UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
07 September 2009 | 12:31:40 WIB
Makna Dibalik Kata Kualitas
Ditulis Oleh : Admin
Kata kualitas menjadi membingungkan manakala harus dipersepsikan sama bagi semua orang. Kualitas kemudian menjadi berkembang sebagai bagian profesi yang matur seperti konsultan kualitas pada perusahaan atau institusi yang memerlukan pemahaman tentang kualitas bahkan menjadikannya berstandar kualitas internasional seperti ISO atau Baldridge Award. Kembali ke kata kualitas, para pebisnis profesional dan konsultan kualitas sepakat bahwa kata kualitas memiliki arti yang universal. Dari buku The Management and Control of Quality edisi kelima karangan J.R. Evans dan W.M. Lindsay dikatakan bahwa dari 86 perusahaan di Amerika Serikat Bagian Timur menjawab lusinan pernyataan ketika ditanya tentang pengertian kualitas termasuk diantaranya:
- Kesempurnaan
- Konsistensi
- Menghilangkan kerugian
- Kecepatan pengiriman
- Proses mengikuti prosedur dan kebijakan
- Menghasilkan produk yang baik dan berguna
- Melakukan yang benar dari awal
- Memanjakan atau menyenangkan pelanggan
- Pelayanan dan kepuasan total bagi pelanggan
Perlu dipahami beberapa perspektif atau kriteria terhadap dalam hal mana kualitas itu dipandang agar kata kualitas tersebut cocok dengan perannya di bisnis tertentu. Ada 5 kriteria mengenai kualitas, masing-masing adalah Kriteria Opini, Kriteria Berbasis Produk, Kriteria Berbasis Pengguna, Kriteria Berbasis Nilai, dan Kriteria Berbasis Manufaktur.
Kriteria Opini
Kualitas seringkali dikaitkan dengan keunggulan atau superiority, excellence. Pada tahun 1931 Walter Shewhart pertama kali mendefinisikan kualitas sebagai the goodness of product atau keunggulan suatu produk. Definisi ini menggambarkan bahwa produk yang berkualitas itu memiliki sesuatu yang luar biasa diatas batas standar biasa-biasa saja dan tiada batas dengan performa yang tinggi, sehingga tidak bisa didefinisikan secara persis, anda hanya akan tahu ketika anda melihatnya. Hal ini terkait lepas dengan perbandingan fitur dan karakteristik produk yang dihasilkan dari usaha-usaha para pemasar produk untuk menempelkan kata kualitas terhadap produknya. Contoh umum dari produk yang tertempel oleh kata kualitas ini adalah Jam tangan Rolex, kendaraan Mercedes-Benz, Cadillac.
Keunggulan atau excellence adalah abstrak dan subyektif, oleh karena itu standar-standar keunggulan akan bervariasi bagi setiap individu dan pengertian luar biasa menjadi tidak terpakai oleh para manajer dalam mengukur kualitas sebagai dasar mereka dalam mengambil keputusan.
Kriteria Berbasis Produk
Definisi lain dari kualitas adalah fungsi spesifik dari atribut produk yang menekankan pada perbedaan jumlah atribut atau karakteristik produk, misalnya jumlah silinder engine, jumlah halaman buku, jumlah memory dalam komputer. Interpretasi ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah atribut atau karakteristik produk dalam satu produk akan ekuivalen dengan semakin tinggi kualitasnya. Hasilnya, kualitas sering diasumsikan secara salah dihubungkan dengan harga produk, makin mahal harganya akan makin tinggi kualitasnya. Lihatlah pengalaman kita membeli produk baik itu berupa barang atau jasa yang kita rasakan mahal dengan asumsi berkualitas tinggi, nyatanya tidak sesuai yang kita harapkan. Oleh karena itu barang atau jasa yang harganya mahal belum tentu mengindikasikan memiliki kualitas yang tinggi. Sehubungan dengan keunggulan tadi, maka penilaian terhadap banyaknya karakteristik pada produk sangat tergantung dari pemahaman atau kebutuhan masing-masing individu.
Kriteria Berbasis Pengguna
Definisi ketiga dari kualitas adalah berdasarkan keyakinan bahwa kualitas ditentukan oleh apa yang diinginkan oleh pengguna. Setiap individu memiliki keinginan dan kebutuhan serta standar kualitas yang berbeda. Dalam hal ini, intepretasi definisi kualitas disebut juga sebagai fitness for intended use, atau sejauh mana produk itu baik digunakan sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
Contoh sederhana adalah perbandingan antara mobil jenis sedan dengan jip. Sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, mobil sedan digunakan di jalan raya yang lurus dan mulus dengan pemenuhan kenyamanan bagi pengendara dan penumpangnya, sementara jip digunakan dijalan yang tidak mulus dan memerlukan tenaga extra dari setiap bannya. Seseorang mungkin akan memilih mobil yang disesuaikan dengan keadaan keseharian mobil itu digunakan dan itu akan menyebabkan kepuasan baginya.
Pengalaman penjualan mobil Datsun di Amerika Utara pada tahun 60-an yang menggambarkan bahwa meskipun Datsun yang menawarkan mobil dengan tingkat ekonomis tinggi, namun para pengendara di Amerika Utara tidak puas dengan mobil yang dikatakan mereka sebagai mobil yang lambat, sulit dikendarai dan bertenaga rendah itu sehingga pada suatu saat diketahui bahwa Datsun tidaklah cocok dengan selera orang Amerika Utara dan akhirnya Datsun mengeluarkan produk 240Z yang diikuti dengan perubahan nama dari Datsun ke Nissan untuk menghilangkan kesan kualitas yang kurang baik dimasa lalu. Contoh lainnya dialami oleh orang Jepang dimasa itu ketika mereka membeli produk lemari es buatan Amerika. Banyak yang suka dengan performance lemari es tersebut tetapi masalahnya muncul ketika lemari es itu tidak sesuai dari segi bentuknya pada saat dibeli oleh orang Jepang yang tinggal dirumah-rumah kecil. Jangankan digunakan, memasukkanya kedalam rumah lewat pintu utama saja tidak muat. Jadi, walaupun karakteristik produknya memiliki performance yang baik, namun ternyata tidak pas digunakan oleh orang Jepang.
Kriteria Berbasis Nilai
Pendekatan keempat pendefinisian kualitas adalah berdasarkan nilai, yakni hubungan antara kepuasan atau kemanfaatan dengan harga. Interpretasi dari definisi ini adalah bahwa produk yang ditawarkan merupakan produk yang sangat bermanfaat dan mempunyai tingkat kepuasan tinggi namun dengan harga yang kompetitif. Orang akan cenderung membeli produk generik yang manfaatnya sama dengan produk terkenal namun dengan harga yang murah.
Persaingan dengan strategi bisnis ini dimulai sejak tahun 1990-an. Sebagai contoh, Procter&Gambler (P&G) memperkenalkan konsep memberi harga pada nilai ~ menawarkan produk dengan harga harian yang rendah dengan tujuan untuk menahan para pembeli membeli merk apa saja dan mengalihkan ke produknya. Harapan P&G dapat menjadikan pembeli menjadi loyal dan penjualan menjadi lebih konsisten yang akan memberikan keuntungan yang signifikan terhadap sistem manufakturnya. Pendekatan nilai terhadap kualitas menyebabkan tujuan-tujuan perusahaan harus menyeimbangkan antara karakteristik produk (kualitas yang diharapkan oleh pelanggan) dengan efisiensi internal perusahaan (terkait dengan biaya operasional).
Kriteria Berbasis Manufaktur
Definisi kelima dari kualitas adalah definisi yang berbasis kepada manufaktur. Yakni kualitas yang ditentukan oleh praktek-praktek rekayasa dan manufaktur, atau kesesuaian terhadap spesifikasi (conformance to specification). Spesifikasi adalah target dan toleransi ditentukan oleh desainer produk baik barang maupun jasa. Misalkan sebuah suku cadang dengan ukuran 300,05 mm. Spesifikasi ini menandakan bahwa secara ideal ukuran targetnya adalah 30,00 mm dengan variasi yang diperbolehkan adalah 0,05 mm atau toleransinya sebanyak 0,10 mm. Oleh karena itu, ukuran dari 29,95 mm sampai dengan 30,05 mm adalah masuk dalam kategori sesuai dengan spesifikasi. Sama halnya dengan barang, maka usaha jasa juga memiliki filosofi yang sama, misalnya adalah waktu kedatangan pesawat terbang. Dengan menentukan toleransi waktu keterlambatan 15 menit dari target waktu kedatangan, maka pesawat akan datang pada target waktu, dengan toleransi keterlambatan 15 menit.
