UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
02 Desember 2008 | 18:02:56 WIB
Mengurangi Ketergantungan Beras sebagai Makanan Pokok : NASI ARUK DAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL
Ditulis Oleh : Admin
Makanan sebaiknya tidak hanya dipahami dengan cara pendekatan tersebut. Lebih dari itu, pemahaman makanan sebaiknya menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif dan mendalam. Kita makan artinya kita memasukkan zat ataupun senyawa yang menjadi sumber energi bagi tubuh untuk bergerak, tumbuh dan melakukan kegiatan metabolisme serta menciptakan sistem imun yang berguna untuk melawan berbagai macam penyakit. Untuk itu, tubuh membutuhkan bermacam-macam nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta air. Komposisi nutrisi yang diperlukan tubuh per hari untuk dapat bekerja optimal kira-kira 65 % karbohidrat, 20 % lemak dan 10 15 % protein dari menu sehari-hari. Untuk angka yang lebih tepat dapat mengacu pada Kep Men Kesehatan No 1593/MENKES/SK/XI/2005 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk bangsa Indonesia.
Masing-masing jenis makanan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-beda. Ketika kita membeli telur misalnya, itu artinya sama kita membeli protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan menggantikan sel-sel yang rusak walaupun tentu saja sumber protein tidak hanya berasal dari telur saja melainkan dapat diperoleh dari jenis makanan lain baik hewani maupun nabati. Atau ketika kita membeli beras, itu artinya kita sedang membeli karbohidrat berupa pati yang dibutuhkan oleh tubuh untuk sumber energi. Walaupun secara umum karbohidrat dipahami sebagai nutrisi yang banyak dikandung oleh beras, namun sebenarnya karbohidrat juga dapat ditemui dalam berbagai jenis makanan lain seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar, uwi, sagu, talas, gandum, kentang, jagung dan masih banyak lagi. Seberapa optimal nutrisi ini masuk ke dalam tubuh, itu tergantung pada seberapa baik pengolahan bahan makanannya.
Seperti disinggung pada awal tulisan ini, belakangan jenis makanan yang dikonsumsi menjadi alat pengukur prestise atau gengsi seseorang. Fenomena yang berkembang di masyarakat kita, mereka yang mengkonsumsi makanan pokok selain beras kerap kali diidentikkan dengan golongan masyarakat yang serba kekurangan. Kalau ada di masyarakat yang mengkonsumsi ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan talas misalnya untuk menggantikan beras, dengan serta merta kita mengkonotasikan mereka sebagai masyarakat miskin. Tentunya konotasi seperti ini dapat menyesatkan karena pada gilirannya akan mengaburkan nilai makanan non beras di mata masyarakat awam karena kenyataannya makanan jenis non beras belum tentu tidak memiliki kandungan nutrisi sebaik beras.
Namun terlepas dari perdebatan yang mengkaitkan persoalan ini dengan persoalan ekonomi, konsumsi makanan pokok selain nasi sesungguhnya merupakan langkah yang bijaksana. Justru menurut penulis, ini merupakan gambaran masyarakat yang kreatif dalam menyikapi situasi, gambaran sebuah masyarakat yang mandiri dan mampu memanfaatkan kondisi alam dengan baik. Dengan beragamnya konsumsi makanan maka asupan gizi yang diperoleh tubuh juga akan makin beragam dan saling melengkapi.
Pada intinya, tugas berat pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan sebagai upaya mendukung ketahanan pangan tidak hanya berkutat pada usaha rekayasa diversifikasi produk makanan saja tetapi yang tak boleh terlupakan adalah bagaimana pemerintah mampu merubah ketegantungan masyarakat pada salah satu jenis makanan pokok saja.
Langkah pemerintah daerah dalam menskseskan ketahanan pangan harus lebih mneyeluruh , tidak hanya ditekankan pada sisi produsi (pencetakan lahan sawah baru, bantuan saprodi ataupun distribusi saja ), tetapi deversifikasi panganpun harus mendapat perhatian khusus.
Langkah masyarakat yang mengkonsumsi nasi aruk hendaknya dapat menjadi sindiran yang konstruktif bagi pemerintah daerah. Polemik yang justru menyiratkan bahwa pemerintah belum memiliki program yang bagus untuk mendukung ketahanan pangan nasional dari sisi diversifikasi pangan. Harusnya kasus ini dapat menjadi cermin, apakan pemerintah daerah benar-benar telah menaruh perhatian serius terhadap sektor ketahanan pangan nasional. Hal ini perlu dibuktikan dengan memberikan pembinaan yang lebih baik yaitu dengan memberikan tambahan ilmu yang sifatnya dapat memberdayakan potensi daerah untuk ketahan pangan, susuai dengan UU RI No 7 tahun 1996 tentang Pangan.
Bila dilihat dari kebutuhan beras setahunnya untuk penduduk Babel dengan populasi 1,067 juta jiwa sebesar 130 ribu ton beras, maka produksi beras di daerah ini hanya mampu memenuhi sembilan persen kebutuhannya saja, sehingga mengandalkan pada perdaganagan antar pulau. Seandainya distribusi Beras ke wilayah Babel karena sesuatu dan lain hal mengalami kendala dan masyarakat tidak siap, maka kelaparan yang di khawatirkan itupun tak ayal akan benar-benar terjadi.
Karena itu penulis memberi penghargaan yang setinggi-tingginya kepada masyarakat yang telah secara kreatif menggali potensi dilingkungannya untuk secara sadar atau tidak mengajari kita semua tentang pentingnya mengembangkan ketahanan pangan. Tentunya untuk kualitas kehidupan yang lebih baik, sekarang atau dimasa yang akan datang.
Written By : Riwan Kusmiadi
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka