UBB Press / Eddy jajang, Ari Rizki
CINDERAMATA-- Rektor Universitas Bangka Belitung Dr Ir Muh Yusuf MSi memberikan cinderamata kepada Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Prof Dr Enny Nurbaningsih SH M.Hum sebagai narasumber kuliah umum di UBB, Jumat (26/10/2018) siang.
BANGKA, UBB -- Guna menjaga independensi dan imparsialitas, sebagaimana ketentuan Bangalore Principles of Judicial Conduct, seorang hakim dalam kesehariannya harus membatasi pergaulannya terutama pada pihak-pihak yang berpekara.
“Membatasi pergaulan itu penting dilakukan agar tidak terjadi conflict of interest (konflik kepentingan-red),” tegas Prof Dr Enny Nurbaningsih SH M.Hum, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Ruang Pertemuan Rektorat UBB, Jumat (26/10/2018) siang.
Tampil memberikan kuliah umum dengan tema “Perlindungan Hak Hak Konstitusional dalam Kehidupan Bernegara yang Demokratis”, Enny -- alumni SMAN 1 Pangkapinang tahun 1978 -- mengemukakan dirinya sebagai hakim konstitusi MK juga melakukan hal serupa.
“Selaku hakim kita-kita ini sunyi di tengah keramaian. Saya tak lagi punya grup wa (WhatsApp). Semua grup wa sudah saya hapus semua, termasuk grup wa alumni SMA saya,” tukas Enny pada kuliah umum dihadiri ratusan mahasiswa Fakultas Hukum UBB.
“Ini semua dilakukan untuk menjaga kredibilitas, dan keterpengaruhan dari semua pihak. (Tidak menggunakan aplikasi WhatsApp) Dunia menjadi berbeda sekali. Buat saya, dunia (saat ini) sangat nyaman sekali!,” ujar Enny Nurbaningsih pada acara yang dibuka resmi Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf MSi didampingi Warek 2 UBB Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS.
Enny Nurbaningsih merupakan salah seorang dari sembilan hakim konstitusi MK. Guru Besar Hukum Tata Negara UGM ini diangkat menjadi hakim MK 3 Agustus 2018 , menggantikan hakim MK Maria Farida Indrati yang memasuki masa pensiun.
Enny lahir di Pangkalpinang 27 Juni 1962. Setelah lulus dari SMAN 1 Pangkalpinang 1978, ia meneruskan pendidikannya ke Fakultas Hukum UGM dan meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1981. Enny kemudian menjadi salah satu dosen di UGM.
Enny menamatkan program Pascasarjana di Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1995. Meraih gelar doktor pada program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan tesis berjudul “Aktualisasi Pengaturan Wewenang Mengatur Urusan Daerah dalam Peraturan Daerah”.
Rekam jejak karir Enny di bidang hukum cukup beragam. Di antaranya staf ahli hukum DPRD Kota Yogyakarta, Kepala Bidang Hukum dan Tata Laksana UGM, Sekretaris Umum Asosiasi Pengajar HTN-HAN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Legal Consultant di Swisscontact, Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah, dan Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Tahun 2014 saya ‘hijrah’ ke Jakarta dan berkarir di Badan Pembinaan Hukum Nasional, suatu badan tempat digodoknya pp, perpres, reformasi regulasi dan lain-lain,” ujar Enny dalam kuliah umum yang dipandu Rahmat Robuan, salah seorang dosen FH UBB.
Dijelaskannya, setelah berkarir di eksekutif kini ia bertugas di yudikatif (MK). Pendekatan dan penekanannya berbeda. Untuk menyusun produk perundang-undang (UU)-an contohnya, eksekutif membangun komunikasi dan informasi.
Sedangkan yudikatif mengikuti prinsip Bangalore Principles Judicial of Conduct. Yakni ketat dalam menjaga independensi dan imparsialitas. Membatasi pergaulan, terutama kepada pihak-pihak yang berpekara, sehingga terhindar dari konflik kepentingan.
Ia menegaskan MK -- yang lahir dari ‘rahim’ reformasi --, adalah peradilan konstitusi yang melindungi dan menjamin hak-hak konstitusi warga masyarakat. Sesuai dengan UU, warga dipersilakan mengajukan judicial review produk hukum ke MK.
“Kesadaran masyarakat terhadap uji materi produk hukum ke MK sangat tinggi. Tidak heran bila nomor suatu undang-undang belum keluar, warga sudah mengajukan judicial review ke MK,” ujar Enny.
Pada bagian lain kuliah umumnya, Enny mengemukakan pembentukan suatu undang-undang melalui proses dan pergulatan politik yang terkategori luar biasa.
“Negosiasi, dan pergulatan politik itu luar biasa; tidak terbaca oleh media, tapi dapat dirasakan!,” tukas Enny.
Ia mencontohkan judicial review warga terhadap materi UU Kelistrikan diajukan sebelum MK berdiri tahun 2003. Pasalnya menurut warga yang menggugat, ada hak-hak warga yang terlanggarkan oleh UU ini.
Diakuinya tidak semua pasal dari UU itu yang ‘digugat’ warga. Akan tetapi karena yang dimohonkan ke MK itu terkait dengan ‘jantungnya’ UU, MK mengabulkan gugatan tersebut.
Mengenai tema kuliah umum “Perlindungan Hak Hak Konstitusional dalam Kehidupan Bernegara yang Demokratis”, Enny menegaskan hak konstitusional adalah hak-hak asasi manusia yang dijamin di dalam dan oleh konstitusi.
“Hak hak konstitusional warga negara di dalam UUD 1945 tercantum di dalam pasal 28 A hingga pasal 28 J,” ujar Enny.
Sementara itu hak konstitusional yang tercantum di luar Bab Hak Asasi Manusia yaitu Pasal 18B (Hak masyarakat hukum adat), Pasal 27 ayat (2) (WN hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan); ayat (3) (WN hak dan wajib ikut serta dalamupaya pembelaan negara), Pasal 28 (Kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat).
Selanjutnya Pasal 29 (Penduduk merdeka untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu), Pasal 30(1) (WN hak & wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan), Pasal 31 ayat (1) (WN hak mendapat pendidikan), dan Pasal 34 (Fakir miskin dan anak telantar diperlihara oleh negara).
Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf MSi, dalam sambutannya sekaligus membuka kuliah umum menyampaikan terima kasih dan bersyukur karena di tengah agenda kerja hakim MK yang begitu padat, Prof Dr Enny bisa menyempatkan diri untuk mengisi kuliah umum di UBB.
“Ini merupakan kesempatan yang bermanfaat bagi mahasiswa UBB. Khususnya mahasiswa fakultas hukum untuk memahami lebih jauh mengenai perlindungan hak-hak dalam kehidupan bernegara yang demokratis,” ujar Muh Yusuf.
Kuliah umum ini disiarkan secara ‘live’ melalui video conference (vicon)” ke 34 perguruan tinggi negeri di Indonesia yang memiliki laboratorium vicon (Eddy Jajang J Atmaja, Ari Riski)