Sebagai contoh, Coca Cola Company mengatakan bahwa kualitas adalah melakukan proses manufaktur produk yang membuat masyarakat dapat bergantung kepada produk tersebut kapanpun mereka mendapatkannya. Ini dikatakan oleh Donald R. Keogh, mantan presiden dan chief operation officer. Melalui proses produksi dan packaging yang standar, produk Coca Cola dapat ditemui dimana saja kapan saja diseluruh dunia dengan rasa yang sama. Demikian halnya dengan hotel Ritz Carlton dibawah The Ritz Carlton Hotel Company yang meyakinkan pelanggannya mendapatkan pengalaman menginap dengan cita rasa yang sama di seluruh dunia. Kesesuaian terhadap spesifikasi adalah definisi kunci dari kualitas, karena ia akan memberikan sebuah makna dari pengukuran kualitas. Bagaimanapun, spesifikasi tidak berarti apa-apa bila tidak direfleksikan secara mendalam betapa pentingnya hal tersebut kepada pelanggan.
Bagaimana Kriteria itu Berlaku Dalam Sebuah Siklus Produksi-Distribusi ?
Meskipun kualitas produk seharusnya menjadi penting bagi seluruh individu melalui sistem produksi-distribusi, maka kualitas yang dimaksud dapat tergantung dari posisi individu dalam sistem tersebut, apakah dia sebagai seorang desainer, distributor atau manufaktur. Untuk dapat menjelaskannya, mari kita lihat pada gambar yang menggambarkan siklus Produksi-Distribusi.
Pelanggan merupakan penggerak utama dari produk baik barang maupun jasa. Pelanggan biasanya melihat kualitas sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar biasa-biasa saja atau perspektif berbasis produk dengan melihat dari karakteristik yang sempurna. Oleh karenanya produsen harus memenuhi keinginan konsumen. Eksistensi produsen bergantung kepada sejauhmana ia dapat memenuhi keinginan konsumen. Ini adalah peran bagian Marketing yang meyakinkan hal tersebut. Produk yang berkualitas adalah yang sesuai dengan kebutuhan konsumen sehingga kriteria berbasis pengguna akan menjadi perhatian bagi mereka yang bekerja di bagian Marketing.
Keinginan konsumen harus direalisasikan oleh bagian Manufaktur dengan terlebih dahulu diterjemahkan oleh Desainer, sehingga bagian Manufaktur bisa mengerjakan proses-proses yang sudah dibuat dalam bentuk ukuran-ukuran, toleransi, bentuk dan sifat tertentu yang diinginkan konsumen. Para Desainer harus menyeimbangkan antara performance dengan cost untuk memenuhi tujuan-tujuan Marketing. Pada tahapan ini, definisi kualitas dengan kriteria berbasis nilai akan berfungsi disini.
Sejumlah variasi akan terjadi selama proses manufaktur, baik karena kesalahan operator, mesin, material dan lain sebagainya. Namun, tugas manufaktur adalah menjamin hasil produknya sesuai dengan yang distandarkan, sehingga para personel di bagian Manufaktur harus melihat kualitas dari penjelasan definisi berbasis manufaktur. Kesesuaian terhadap spesifikasi produk haruslah menjadi tujuannya.
Siklus Produksi-Distribusi berakhir setelah produk diserahkan kepada konsumen melalui Distributor. Meski demikian, banyak lagi perlakuan terhadap produk yang harus dikerjakan sebelum digunakan konsumen, misalnya pelatihan penggunaan, instalasi, buku informasi produk dan lain-lain yang hal tersebut tidak dapat terpisahkan dari manajemen berkualitas.
Sekarang jelaslah kebutuhan akan pemahaman makna kualitas dimasing-masing bagian pada posisi tertentu didalam maupun diluar organisasi. Makna dari seluruh perspektif kualitas tersebut haruslah ditanamkan sebagai filosofi institusi yang menyatu di organisasi institusi sehingga pada prosesnya, akan selalu memuaskan keinginan konsumen.
Pada tahun 1978, definisi kualitas diresmikan oleh the American National Standards Institute (ANSI) dan oleh the American Society for Quality (ASQ) sebagai totalitas fitur dan karakteristik pada sebuah barang atau jasa yang melekat pada kemampuannya memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Diakhir tahun 1980-an, banyak perusahaan menggunakan kalimat yang lebih sederhana namun tetap berkekuatan penuh yaitu Kualitas adalah memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Jadi jika anda ingin membeli sepasang sepatu, maka carilah yang sesuai bahkan melebihi keinginan anda sebelumnya terhadap harapan sepasang sepatu yang anda akan beli apakah yang terbuat dari kulit, berwarna hitam, atau coklat. Dengan demikian, sepatu yang telah anda pilih merupakan sepatu yang berkualitas yang belum tentu orang lain akan mengatakan demikian terhadap sepatu pilihan anda tersebut.
Written By : R.Priyoko Prayitnoadi, M.Eng.
Alamat Blog : https://www.priyoko.blogspot.com/
Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Bangka Belitung
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka