UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
29 Maret 2012 | 08:30:42 WIB
Pendalaman Demokrasi Babel Menuju Demokrasi Substansial
Ditulis Oleh : Rendy Hamzah
Demikian halnya dengan babakan baru Pemilukada akhir-akhir ini, penting bagi kita semua untuk tetap konsisten dan legowo mengikuti tahapan proses Pemilukada yang ditengarai memang banyak ditemui pelanggaran. Yang jelas, kontestasi Pilgub 2012 belumlah berakhir dan masih menyisakan kejutan bagi semua pihak, termasuk kemungkinan dianulirnya kemenangan pasangan EKOTRUS oleh MK andai kata pada akhirnya benar-benar terbukti telah melakukan serangkaian praktek kecurangan secara masif dan terstruktur.
Pendalaman Demokrasi Lokal
Pun KPU cenderung kukuh selalu yakin dengan hasil rekapitulasi perolehan suara akhir serta penetapan pasangan pemenang yang telah resmi diplenokan, namun euforia ketidakpuasan atas hasil perhitungan tetap tidak boleh terlalu diabaikan. Begitu juga dengan pihak calon dari incumbent beserta tim pendukungnya, entah para tim sukses partai ataupun para pengusaha, termasuk juga dengan beberapa jajaran birokrasi yang sudah jelas dilarang berpolitik, tapi sibuk ngurusin hasil Pemilukada, lebih baik konsen saja untuk melayani publik.
Yang jelas, bagi semua pihak tak perlulah rasanya terlalu berlebihan dalam mengumbar kemenangan, terlebih sampai menghabiskan banyak energi, dana dan tenaga. Toh, kemenangan sejatinya kalau kita semua sadari tetaplah milik para Golput karena prosentase mereka hampir mencapai 40 persen. Hal ini juga sempat dikonfirmasi secara kritis oleh saudara Ibrahim pada artikel Bangka Pos (27/2) "Gubernur Para Golput", menyoal kekuatan golput yang jauh lebih besar ketimbang capaian suara kandidat terpilih yang hanya mencapai 32 persen.
Itu artinya, pemenang sesungguhnya jelas adalah kaum golput karena urutan suara mereka yang sangat segnifikan. Jadi, kurang elok rasanya jika sampai ada pihak yang terlampau over confidence atas hasil capaian dari hajatan demokrasi lokal ini. Ini semua tidak terlepas dari legitimasi politik dari calon terpilih sangatlah minim. Tulisan ini tak berpretensi mendukung pasangan calon kandidat manapun, yang jelas penulis hanya mencoba menarasikan bagaimana sebenarnya potret bekerjanya demokrasi lokal lewat prosesi Pemilukada langsung di Babel. Apakah sejauh ini semua pihak benar-benar legowo secara solid dan konsisten dalam melakukan pendalaman atas demokrasi (deepening democracy)?
Jika melihat realitas angka partisipasi pemilih Pilgub 2012 yang tergolong cukup rendah yaitu dari 872.102 sebagai daftar pemilih tetap (DPT), hanya 335.346 pemilih yang menggunakan hak suaranya (lihat Bangkapos 4/3), itupun masih terdapat puluhan ribu suara tidak sah, termasuk juga dengan mereka yang kehilangan hak suara karena tidak terdaftar di DPT. Jika dikorelasikan dengan Pilgub 2007 lalu yang partisipasinya mencapai 71.71 persen, jelas memang tingkat partisipasi pemilih secara agregat menurun drastis pada Pilgub 2012 ini. Alhasil, berkembanglah banyak spekulasi atas drastisnya penurunan angka partisipasi pemilih. Termasuk kecaman banyak pihak atas buruknya kinerja penyelenggara pemilihan langsung yang telah menguras anggaran puluhan miliyar tersebut.
Kalau boleh jujur, tentu tidak bisa dipungkiri juga bahwa proses menuju demokratisasi lewat Pemilukada langsung juga terganjal dengan logika serampangan, yang acapkali dipraktekkan oleh partai politik pengusung calon kandidat sehingga calon yang diusung justru tidak sesuai dengan impian publik yang sesungguhnya karena sudah tersandera dengan logika transaksional partai politik. Ini sudah barang tentu sangat menyesatkan dalam konteks demokratisasi.
Ironisnya, logika transaksional ini justru terjadi sejak awal, mulai dari tahapan kandidasi di partai sampai dengan strategi politik yang belum mencerminkan praktek berdemokrasi yang sejati karena masih banyak elit politik kita yang pragmatis, oportunis-kapitalistik, feodal dan hedonis, bahkan gemar menghidupkan politik dinasti berbasis keluarganya. Implikasinya jelas, konsolidasi demokrasi menjadi tidak berjalan. Ini tentunya akan sangat mengancam iklim demokrasi kita.
Lalu, wajar-wajar saja ketika kita justru merasa khawatir akan terjebak dalam demokrasinya para 'kaum penjahat'. Ini juga sempat diperingatkan oleh seorang ilmuwan politik sekaligus pengamat dinamika politik di Indonesia; Olle Tornquist (dalam Juan J.Linz, 2001) yang sempat memprediksi kemungkinan akan datangnya 'hantu' demokrasi 'kaum penjahat' dimana ketika demokrasi hanya akan terjadi secara formal, tetapi tidak diiringi partisipasi sepenuh hati, dukungan pengusaha yang dominan dan mencolok, kemudian pejabat birokrasi yang terkooptasi oleh kuasa pejabat.
Untuk itu, kita tentu begitu berharap agar potret ancaman demikian tidak terjadi di bumi Serumpun Sebalai. Minimal, para elit politisi kita mau dan mampu mengintrospeksi sekaligus merefleksikan diri agar menjauhi tabiat-tabiat politik culas yang kurang santun dan elegan tersebut. Tentu kita berharap dari momentum Pemilukada Babel ini akan ada sebuah pelajaran penting yang semakin mendewasakan kita semua dalam berpolitik dan berdemokrasi. Demokratisasi memanglah berproses panjang dan berliku, namun jangan pernah lupa sebagaimana menyitir perspektif Georg Sorensen yang menyebut bahwa lama atau mahalnya demokrasi toh tidak menentukan kualitas demokrasi di suatu negara.
Yang menentukan suskesi demokrasi tentunya adalah idtikad baik dari agen demokrasi itu sendiri (partai, politisi, dan publik). Jadi, dalam konteks Pemilukada Babel, kalah menang tipis tidaklah penting asal menjamin kualitas demokrasi di bumi Serumpun Sebalai agar tetap aman, akur dan tertib sehingga mampu menjadi potret percontohan bagi pendalaman demokrasi di aras lokal. Yang utama dan terpenting yaitu satu suara rakyat (one man one vote) benar-benar diperoleh serta diperhitungkan secara jujur, penuh etika dan bermoral.
Terakhir, semoga politik perseteruan Pemilukada Babel tidak menimbulkan benturan antar kepentingan yang berujung pada anarkisme. Boleh saja, perseteruan politik kian sengit dan memanas di level elit politiknya, namun kondisi warganya di level grassroot tetap sejuk, aman, damai dan tertib politik. Semoga spirit demokratisasi kian tersemai subur selaras dengan kultur masyarakat negeri Serumpun Sebalai yang sejak dulu terkenal sangat elegan dalam politik keseharian warganya. Selamat berdemokrasi secara jujur dan bersih!!!
Opini Bapos, Selasa (27/03/2012)
Penulis : Rendy Hamzah
Analis Politik Lokal dan Kebijakan Publik The Ilalang Institute
Staff Dosen LB FISIP UBB
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka