UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
22 Agustus 2008 | 03:14:47 WIB
PERLINDUNGAN HUKUM WARISAN BUDAYA
Ditulis Oleh : Iksander UBB Press
Pentingnya perlindungan dan pelestarian warisan budaya dan sejarah ini juga menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat internasional. Hal ini dapat dilihat dalam Laporan Kongres PBB ke-VII tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Narapidana di Navana, Cuba, tanggal 27 Agustus s/d 7 September 1990, yang antara lain menyangkut :
- Pencurian/penyelundupan barang-barang kebudayaan berharga;
- Kelengkapan peraturan perundang-undangan dalam rangka memberikan perlindungan dengan barang-barang peninggalan budaya; dan
- Perlawanan terhadap lalu lintas internasional atas barang-barang.
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya. Menurut Arsin Nalam, tujuan pelestarian benda-benda kuno adalah agar masyarakat dapat memahami sejarah, sekaligus juga menghargai karya cipta yang melekat pada benda kuno, sedangkan kecintaan nasional terhadap benda-benda kuno akan menumbuhkan harga diri bangsa. Pemahaman sejarah tanpa bentuk nyata akan sulit menumbuhkan kebanggaan nasional.
Pangkalpinang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki beberapa benda cagar budaya (BCB), seperti Pemakaman Belanda (Kerkhof) dijalan Hormen Madati, Klenteng Kwan Tie Miaw (Amal Bhakti) dijalan Mayor Muhidin, Katedral Santo Yosep dijalan Gereja, Masjid Jamik dijalan Masjid Jamik, Makam China Tua (Boen Piet Liem) dijalan Semabung, Makam China Tua (Boen Men Cheiw) dijalan Demang Singayudha, Pemakaman Belanda dijalan Komplek Solihin GP, Museum Timah dijalan A.Yani, Rumah Dinas Walikota/Rumah Residen, dijalan Merdeka No. 1 dan Taman Sari (Tugu Pergerakan Kemerdekaan) dijalan Merdeka (Bangka Pos, Sabtu 19 Juli 2008).
Adanya anjuran DPRD Kota Pangkalpinang agar Pemkot mengajukan draf Raperda mengenai perlindungan benda cagar budaya atau situs merupakan hal yang sangat positif bagi pelestarian dan perlindungan peninggalan sejarah dan kekayaan budaya yang ada di kota ini. Di beberapa daerah lain, Perda seperti ini sudah lama ada, diantaranya di Pemkot Semarang ada Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang No : 646/50/1992 tentang Konservasi Bangunan-Bangunan Kuno/Bersejarah Di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dan Perda No. 8/2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Kota Lama Semarang. Kemudian di Pemprov Jawa Barat telah memiliki Perda No. 7/2003 tentang Pengeloaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum. Namun yang terpenting dari pembuatan Perda tersebut nanti adalah hendaknya Perda tidak hanya sekedar tempat legalitas saja untuk menetapkan beberapa peninggalan sejarah sebagai benda cagar budaya, sementara upaya pelestarian dan perlindungannya tidak ada sama sekali.
Sedikit berbagi pengalaman, saya pernah melakukan penelitian tentang upaya pelestarian benda cagar budaya Lawang Sewu di kota Semarang. Mungkin sebagian anda ada yang tahu tentang Lawang Sewu, karena bangunan kuno 2 lantai yang memiliki ruang bawah tanah peninggalan Belanda 100 tahun yang lalu itu pernah difilmkan. Lawang Sewu ditetapkan sebagai benda cagar budaya kategori A dalam Perda Kota Semarang di atas, yang artinya utama untuk dilindungi dan dilestarikan, serta dijaga kualitas keaslian dan nilai sejarahnya. Namun dari hasil penelitian, yang terjadi adalah kebalikannya, bangunan tersebut jauh dari kesan sebagai benda cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan. Hal seperti ini hendaknya tidak terjadi terhadap benda cagar budaya di Pangkalpinang.
Perlindungan Hukum
Selama ini dapat dikatakan perhatian pemerintah, bahkan masyarakat masih kurang terhadap upaya perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya. Sehingga tidak heran apabila banyak bangunan/benda bersejarah yang rusak, tidak terawat, dicuri, dilelang dan dimiliki oleh kolektor asing, bahkan ada arca palsu di museum Solo. Jadi yang selama ini kita lihat, pelajari dan amati adalah benda-benda sejarah bajakan.
Kebijakan hukum pidana dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terhadap benda cagar budaya sebenarnya sudah sejak lama ada. Di awali sejak masa penjajahan Belanda telah ada peraturan perundang-undangan tentang perlindungan peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, yaitu Monumenten Ordonnantie 1931 (Stbl. No. 238 Tahun 1931), yang lazim disingkat M.O. Namun M.O ini kemudian diganti dengan UU No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya. Peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut adalah PP No 10/1993.
Adapun ketentuan pidananya adalah :
Pasal 26 :
Sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/atau warna, memugar, atau memisahkan tanpa izin dari Pemerintah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000
Pasal 27 :
Sengaja melakukan pencarian BCB atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lainnya tanpa izin dari Pemerintah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000
Pasal 28 :
Tidak mendaftarkan pemilikan, pengalihan hak, dan pemindahan tempat, tidak melapor atas hilang dan/atau rusaknya benda cagar budaya, tidak melapor atas penemuan atau mengetahui ditemukannya benda cagar budaya atau benda yang diduga sebagai BCB atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya, memanfaatkan kembali benda cagar budaya yang tidak sesuai dengan fungsinya semula dan menggandakan tanpa seizin Pemerintah; masing-masing dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000.
Namun, selama ini pelanggaran/kejahatan terhadap ketentuan-ketentuan pidana tersebut masih lemah dalam penegakan hukumnya. Disamping itu, UU No. 5/1992 juga mengandung beberapa kelemahan, seperti masalah kriminalisasi, korporasi bukan sebagai subyek tindak pidana dan belum digunakannya sistem minimum khusus dalam sistem perumusan lamanya pidana. Oleh karena itu, perlu reformulasi terhadap undang-undang tersebut dan adanya upaya sinkronisasi dan harmonisasi oleh raperda tentang benda cagar budaya yang akan dibuat nantinya agar dalam aplikasinya dapat berjalan dengan efektif.
Written By : Dwi Haryadi, S.H.,M.H.
Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Bangka Belitung
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka