Tim Geopark UBB Gali ‘Harta Karun’ Pulau Begadung

Penulis: Editor | Ditulis pada 30 November 2017 16:40 WIB | Diupdate pada 30 November 2017 16:40 WIB


HARTA KARUN --  Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc (kanan) dan Yusuke Higaki (Director Asia Infrastructure Corporation, Japan) menyaksikan fenomena batu metamorf yang tersusun indah di hampir semua pantai Pulau Begadung.  Batuan unik ini salah satu bagian dari tumpukan ‘harta karun’ yang  dimiliki pulau tak berpenghuni itu.

TANJUNGPURA, UBB --  Tim ekspedisi Geopark dan Marine Park Universitas Bangka Belitung (UBB) yang diketuai Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc (Wakil Rektor 2 UBB),  Rabu (29/11/2017) siang hingga jelang Magrib,  sukses menggali ‘harta karun’  di Pulau Begadung, Sungai Selan, Bangka Tengah.

Tim UBB  (Prof Agus Hartoko,  Eddy Jajang J Atmaja dan Basuki) didampingi Yusuke Higaki (Director Asia Infrastructure Corporation, Japan) dan Ivo Setiono (Program Director Urban and Regional Development Institute, Jakarta),   menyelusuri Begadung; sebuah  pulau tanpa penghuni yang terletak  di Barat Daya Pulau  Bangka.  

Pada pulau seluas tujuh hektar itu,  tim menemukan formasi batu metamorf unik dan aneka warna yang tersusun indah di tepi  pantai.     Batuan ini  semula  berasal  dari dasar laut namun karena proses geologis jutaan tahun lalu,  naik ke atas  permukaan (up lift) akibat dorongan kuat (endogenik) dari bawah laut.

“Beraneka warna karena formasi bebatuan itu memiliki kandungan mineral yang berbeda,” jelas  Agus Hartoko  kepada Yusuke Higaki dan Ivo Setiono.

Guru besar di bidang kelautan ini mengkelaskan  bebatuan yang terserak di Pantai Begadung dalam tiga kategori, yaitu memorf, granit dan kuarsa. Sementara guratan putih bagai madu lilin di setiap bantu menandai proses pemasan bertemu dengan cuaca dingin.

“Yang menarik, selain warnanya,  arah miring bebatuan seragam ke satu arah, dan bercahaya bagaikan  kristal.  Itu semua menandai rekaman proses alam yang terjadi jutaan,  bahkan  miliaran tahun lalu,” ujar Agus Hartoko. 

Pulau Begadung satu dari lima pulau di Barat Daya Pulau Bangka. Pulau lainya itu adalah Pelepas, Lampu, Tikus dan Nangka.  Namun Pulau Lampu dan Begadung  saja yang tidak dihuni warga. Karena itu pula maka rekaman  proses alam itu tak sedikitpun ditanggu tangan-tangan jahil manusia.  

Pendapat senada juga dikemukakan Abang S Wanto (65), ahli waris empunya Pulau Begadung.  Menurut  Abang,  pantai berpasir putih Begadung menjadi ‘surga’ hewan Penyu melepaskan  telur ke dalam lubang yang sengaja dibuat hewan melata itu. 

“Di sini tidak ada binatang buas, sehingga penyu suka bertelur di sini.  Pengunjung pun tak usah takut, apakah saat  menyelusuri pulau atau  naik ke atas ketinggian  pulau,” ujar Abang S Wanto.

Pulau Begadung kaya dengan harta ‘karun’ yang membuat orang kaya mendadak.   Sekitar lima kilometer dari garis pantai ketika air pasang, tepatnya di tebing-tebing pulau,  akan mudah dijumpai sejumlah gua-gua yang didiami burung walet.  Namun karena pulau ini dipercaya  ada ‘penunggunya’, tak seorang pun yang  berani mengambil sarang walet.

 “Di sini pun tak ada yang berani berkebun.  Entah lah, kecuali kami ahli waris pulau ini yang hendak bercocok-tanam di sini,” terang Abang S Wanto.

Tim UBB,  Yusuke Higaki (Director Asia Infrastructure Corporation, Japan) dan Ivo Setiono (Program Director Urban and Regional Development Institute, Jakarta) kemarin naik ke bagian tertinggi pulau. Untuk ke sini harus menjinakkan tanaman mangrove yang sangat padat dan batuan di tebing pulau.

Keringat yang mengucur dan napas tersengal-sengal terobati setelah tiba di bagian atas pulau.  Ternyata bagian atas pulau berupa tanah datar yang  ditumbuhi   ilalang pendek dan tanaman endemik seperti gadung dan seduduk (keramunting).

Dari bagian atas pulau ini,  pengunjung leluasa menyaksikan pesona laut. Apakah itu  pulau-pulau kecil di sisi Begadang, seperti Pulau Lampu (ditempat ini ada mercu suar), daratan Pulau Bangka hingga  Kampung Sungsang di muara Sungai Musi (Sumatera Selatan).

“Ada rencana di pulau ini akan kita bangun cottage, sehingga pengunjung lebih lama menikmati pesona alam di sekitar dan di bawah pulau,” tukas Agus Hartoko.

Sumber air tawar di Pulau Begadung hanya satu, yaitu dari sumur gali dengan kedalaman tiga dua setengah meter.  Air sumur tak pernah kering dan menjadi sumber air bagi warga yang  bermalam dengan mendirikan kemah di  bibir pantai.

Sumur tua ini pun punya misteri tersendiri.  Menurut Abang S Wanto di dasar sumur terdapat dua keris saling bertindihan. Satu di antaranya menghadap ke Bangka Kota.  Satu keris lagi hilang ketika dibawa ke pantai Bangka.

“Dua keris itu sudah ada sejak lama. Satu keris mengarah ke Bangka Kota. Satu lagi  dibawa  keluarga saya, dan hilang ketika  mobilnya parkir di salah satu  pantai di Pulau Bangka,” ujar  Abang S Wanto.

Pulau Begadung karena proses alam terbagi menjadi dua.  Yaitu Begadung Besar dan Begadung Kecil. Sama dengan Begadung Besar, di bagian atas Pulau Begadung kecil juga datar dan pernah ditanami padi oleh orangtua Abang S Wanto.

“Hasilnya bagus.  Dulu di tahun 1930-an di Pulau Begadung, orangtua saya menanam 40 pohon mangga dan seribu pohon kelapa.  Dari hasil  bercocok tanam di  pulau inilah ayah kami dua kali melaksanakan rukun Islam kelima: naik haji,” tutur Abang.

Meski kecil, sekitar 7 ha, Pulau Begadung sarat dengan daya tarik wisata. Sekitar satu kilometer di bagian Barat pulau, atau mengarah ke Selat Bangka, terdapat satu kapal Jepang yang tenggelam.  Kapal membawa barang-barang antik itu diperkirakan tenggelam ketika Perdang Dunia II.

“Bagian kapal  Jepang yang tenggelam itu dapat dilihat ketika air laut surut,” terang Abang.

Pulau Begadung ini sudah lama dimiliki keluarga Abang S Wanto.  Pemilik pertama orangtua mereka bernama Abang Kasim bin Haji Abang Ali.  Beliau adalah keturunan demang dan bermata pencarian sebagai petani dan nelayan di Pulau Begadung.

Prof Agus Hartoko menjelaskan laut di seputar Pulau Begadung berair jernih, dapat menjadi area indeal untuk  snorkling dan diving.  Di sisi pulau terdapat  gusung dalam lingkaran besar, akibat pertemuan dua masa air yang berbeda.

“Ini fenomena menarik untuk wisatawan.  Pertemuan dua masa air yang berbeda dan mencapai titik keseimbangan yang mengabibatkan daya dobrak gelombang menjadi nol,” ujar Agus Hartoko.

 

“Laut sakti, rantah betuah!” Kias Melayu lama rupanya berlaku di perairan Tanjungpura dan pulau-pulau kecil di sana.  Ibrahim, mantan Kades Tanjungpura, Rabu (29/11/2017) petang menceritakan di lokasi tak jauh dari mercu suar Pulau Lampu (pulau terdekat dengan Begadung),  terdapat makam nonya Belanda.  Warga mengaku  melihat penampakan wanita Belanda mengenakan pakaian serba putih ketika jelang malam dan malam hari.

“Penampakan wanita Belanda bergaun putih itu sering dilihat warga nelayan.  Tapi sejauh ini ia tidak mengganggu!,” aku Ibrahim, menambahkan di pasasti mercusuar tertera bangunan ini dibangun kolonial Belanda pada tahun 1893 (Eddy Jajang Jaya Atmaja)


Topik

Kampus_Terpadu_UBB
. ayar