai. Masih ada hari ketiga. Pasangan pengantin, dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Mandik besimbor istilahnya. Merekapun menginjak telur.
Cukup mengagetkan, saat pengantin ini berlari ke arah pelaminan. Gurauan umum beredar siapa yang mencapai pelaminan terlebih dahulu dialah yang mengatur roda kehidupan keluarganya kelak.(Idh) sumber Indosiar.com
Source : Begalor.com
Feature UBB
KISAH MAHASISWA UBB PENERIMA BEASISWA DJARUM FOUNDATION 2013
Pengalaman Pertama menjadi Tour Guide
Mandi Belimau, Tradisi Penyucian Diri
Rebo Kasan - Air Wafaq Tolak Bala
Mengenal Lebih Dekat, Sang Duta Baca Indonesia Andy F Noya
Berita UBB
Grand Launching SMMPTN Barat 2024, Berikan Kemudahan Memilih Tempat Tes
569 Peserta UTBK-SNBT UBB Berjuang di Sub Tes Belitung
Sebanyak 3232 Peserta Ikuti UTBK-SNBT di UBB, Panitia Terapkan Pemeriksaan Berlapis
Syindy Memilih Mundur Mengikuti UTBK-SNBT di Kampus Terpadu UBB
Hari Pertama UTBK-SNBT UBB 2024 Berjalan Lancar
Prof Delianis Minta Jaga Kelestarian Mangrove, Nilai Ekologis dan Komersialnya Sangat Tinggi
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?